45

29 3 2
                                    

Senja duduk lemas di samping bankar Bundanya, kepalanya tertunduk dalam sembari terus menggenggam tangan lemas Bundanya. Ia sudah tak sanggup menguatkan dirinya sendiri setelah apa yang terjadi pada orang tuanya. Ayahnya kecelakaan dan masih terbaring lemah di dalam kamar ICU sedang Bundanya ikut tertidur lemas di ruang UGD rumah sakit yang sama, akibat syok berlebihan.

Ingin sekali rasanya ia mengeluh, tapi entah kepada siapa. Ia tak lagi memiliki orang lain sebagai tempat mengeluh selain kedua orang tuanya. Ia sendirian tanpa teman.

Tidak lama kemudian akhirnya Senja tertidur pulas di sisi tubuh lemas Bundanya. Air matanya belum kering akibat menangis.

Sebelumnya, Ia sudah mengecek keadaan ayahnya dan menurut dokter, keadaan ayahnya sangat parah. Sulit untuk membuatnya cepat sembuh. Dan yang semakin membuat Senja hancur adalah, karena keadaan ayahnya yang krisis. Kemungkinan terbesarnya adalah, ia akan koma setelah melewati masa-masa krisisnya. Dokter tak bisa membantu banyak, yang bisa mereka lakukan sekarang hanyalah berdo'a untuk kesembuhan ayahnya dan berserah diri kepada tuhan yang maha kuasa.

__---__

Seseorang melangkah pelan memasuki kamar rawat Bunda maya, tampak di sana Senja sedang terbaring di sisi kanan ranjang rawat bundanya dengan posisi duduk.

Rayhan melangkah pelan mendekatinya, ia mengulurkan tangan mengusap kepala Senja pelan.

Hatinya seketika remuk oleh hantaman keras melihat keadaan wanita yang selalu terlihat ramah kini terbaring putus asa oleh keadaan kedua orang tuanya.

Rayhan mengangkat tubuh lemas Senja, dan memindahkannya ke sofa. Membaringkan wanita itu pada posisi ternyaman agar tak merasa kesakitan ketika bangun nanti.

Rayhan lalu melepas kemejanya, ia menyelimuti Senja dengan kemeja miliknya itu. Di usapnya pelan rambut wanita itu sembari membisikkan sesuatu pada telinga wanita yang tengah tertidur pulas itu.

Rayhan beranjak dari sisi sofa menuju ranjang tidur Bunda maya.

"Rayhan berjanji akan melindungi kalian semua"

"cepat sembuh bunda, Han yakin ayah tidak akan suka melihat Bunda dan Jany terpuruk seperti ini" ujarnya sambil mengusap lembut kepala wanita paruh baya itu. Ia lalu memperbaiki selimut wanita itu lalu mengecup singkat keningnya.

"Bunda, Han ke kamar ayah dulu. Segeralah buka matamu, Jany sangat menghawatirkanmu" ujarnya lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.

Rayhan memasuki kamar ICU tempat di mana ayah Senja sedang terbaring tanpa daya di dalamnya.

"Ayah, cepatlah sembuh" ujarnya pada lelaki tua yang tengah tak sadarkan diri itu.

"Maafkan Han yang belum sempat membahagiakan putri kesayangan ayah"
Rayhan menunduk lesu, merasa bersalah pada lelaki paruh baya di depannya itu.

"Han janji yah, Han janji akan selalu membahagiakan kalian semua. Asal ayah lekas sembuh dan kembali tertawa lepas di tengah-tengah kami"

Tanpa sadar, setetes air mata mengalir seakan menyatakan diri bahwa ia sedang bersedih. Rayhan menangis. Lelaki yang selama ini terlihat kuat, tegar dan berontak, kini tak lagi mampu menutupi dirinya. Sisi lemahnya kini tampak dengan jelas.

Bagaimana sebuah keluarga yang tak memiliki hubungan apapun dengannya malah lebih ia sayangi dari pada keluarganya sendiri. Bahkan ia merasakan kesedihan yang amat sangat ketika mendengar kabar bahwa ayah Senja mengalami kecelakaan dan kini terbaring lemah di atas ranjang pesakitan.

****

Seminggu sudah ayah senja terbaring di dalam kamar ICU, ia sudah dinyatakan berhasil melewati masa krisisnya. Hanya saja, dokter tak mampu membuatnya menolak keadaan dan memaksa ayah harus mengalami koma entah berapa lamanya.

Senja tampak semakin kurus dan kacau, Bunda Mayapun tal jauh berbeda dari keadaan Senja. Semua terpuruk, tak lagi bersemangat hidup.

