MG; empat

3.4K 240 19
                                    

"Adam!" teriak Rani tanpa malu.

Adam yang baru keluar dari kafe
langsung menoleh ke arahnya.

Rani tersenyum bahagia. Akhirnya dia bisa bertemu pemuda tampan-nya lagi. Tidak ada reaksi apa-apa dari Adam. Dia hanya menatap Rani sekilas, kemudian pergi menuju mobil.

Gadis itu langsung berlari menuju Adam yang hendak masuk ke mobil, sedangkan Bik Surti diam tidak tahu apa pun.

"Adam tunggu," cegat Rani merentangkan tangan di depan Adam untuk menghadangnya

"Saya mau lanjut kerja. Kamu sebaiknya pulang," ujar Adam datar.

"Aku mau minta ID line kamu. Boleh, ya?"

Tidak ada reaksi apa pun dari Adam.

"Om?"

"Rully."

"Ha? Nama aku Rani bukan Rully."

"Saya mau kerja. Kamu pulang sekarang." Adam masuk ke dalam mobil meninggalkan Rani yang diam.

•••


Selepas makan malam Rani langsung masuk ke kamarnya. Dan mengambil ponsel yang tergeletak di meja belajar. Gadis itu benar-benar tidak bisa lepas dari benda pipih yang kerap menjadi teman curhatnya.

"Rully siapa, sih?" gumam Rani. Dia masih saja memikirkan ucapan Adam tadi sore.

"Oh ... mungkin ID line-nya."

Rani langsung mengetik kata Rully.

"Salah. Gue coba pakek Y siapa tahu nemu."

Rani mengetik kembali.

"Ih, ada." Mata Rani berbinar-binar. Kebahagiaan tampak jelas di wajahnya.

"Ganteng banget!" histeris Rani melihat lelaki itu mengenakan jas dan kacamata hitam.

Foto profilnya aja ganteng.

"Chatt enggak ya?"

"Ah, bodoh amat. Gue chatt aja deh lagian dia enggak tahu itu gue."

Rani mulai mengetik pesan untuk Adam.

Line

Malam

1 jam kemudian ...

Sy sbk

Kamu enggak tahu aku?

G

Aku suka kamu.

Mksh

Eh, beneran kamu
enggak tahu aku?

G

Aku Rani.

Oh

Rumah kamu di mana?


Tidak ada balasan setelahnya.

•••

Hari selasa adalah hari di mana kelas Rani olahraga. Semua murid sudah berada di lapangan sejak tadi, sama halnya dengan Rani sekarang.

"Baiklah anak-anak sebelum olahraga kalian harus melakukan pemanasan, cukup lari tiga keliling," ucap pak Asikin memberi instruksi.

"Satu keliling deh, pak," pinta Dodi--teman sekelas Rani.

"Iya Pak, kasian hari ini panas banget," sahut Dita. Satu tangannya sengaja mengibas wajahnya dengan harapan Pak Asikin luluh.

"Mau Bapak tambahin jadi lima?" ancam pak Asikin.

Dita mendengus kesal. Bukannya ditanggapi dengan baik, Pak Asikin justru malah menantang anak muridnya. Siapa yang mau lari di siang hari begini?

"Eh, enggak gitu pak. Ya udah kita lari nih."

Mau tidak mau mereka berlari mengelilingi lapangan basket yang luasnya you know lah.

Olahraga di jam sebelas itu sangat melelahkan. Sialnya lagi matahari berada di atas kepala, bayangkan saja yang tidak kuat berlari pasti kelelahan dan yang kulitnya putih akan berubah menjadi kemerahan.

"Tega banget tuh Asikin," ucap Rani pada Zira yang berada di sebelahnya.

"Guru itu Ra."

"Bodo. Lagian buat apa pemanasan, emang dia enggak liat apa langit cerah gini."

"Itu beda. Lagian olahraga harus pemanasan dulu."

"Awas aja tuh, guru."

Satu putaran sudah terlewati dan Rani mulai kelelahan. Nafasnya mulai tersengal-sengal.

Zira melihatnya. Ia khawatir dengan keadaan sahabatnya.

"Ra, kalo enggak kuat jangan dipaksa."

"Gue kuat, Zi."

Rani berhenti sejenak. Dia sangat kelelahan. Rasanya seperti dihujani kerikil dari langit, kepalanya pusing.

"Tuh, kan. Udah lo ke UKS aja. Sini gue anterin."

Zira khawatir pada Rani, karena sahabatnya itu tidak bisa kecapean. Rani memiliki fisik yang lemah.

Mau tidak mau Zira memapah Rani menuju UKS. Keadaan Rani terlihat memburuk dengan wajah pucat.

"Kenapa, nih?" tanya Reyhan–cowok terkenal di sekolah dengan tampilan urakannya.

"Rani kecapean. Udah sana lo minggir," usir Zira.

"Gue bantu."

"Enggak usah gue bisa sendiri."

Zira kembali melangkah sembari memapah Rani.

"Shit, awas aja lo Zi. Gue bakal ambil Rani dari lo," umpat Reyhan.

****

Bantu votmen ♥️ share banyak-banyak Bucinnestar!

I'm Yours Last [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang