Vera masih terdiam tak kunjung menyahuti ucapan Kevin. Pikirnya saat Kevin tersadar, ia akan merasa sangat bahagia. Sadarnya Kevin bisa menghilangkan rasa sedih dihatinya. Namun kebahagiaan yang Vera pikirkan hancur begitu saja ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Kevin.
Vera menghirup napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Vin lo gak inget sama gue?" tanya Vera masih dengan menatap Kevin lekat.
"Nggak, emang lo siapa? Kalian berdua siapa?" Kevin melirik Silvi sekilas dan kembali menatap Vera.
"Gue Vera, masa lo gak inget sama gue. Dan dia Silvi temen gue." Jelas Vera.
Kevin mengerutkan keningnya dan menggerakkan matanya keatas seperti sedang berfikir.
"Coba inget-inget lagi. Gue Vera Vin, lo masuk rumah sakit gara-gara lo nolongin gue dari Riki. Lo inget kan?"
"Riki? Siapa lagi tuh. Gue gak kenal, terus ngapain gue nolongin lo. Emang lo siapa?" tanya Kevin dengan wajah polosnya.
Vera bingung harus bagaimana lagi agar Kevin kembali mengingatnya. Apa ia harus membenturkan kepala Kevin lagi ke tembok agar ingatannya kembali. Rasanya tidak mungkin.
"Lo inget tante Liona? Dia itu mama lo. Apa lo lupa juga sama keluarga lo? Vin ayolah gak usah ilang ingatan." Dengan mata yang sudah mulai memerah, Vera berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.
Kevin kembali terdiam, memperhatikan kedua orang yang ada dihadapannya.
"Lo pernah bilang sama gue kalo lo bakalan jagain gue. Lo gak mau gue kenapa-kenapa, lo bakalan selalu ada buat gue." Air mata Vera berhasil lolos, namun ia segera menyeka air matanya.
"Tapi sekarang lo malah lupa semuanya, dan itu gara-gara kebohodan gue." Vera kembali menenggelamkan wajahnya dan menangis terisak-isak.
"Gue emang gak pantes buat lo inget. Harusnya lo cuma lupa sama gue, gak sama mereka juga. Karna disini gue yang salah." Tangisnya semakin terisak, Vera merasa kecewa pada dirinya sendiri.
Vera tidak berani menampakkan wajahnya, ia tidak ingin Kevin melihat kesedihan dimatanya. Walaupun mungkin Kevin akan bersikap biasa saja, tidak begitu memperdulikannya. Namun Vera merasa ada sebuah tangan mengelus kepalanya, tapi Vera tidak menghiraukan itu, ia mengira mungkin Silvi yang berusaha menenangkannya.
"Gak usah nangis, dasar cengeng. Gue gak ilang ingatan kok."
Vera mendongakkan wajahnya, mendapati Kevin yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Tangan yang tadi mengelus kepalanya adalah tangan Kevin.
"Apa lo bilang?" Vera menatap Kevin intens."Gue gak ilang ingatan budek. Gue inget lo itu cewek aneh, nyebelin, bawel. Dia itu Silvi temen lo yang paling baik katanya, gue inget semuanya."
"Jadi lo cuma pura-pura ilang ingatan?"
"Iya." Jawab Kevin dengan wajah tanpa dosa.
"Kok lo nyebelin sih, lagi sakit juga masih sempet-sempetnya ngerjain gue." Vera mencebikkan bibirnya kesal.
"Abisnya lo berlebihan, gue gapapa kali. Gak usah nangis sampe sebegitunya. Gue masih idup belom mau mati. Lagian cuma luka kecil gak parah."
"Gak parah gimana, orang sampe diperban gitu dibilang gak parah. Sok jagoan lo."
"Anak cowok gak boleh cengeng lah, gak kayak lo."
"Gue timpuk pala lo, mau?"
"Eh nggak nggak. Serem lo kayak kak Ros." Ujar Kevin diakhiri dengan tertawa. Vera hanya memutar bola mata malas.
Tidak ingin mengganggu Vera dan Kevin, Silvi memutuskan untuk pulang karna memang hari juga sudah mulai gelap. "Eh Ra gue pulang duluan ya, udah mau malem nih, gapapa kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vera Life Story [Completed]
Ficção AdolescenteKonflik percintaan, persahabatan, keluarga semuanya ada disini. Perpisahan, perkelahian, kesalah fahaman hingga kehilangan. Yuk mampir baca dan jangan lupa untuk VOTE & COMMENT. Jangan hanya membaca part awal-awal saja. Kamu tidak akan tahu bagaiman...