Selalu cek typo.
Jangan lupa share.Happi readeng 🙆
****
Sejak Rani terbangun dari pingsan dan kembali kerumahnya. Ia sama sekali tidak ingin bicara dengan Adam. Setelah menerima balasan kemarin, Rani merasa di dustakan. Namun Adam semakin gencar untuk membuatnya tidak marah. Bahkan lelaki itu memilih meninggalkan pekerjaannya agar ia bisa mendapat penjelasan dari Rani. Demi apapun, Adam sama sekali tidak tahu apa permasalahannya hingga Rani mendiamkannya.
"Ra," Adam menaruh buah yang baru saja diambilnya dari dapur, setelah itu ia duduk disebelah gadisnya. "Dimakan buahnya," suruh Adam penuh perhatian.
Rani sama sekali tidak merespon. Dia memilih mengambil cemilan yang sama sekali dilarang untuk dimakan jika sedang sakit.
Ayolah, apa-apan ini? Adam tidak suka dengan suasana sekarang.
"Ra, kenapa dari kemarin kamu tidak ingin bicara dengan saya?" Adam berpindah posisi dan menatap mata Rani dengan lekat. "Saya salah apa?" tanya Adam yang sangat membutuhkan respon dari Rani.
Rani memilih berdiri dan menuju ke dapur. Namun, Adam masih setia mengikutinya.
"Jawab saya Rani."
Sudah, cukup. Rani tidak ingin berdebat untuk saat ini.
Rani menarik nafas, lalu membuangnya secara perlahan. "Kamu emangnya gak ngerasa kalau buat salah? Kesalahan kamu tuh fatal. Aku pingsan juga gara-gara kamu." Akhirnya Rani bersuara.
"Kesalahan apa?" Adam sama sekali tidak tahu. Dia tidak merasa jika membuat kesalahan.
Rani mendesis. "Kamu sama sekali gak tahu?"
"Saya tidak merasa membuat kesalahan."
Rani mengambil ponselnya, dan menunjukkan pesan kemarin.
"Nih, kamu lihat pesan ini," ucap Rani sembari memberikan ponselnya pada Adam.
Adam menggeram. Dia tidak merasa pernah mengetik pesan itu. "Itu bukan saya," jawabnya.
"Terus siapa? Hantu."
Tidak salah lagi. Aura dalang dari semua ini. Dugaan Adam tidak akan salah.
"Aura. Kemarin saya bertemu dengan dia."
"Oh, pantesan gak ada kabar."
"Rani, tolong dengar penjelasan saya. Itu bukan saya yang balas. Saya tidak menerima panggilan dan pesan kamu kemarin." Adam tampak frustasi. Ternyata itu permasalahannya.
"Ya, ya, mungkin benar yang balas itu Aura. Tapi kenapa hp kamu bisa sama dia?"
"Hp saya tertinggal. Saya baru sadar saat berada dimobil," jelas Adam.
Rani menatap mata Adam. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kebohongan.
"Aku percaya."
Mendengar itu Adam langsung menarik Rani ke dalam pelukannya. "Saya sayang sama kamu."
"Aku tahu," balas Rani sembari tersenyum jahil.
Perasaan kecewa kini sudah hilang karena pengakuan Adam barusan. Rani tersenyum dipelukan Adam.
"Adam," Rani melepaskan pelukannya. "Tolong jelasin siapa Aura?"
****
"Ra, asli gue kaget banget pas liat ada polisi dateng ke sekolah," ucap Zira secara berlebihan. Padahal masih ada Om-nya, Adam. Lelaki itu sama sekali belum beranjak dari rumah Rani.
Adam yang duduk sembari bermain ponsel pun tertarik mendengarkan. Dia tersenyum miring. Akhirnya keluarga Wilson sudah tertangkap.
"Kenapa?" tanya Rani.
"Lo enggak buka grup sekolah? Disitu lagi heboh Reyhan ditangkap gara konsumsi narkoba." Zira menunjukan pesan tersebut kepada Rani agar gadis itu tidak tertinggal berita.
Rani bergidik ngeri. Ternyata bukan hanya Reyhan yang tertangkap, kepala sekolah yang bernotaben ayahnya pun juga. Berita itu pasti sangat menggemparkan. Mengingat SMA Darmawangsa merupakan sekolah elite. Jangan salahkan sekolahnya!
"Untung lo waktu itu gak temuin dia," tukas Zira. Tanpa malu ia mengambil cemilan di atas meja. "Lagian dia tuh orangnya bebas banget. Tapi gue lebih kaget pas denger pak Abbas ketangkep. Diluar aja dermawan, ternyata buat nutupin dia pemakai."
Rani menganggukan kepala sebagai respon. Dia malu saat tahu jika Adam menatapnya. Bukan lagi tampan. Adam benar-benar idaman penuh perhatian.
Bel rumah berbunyi. Bik Surti segera membukakan pintu.
Ternyata Deril yang datang. Rani segera berdiri memeluk abangnya. Sungguh hal itu membuat Adam merasakan cemburu.
"Bang, kangen banget sumpah," ucap Rani. Bukan tiri. Dia sudah menganggap Deril layaknya saudara kandung.
"Sama." Deril menyadari jika Adam kini menatapnya tidak suka.
Suasana menjadi canggung. Adam benar-benar cemburu. Padahal ia sudah tahu jika Deril adalah saudara Rani. Entahlah, Adam juga bingung dengan perasaanya.
"Woi, Deril, lo bikin om gue cemburu aja. Udah tahu Rani tunangannya," sarkas Zira yang berada di tim Adam.
Deril terkekeh. "Gak mungkin. Lagian Rani adek gue," balasnya.
"Oh, gue lupa, kan lo udah punya Bella." Zira tertawa. Kemarin Bella sudah menceritakan semua padanya.
Deril menatap tajam ke arah Zira. Rahasianya terbongkar.
"Abang udah jadian sama Bella? Kok, enggak kasih tahu. Padahal Rani yang comblangin," sahut Rani yang tidak terima ketinggalan berita.
"Anjir, ternyata dicomblangin," ejek Zira sembari tertawa lepas. Namun tawanya terhenti saat Adam menegurnya. Perempuan tidak boleh tertawa secara berlebihan. Pamali.
"Zira juga udah jadian sama Riski," ucap Deril.
Merasa dibicarakan, Zira menutup wajahnya dengan bantal. Bisa mampus dia dengan Rani.
"Zira! Lo kok gak bilang sama gue?"
--REDAM--
Hai, Bucinnestar ✨
Jangan lupa share ya. Cek Ig @elsamhri__ dan jangan lupa follow kalo mau lihat visual ceritaku.
Siiuu next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...