"Tumben dingin banget," gerutu Rani. Gadis itu sedang mengendarai motornya.
Kini sudah jam sebelas malam dan Rani baru pulang dari tempat tongkrongan. Jalanan sudah tampak sepi. Rani takut. Tapi sudahlah, ini sudah biasa bagi Rani. Pulang malam bahkan sampai dini hari.
"Hahaha, turun dulu cantik," goda laki-laki dengan tampilan urakan.
Kini motor Rani sudah dicegat oleh dua lelaki sekaligus. Mereka sepertinya preman yang sedang mangkal.
"Mau ke mana malam-malam begini?" goda laki-laki satu lagi.
Sial. Rani menggerutu dalam hati. Kenapa harus di tempat sepi, bagaimana ini?
"Minggir! Gue mau lewat!" bentak Rani.
Kedua laki-laki itu tertawa mendengar Rani. "Silakan, tapi kamu turun dulu," ucap salah satu dari preman tersebut.
"Buat apa gue turun, gue belum sampe rumah!"
Tidak terima dibentak oleh gadis itu, kedua laki-laki tersebut menarik paksa Rani untuk turun dari motornya.
"BANGSAT! LEPASIN GUE!" ronta Rani.
"Mana mungkin kita lepasin cewek cantik kayak gini, rugi dong."
Rani terus meronta, dia merasa dilecehkan. Namun tenaganya tak cukup melawan dua laki-laki sekaligus. Ia berharap ada yang membantu, namun itu tidak mungkin. Karena, mana ada orang yang lewat di jalan sepi apalagi malam hari.
"LEPASIN GUE BANGSAT! MAU APA LO PADA?!"
"Kalo kita mau kamu gimana?" tanya laki-laki tak punya hati.
"BANGSAT!"
Bughh!
Dua laki-laki itu tersungkur jatuh akibat pukulan keras dari seseorang.
Bukan, bukan Rani yang memukulinya. Rani mendongak dan melihat orang yang membantunya sekarang. Ternyata seorang pemuda tampan yang terlihat lebih tua dari Rani.
Tampan sekali ...
Rani segera mundur, ia sedikit lega karena merasa tertolong. Ia tersenyum saat melihat pemuda itu menghajar dua preman sekaligus. Setelah berhasil nenghajar dua preman dan membuat mereka pergi. Barulah pemuda itu menghampiri Rani.
Rani merasa canggung. "Makasih Om," ucapnya. Sekarang Rani merasa lega sebab keadaan bisa teratasi dan preman sudah pergi.
Pemuda itu hanya diam menatap Rani.
"Om," ucap Rani sekali lagi.
"Pulang sama saya."
"Maksud Om?"
"Jangan panggil saya Om. Panggil saya Adam."
"Tapi, enggak sopan kalo gitu."
"Terserah kamu mau panggil saya apa, asalkan jangan Om. Saya masih muda."
"Ya udah, Adam aja," ucap Rani. "Makasih tadi udah nolongin." Rani mengulas senyum manis.
Adam hanya mengangguk.
Dia pun kembali ke mobil sebentar untuk menemui supirnya, kemudian kembali lagi ke tempat Rani berdiri.
"Kamu pulang sama saya," ucap Adam. Seketika Rani tertegun tidak percaya.
"Terus motor aku?"
"Biar supir saya yang bawa."
Adam langsung menuju mobilnya kembali dan meninggalkan Rani yang masih berdiri. Bagaimana ini, Rani harus apa?
"Masuk, saya mau pulang!" teriak Adam dengan wajah datarnya. Dan mau tidak mau Rani langsung masuk ke dalam mobil.
"Tunjukin jalannya," ucap Adam datar. Rani mengangguk dengan senyuman tak lekang memudar.
"Ke mana?" tanya Adam saat mereka berada di pertigaan.
"Belok kiri."
Adam langsung membelokkan setirnya ke arah kiri. Tidak ada percakapan setelahnya membuat Rani geram.
"Om," panggil Rani sengaja.
"Sekali lagi kamu panggil saya Om, saya turunkan kamu di sini."
"Eh, iya-iya maaf. Habisnya kamu diam aja sih," kesal Rani.
Adam tidak menggubrisnya. Dia fokus pada jalanan karena keadaan sudah sepi sekarang.
"Kamu enggak tanya nama aku?" tanya Rani. Dia bosan jika hanya diam saja.
"Enggak ada pentingnya buat saya."
"Ish, siapa tahu kamu penasaran."
"Enggak akan."
Rani geram. "Ya udah, aku kenalin diri aja. Aku Ranisha Dwi. Kamu boleh panggil aku Rani, Nisa, Sayang juga boleh."
Adam masih saja tidak menggubrisnya.
"Aku baru naik kelas XII. Aku sekolah di SMA Darmawangsa. Kamu tahu 'kan sekolah itu?"
"Di mana rumah kamu?" tanya Adam. Bukannya menjawab, dia malah balik tanya.
"Di depan sana. Kamu jalan aja terus," jawab Rani. "Kenapa kamu diam aja sih? Kenapa enggak nanyain tentang aku yang pulang malam?" tanya kesal Rani.
"Bukan urusan saya."
"Emang kamu enggak penasaran?"
"Gak."
Rani menggerutu dalam hatinya. Kesal pada Adam yang tidak peka sama sekali. Sebenarnya ini salah Rani, baru kenal sudah kode-kodean.
Rani melihat ke arah jalanan dan ternyata rumahnya sudah terlihat di depan sana.
"Rumah aku yang itu," tunjuk Rani ke arah rumahnya.
"Yang mana?"
"Itu yang warna hijau."
Adam berhenti tepat di depan rumah yang ditunjuk Rani.
"Turun."
"Ini juga mau turun," ucap Rani menggerutu. "Makasih tadi udah nolongin. Kalo enggak ada kamu, aku pasti udah diapa-apain."
"Lain kali hati-hati."
Rani tersenyum mendengar Adam terlihat khawatir. "Iya. Semoga besok kita ketemu lagi ya Om."
Rani segera keluar dari mobil sebelum Adam memarahinya.
"Selamat malam Om."
Adam mengacanginya.
~Next~
Hello Gess, gimana cerita baru aku? Suka nggak? Semoga suka ya.
Jangan lupa Follow IG @kimelsxri
Yang mau aku Follback DM aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...