Orang yang paling mereka sayangi masih harus bertarung nyawa di dalam sana.

Rayhan dan kedua orang tuanya pun tak tinggal diam, mereka juga ikut andil dalam kesembuhan Ayah Senja. Semuanya ikut bersedih melihat keadaan keluarga yang dulunya selalu berbahagia itu, kini harus terlihat rapuh dan putus asa.

Mama Rayhan menatap pilu Senja yang tengah berdiri di samping jendela kaca menatap Ayahnya dengan keadaan kacau. Matanya sayu, lingkaran matanya bengkak dan menghitam, badannya kurus dan tak pernah lagi tampak wajah berbinar penuh kebahagiaan miliknya yang dulu selalu menghiasi wajah indahnya.

Mediapun banyak menyorotinya sekarang. Para penggemarnya ikut bersedih dengan musibah yang menimpahnya. Tak sedikit yang selalu menyemangatinya dan mengingatkannya untuk terus berikhtiar.

Tapi, tak sedikit pula yang mencaci maki dan merendahkannya. Mengatakan bahwa ia hanya pencitraan dan mencari sensasi demi popularitas. Namun, senja tak pernah ambil pusing dengan hal itu. Ia hanya mengambil sisi positifnya dan mengabaikan orang-orang yang merendahkannya.

Begitulah hidup, terlalu banyak penilai namun, tak banyak yang ingin tahu tentang apa yang tengah kamu rasakan sekarang. Maka dari itu, jika kau ingin hidup lebih lama lagi  jangan hiraukan penilaian orang orang yang membencimu.

Senja walaupun dalam keadaan terpuruk, ia tak pernah sekalipun menganggap hidup adalah sebuah kesialan. Ia percaya bahwa kesedihan adalah awal dari sebuah kebahagiaan.

Tidak akan pernah berakhir bahagia sebuah cerita, jika ia tak memiliki bagian terpahit di dalamnya.

Senja menoleh lemah, ketika sebuah tangan menyentuhnya lembut.
"kamu istirahat dulu nak, sudah seminggu ini kamu kurang tidur" sahut mama Rayhan lembut, berusaha membujuk Senja agar mau mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Pasalnya, selama seminggu ini, ia sangat jarang pulang ke rumah. Atau bahkan sekedar mengisi perut di kantin rumah sakit. Ia hanya akn makan jika di paksa oleh Bundanya. Ia bukannya tak mengeluh oleh keadaan, hanya saja, hatinya belum seluat itu untuk lantas menerima keadaan ini sepenuhnya.

Senja tersenyum lembut lalu mengangguk lemah, menurut. Sudah habis tenaganya untuk mengelak. Sudah lelah jiwanya untuk terus berkeras hati dengan takdir. Kini hati dan jiwanya rapuh tanpa semangat. Ia menyerah sekarang. Saatnya ia mengikuti arus takdirnya dan ikut bermain dengan hidup.

Senja berjalan gontai meninggalkan rumah sakit. Di depan lobi rumah sakit ia bertemu dengan Rayhan.

"Mau kemana..?"

"Pulang" jawabnya singkat.

"Sama siapa..?" tanya Rayhan lagi

"Sendiri" jawabnya lagi lalu kembali melangkah, mengabaikan Rayhan yang menatapnya khawatir.

Dengan cepat Rayhan meraih tangan lemah Senja lalu membawanya ke sebuah mobil yang tak lain adalah mobilnya sendiri.

"Apa yang kamu lakukan"

"Aku tidak akan membiarkanmu menyetir dalam keadaan seperti ini" sahutnya sedikit menekan.

Senja hanya mengerdikkan bahu acuh, toh kalaupun ia menolak tidak akan berpengaruh apa-apa. Rayhan adalah Rayhan, tidak ada kata penolakan baginya.

Dalam perjalanan pulang, tak ada suara di antara kedunya. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga mobil yang membawa mereka, telah terparkir rapih di deoan rumah Senja.

Senja turun dari mobil tanpa mengatakan apapun. Ia melangkah masuk kedalam rumah dan mengabaikan keberadaan Rayhan. Bukannya protes atau merasa tersinggung, rupanya Rayhan pun hanya acuh tak acuh dengan sikap Senja. Ia sudah paham dengan keadaan wanita itu.

Bersambung....

😢😢
Kurang puas dengan part yg ini. Kacau sih.

Jangan lupa vote dan krisarnya ya guyss.
😘😘

Hello senja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang