Rani menyipitkan matanya mencari sosok wanita yang ada di dalam apartemen Adam, namun tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Apa mungkin wanita itu--Bulan sedang berada di luar karena mengetahui kedatangannya?
"Pacar kamu ke mana? Kok gak ada?" Rani menekuk wajahnya di depan Adam.
"Nih, depan saya." Adam berdiri di hadapan gadisnya. Rani memalingkan wajah yang bersemu merah bagai tomat.
"Jangan bohong! Yang jadi pelampiasan bisa apa?!" kesal Rani dan mendorong wajah Adam agar tidak terlalu dekat dengannya.
"Bahagia." Adam tersenyum. Mencari celah agar gadisnya melihat jelas wajahnya. "Saya bahagia punya pelampisan seperti kamu."
Rani terlanjur kesal. Dia hendak memutar tubuhnya dan keluar, namun pergerakannya ditahan oleh Adam.
"Gak usah sok goda-godain," kesal Rani yang masih tidak mau menatap Adam.
"Saya bukan penggoda." Adam terkekeh.
"Gak denger!"
Adam menarik Rani untuk duduk di sofa. Tidak peduli dengan ekpresi yang dia dapatkan. Walaupun begitu Rani tampak menggemaskan.
"Bulan mana Bulan? Aku mau ketemu dia." Rani menatap Adam tajam, sedangkan Adam membalasnya dengan senyuman.
"Di kamar."
Rani kaget bukan kepalang. Bisa-bisanya Adam dengan Bulan se-intim itu. Dia menyesal menyukai laki-laki di hadapannya.
"Kok di kamar? Kamu 'kan belum nikah!"
"Kita udah dari kecil sama-sama," balas Adam. "Ikut saya."
"Kemana?"
"Katanya mau ketemu Bulan."
"Gak jadi!"
Mendengar itu Adam pun bergegas ke kamarnya sendiri. Meninggalkan Rani yang mulai ketakutan dan kesal.
"Play banget sih Adam. Tahu gini gak bakal suka sama dia," gumam Rani.
Adam keluar dari kamarnya, dan dia terlihat tetap sendiri bukan bersama Bulan.
"Mana Bulannya?" tanya Rani penasaran.
"Ketutup matahari."
Jujur Rani tidak paham apa yang dikatakan Adam. "Tolong ngomong yang jelas."
"Bulan datang pas malam."
"Jadi maksud kamu Bulan itu bulan di langit?" tanya Rani dengan ekspresi heran.
"Iya." Adam terkekeh. Tampannya jadi bertambah.
"Adam gak jelas!" teriaknya tepat diwajah Adam. "Terus ngapain tadi ngajak masuk ke kamar?" tanya Rani. Sungguh Adam tidak jelas.
"Lihat bulan di dinding."
"Aneh!"
Adam terkekeh lagi. "Mau gak?" tanyanya.
"Gak!" Rani menggeleng cepat.
Adam memilih duduk. Rani pun juga begitu.
"Tolong ambilin saya air minum di dapur," ucap Adam sambil menyenderkan tubuhnya dikursi.
Rani menoleh. "Aku?" sambil menunjukkan dirinya.
"Iya."
Rani menghela napas dan berdiri. Merasa kasian jika Adam kehausan dan dehidrasi. Akan repot nantinya. Rani pun mengambil air es di dalam kulkas, lalu melihat ada buah alpukat di dalamnya. Tanpa pikir panjang dia mengambil dan membelahnya. Rani pun keluar sambil membawa minum untuk Adam.
"Nih, minumnya." Rani menyodorkan segelas air putih untuk Adam.
"Makasih," balas Adam dan tersenyum tampan.
"Adam, aku mau alpukat, boleh?" tanya Rani. Sungguh buah tersebut sangat menggiyurkan.
"Ambil. Bawa sini semua."
Rani berhore ria dalam hati. Langsung saja dia mengambil buah tersebut yang sudah dibelahnya tadi, serta mengambil beberapa lagi untuk Adam, kemudian alpukat diletakkan ke dalam gelas, lalu diberi gula dan diaduk. Setelah selesai, Rani pun membawanya keluar.
Segelas alpukat diberikannya pada Adam. Rani merasa bahagia bisa bersamanya.
"Mau nanya," ucap Rani sambil menghabiskan segelas alpukat.
"Hm?" Adam menoleh. Menaruh ponselnya ke dalam saku.
"Kok kamu tinggal di apart? Kan ada rumah."
"Mandiri."
"Kasian mama kamu tinggal sendiri."
"Udah biasa. Seminggu sekali pulang." Adam mengambil segelas alpukat yang dibuat gadisnya. Merasa heran dengan buah tersebut. "Kenapa buahnya bisa gini?" tanya Adam.
"Emang kamu gak pernah buat?"
"Biasanya dibuat jus."
Rani mendesis. Sungguh Adam kudet sekali. "Pantesan. Padahal cuma diaduk pakek gula juga enak daripada dibuat jus."
"Pintar," balas Adam, lalu mencoba segelas alpukatnya. "Enak," pujinya. Membuat Rani tersenyum.
"Iya dong, kan Rani yang buat."
"Lain kali gulanya cukup sedikit," ucap Adam mengingatkan. Baginya mengkonsumsi gula tidak baik bagi kesehatan. Adam terlalu menjaga badan. Maka dari itu makanan yang harus dikonsumsinya harus bergizi.
"Kamu takut diabetes?"
"Papa meninggal karena diabetes."
Rani tiba-tiba terbatuk. Kaget. "Adam, tapi kamu gak diabetes 'kan?"
"Gak. Jangan sampai."
"Semangat!"
Ini kali pertama Adam bisa tersenyum dan bercerita dengan orang lain. Rani mengubah dirinya jadi seperti ini.
Adam menatap Rani sangat lekat. Membuat gadis itu mengerut dahi.
"Kenapa?" tanya Rani.
"Jangan pernah tinggalin saya."
--REDAM--
Yeay 🔊 update! Makasih udah mau baca. Lope u. Jangan lupa votmen yak! Jujur aku seneng sama cerita REDAM. Ini bukan cuma cerita, tapi ini harapan aku yang mau punya suami yang umurnya sekitar 8/10 tahun lebih tua usianya. Mon maap jangan hujat.
Ada yang sama? Biar jadi reverensi buatku.
Siiuu next part 🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...