Sumpah seneng banget. Gak tau kamu ngerasain juga apa gak.
--REDAM****
Hampir semua murid melayangkan tatapannya ke arah Rani yang baru saja turun dari mobil. Sialnya lagi mereka melihat Adam yang juga turun. Rani berteriak dalam hati. Tidak lama lagi akan ada gosip miring tentangnya.
"Kenapa turun?" kesal Rani saat murid lain fokus pada Adam.
"Gak boleh?" Adam memasang wajah datarnya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. CEO yang sesungguhnya.
Rani mendesis. Bukan hanya labil, tapi Adam juga tidak peka akan suasana.
"Biasakan jawab pertanyaan saya," ucap Adam membuat Rani menatapnya heran. Tatapan gadis itu tampak meredup. Adam merasa bersalah.
"Masuk sana," suruh Adam yang masih menunggu respon dari Rani.
"Iya." Rani akhirnya bersuara. "Makasih udah mau nganterin," balas Rani.
"Pulang saya jemput."
Rani mengangguk.
Adam kembali memasuki mobil dan menjalankannya hingga keluar dari area sekolah. Mulai terdengar suara bising dari murid lain.
Rani menghela nafas dalam-dalam. Dia harus siap akan menjadi bahan ghibah.
Sepanjang koridor semua nurid menatapnya sinis. Manusia memang labil. Padahal Rani berteman baik dengan mereka.
"Ran, kalo mau sekolah ya sekolah jangan main sama om-om," kata teman seangkatan yang berlalu disampingnya.
"Denger tuh Ran," sahut murid lain yang sengaja menyenggol bahu Rani. Kesabarannya benar-benar diuji saat ini.
"Dibayar berapa Ran?"
"Parah sih mainnya sama om-om."
Bukan hanya perempuan, laki-laki pun mencemoohnya juga. Menatap Rani rendah. Merangkul Rani dengan paksa.
"LEPASIN GUE!" Rani mendorong laki-laki yang berani merangkulnya. Dan segera lari menuju kelas. Tidak tahan dengan mereka yang ucapannya melampaui batas. Bikin sakit hati.
Kedatangan Rani di kelas membuat Zira yang sedang bermain ponsel terkejut. Tidak biasanya dia melihat Rani ingin menangis. Zira berdiri dan menyuruh Rani untuk segera duduk.
"Kenapa, Ran?" tanya Zira mengawali pembicaraan. Bukan sekedar ingin tahu, namun itulah tugas sahabat, harus tahu dan membantu masalah sahabatnya.
"Mulut orang bisanya cuma nge-bacod, Zi." Rani melipat kedua tangannya diatas meja sebagai tumpuan wajahnya.
Zira mengeryit tanda tidak paham. Kebiasaan. "Ngomong apa, sih, Ran?"
"Tadi om lo anterin gue." Rani menegakkan kepalanya. Ekpresi kesalnya terlihat jelas, namun matanya berkaca-kaca.
"Bagus dong?"
"Bagus darimana? Murid lain pada liatin," rengek Rani mengadu. "Mereka bilang gue simpenan om-om."
Sudah kelewat batas. Zira berdiri dan hendak keluar. Tidak terima jika sahabatnya dicemooh orang lain.
"Ini gak bisa dibiarin, Ran!" tegas Zira dengan kesal.
"Jangan dibalas," ucap Rani sambil menghapus air matanya. Tidak ada gunanya jika membalas yang jahat dengan yang jahat. Sia-sia.
"Tapi mereka udah kelewatan, Ran," balas Zira yang tidak habis pikir.
"Biarin, nanti juga berenti sendiri."
Zira memutar mata malas dan memilih duduk kembali. Menerima keputusan yang Rani mau. Berusaha paham dengan sahabatnya itu.
Tiba-tiba Bella, gadis yang merasa dirinya paling cantik dikelas mendekati keduanya.
"Rani," tegur Bella.
"Kenapa lo?" sahut Zira tidak suka. Karena jarang sekali Bella ingin berbincang dengan mereka. Bella terkenal sombong. Tidak ada yang ingin berteman dengannya.
"Ih, orang gue manggil Rani bukan lo," balas Bella.
"Mau ngomong apa?" tanya Rani menanggapi Bella.
Bella tersenyum pada Rani, lalu menatap sengit kearah Zira. "Ran, gue denger tadi lo dianterin om-om. Emang bener?" tanya Bella.
Zira berdecak kesal. Bisa-bisanya Bella bertanya seperti itu diwaktu yang tidak tepat.
"Urusannya sama lo apa? Mau ngomongin Rani juga?" hardik Zira dengan nada marah.
"Zi, please lo jangan marah. Gue cuma mau cari temen. Emang salah?" Bella memelankan nada bicaranya. Niatnya tulus. Namun Zira menyalah artikan.
Perkataan Bella membuat Zira tertegun. Ternyata dia salah sangka.
"Bel, maafin gue, gue gak maksud buat--," ucapan Zira terpotong.
"No problem." Bella tersenyum menanggapinya.
Rani menyenggol lengan Zira. Memberitahu bahwa dia salah sangka. Lalu menatap Bella dengan seksama. Merasa kasian pada gadis itu. Di sekolah tidak ada yang ingin berteman dengannya. Padahal jika mencoba berteman dan mengajaknya memperbaiki diri, Bella pasti akan berubah menjadi lebih baik.
"Bel," panggil Rani membuat Bella tersenyum.
"Iya, Ran?"
"Lo beneran mau jadi teman kita?" tanya Rani memastikan.
"Iya. Kenapa, kalian gak mau?"
"Kita mau!" sahut Zira sambil tersenyum ria. Dan menoleh pada Rani.
"Iya kita mau." Rani juga menyahuti.
Bella benar-benar bahagia memiliki teman. Hal inilah yang dia mau sejak dulu. Dirinya yang angkuh mengubah segalanya.
Bel pun berbunyi.
Semua murid masuk ke dalam kelas. Namun tatapan teman kelas Rani seakan-akan mengintimidasinya.
"Kenapa pada liatin Rani?" sarkas Zira pada teman-temannya.
"Zi, bilang sama temen lo, kalo kurang uang bilang sama gue jangan sama om-om," ucap Dodi, sang ketua kelas.
"Mending sama om-om daripada sama lo. Gak guna," sahut Bella yang berusaha membela Rani.
"Widih, udah punya temen lo, Bel? Mau numpang cari om-om juga?" balas Dodi tanpa rasa bersalah. Mulut laki-laki itu memang tidak bisa dikontrol. Dan laki-laki yang paling tidak suka dengan Rani. Entah apa salah Rani padanya.
Mendengar perkataan Dodi yang menyakiti. Rani berusaha mengontrol emosinya.
Rani menghela nafas dalam-dalam, lalu berujar, "Di, lo kalo mau nyinyir tolong jangan disini. Enek gue dengernya." Namun hal itu membuat Dodi terkekeh. Menatap rendah dirinya.
"Ge-er banget gue nyinyirin lo," Dodi tertawa seakan-akan lucu.
Tiba-tiba Pak Joshua selaku Guru Kimia datang untuk mengajar. Membuat semua murid duduk ditempatnya masing-masing. Begitu juga dengan Bella.
Rani mengeluarkan buku pelajarannya. Bersamaan dengan Zira yang mengajaknya bicara.
"Ran," bisik Zira agar tidak terdengar oleh Pak Joshua.
Rani menoleh. "Apa?"
"Masalah Riski. Gue masih penasaran siapa yang suruh dia sebar berita," ucap Zira.
--REDAM--
Hai 💛
Ini kalian masih mau baca, kan? Tolong share dong biar banyak yang tau cerita ini.Konflik akan muncul! Parah aku lagi mau buat konflik besar-besaran. Eh, gak juga deh. Takut mengecewakan.
Staytune dilapak ini kesayanganku 🙆
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...