Perasaan tumbuh dengan sendirinya. Kamu ngerasain kan?
--REDAM****
Calon Imam 💙 :
Buka pintu, saya diluar.Rani mengancing bajunya dengan cepat. Dia baru saja selesai mandi. Tidak habis pikir Adam datang pukul 06. Secepat itu?
Merasa sudah rapi, Rani bergegas keluar untuk membukakan pintu.
Adam. Sosok itu membelakanginya.
"Adam," panggil Rani. Laki-laki itu pun menghadap kearahnya. "Kok cepet banget jemputnya?"
"Mau disini terus?"
"Oh iya, sini masuk." Rani menggeleng saat Adam berjalan mendahuluinya. "Duduk sini," titah Rani. Adam menuruti.
Adam menatap Rani. Rambut gadis itu berantakan. "Sisiran dulu," suruhnya.
"Ha?" Rani memegang rambutnya. Memalukan. Rambunya belum disisir.
Rani dengan cepat kembali ke kamarnya. Membenarkan rambutnya yang lupa dia sisir.
Adam terkekeh. Pagi yang menyenangkan baginya. Dia melirik se isi rumah Rani. Rumah sebesar ini dia tinggal sendirian? Pikir Adam.
Rani pun muncul kembali setelah rambutnya telah rapi. Wajah lugunya mendominasi.
"Udah?" tanya Adam dengan ekspresi datar.
"Udah. Untung kamu kasih tau. Tapi asli aku malu banget." Rani menutup mukanya dengan bantal sofa.
"Buat apa malu? Kan saya pacar kamu."
Deg. Perut Rani kesakitan saat jantungnya berdetak.
"Aduh." Rani menyentuh perut yang kini terasa nyeri.
"Kenapa?" Adam berdiri mendekati gadisnya. Tatapannya khawatir.
"Sakit perut."
"Makanya jangan deg-degan." Adam tidak pernah lupa hal itu. Perihal dimana Rani selalu merasa sakit perut saat jantungnya berdebar. "Pulang sekolah nanti kita cek," ucap Adam.
"Aku lagi halangan," ucap Rani malu-malu.
Sontak Adam menjauh. "Jangan bahas itu."
"Aku gak bahas." Rani menggeleng. "Lagian ini sakit banget. Gak kuat," ucap Rani sambil memegang perutnya yang benar-benar nyeri.
Adam menghela napas dalam-dalam. Jujur, dia bingung harus apa?
"Apa obatnya?" tanya Adam.
"Lupa," balas Rani. "Aku gak pernah minum obat."
"Terus?"
"Biasanya ditahan sambil nangis," balas Rani. Kelakuan yang tidak bisa dia ubah. Menangis.
Adam berdiri hendak pergi.
"Mau kemana?" tahan Rani.
Adam menghiraukannya dan berlalu pergi meninggalkan Rani.
Rani menangis. Kesal pada dirinya.
****
"Udah mendingan?" Adam menoleh. Mendapati Rani sedang menatap lurus ke depan.
"Udah."
Adam fokus kembali mengendarai mobil. Kejadian beberapa menit lalu benar-benar berkesan. Ternyata Adam membelikan obat pereda nyeri untuk Rani. Alhasil nyeri diperutnya sembuh.
Rani tersenyum, "Makasih ya," ucapnya.
"Lain kali jangan ditahan, apalagi nangis."
"Udah kebiasaan." Rani menyengir.
"Anak bar-bar kok cengeng," ucap Adam dan terkekeh.
"Sembarangan! Udah gak lagi!"
Adam mengubah wajahnya menjadi datar kembali. Membuat Rani menghela nafas dalam-dalam. Laki-laki disampingnya sangat labil mengenai ekspresi.
"Adam," panggil Rani.
"Hm?"
"Kok bisa suka aku?"
"Saya harus jawab?" Adam menoleh sekilas.
"Harus."
"Kamu lucu." Adam memainkan alisnya dan terkekeh.
"Lucu darimana?" tanya Rani kebingungan.
"Dari mata, jatuh terus jatuh ke hati." Adam menjawab sambil bersenandung.
Rani tertawa. Laki-laki disampingnya sudah banyak berubah. "Kamu yang lucu," balas Rani.
"Saya lucu cuma sama kamu."
"Sama yang lain?" tanya Rani penasaran.
"Datar tanpa gelombang."
Rani memukul pelan tangan Adam. Sungguh dia rasanya ingin membukus Adam dalam karung. "Gak salah aku suka sama kamu," ucap Rani.
"Saya yang salah cuekin kamu."
"Siapa suruh sok cuek," cibir Rani sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Udah kebiasaan," balas Adam, lalu menoleh sekilas. "Kayak kamu. Tukang nangis."
"Nangis itu sehat," ucap Rani. Dirinya tidak terima diledek.
"Iya. Tapi kamu yang sakit."
"Aku gak sakit."
"Saya yang sakit."
Rani mengerut dahi. Heran dengan yang Adam katakan. "Kenapa kamu yang sakit?"
Adam tidak menjawabnya. Padahal Rani sangat menunggu responnya.
"Adam," ucap Rani agar laki-laki itu ingin menjawab.
"Udah sampai," ucap Adam.
Rani kaget saat tahu Adam mengantarnya sampai ke halaman sekolah. Akan banyak murid yang melihat pastinya.
"Kok disini?" tanya Rani yang sudah mulai khawatir. Dia tidak ingin menjadi tontonan murid lain. "Balik ke gerbang utama aja. Disini banyak yang liat kalo aku turun."
"Harus mikirin mereka?" tanya Adam datar.
Rani mendesis. "Bukan gitu. Ini masih pagi. Masa iya pagi-pagi aku udah digosipin," jelasnya.
"Lapor saya."
"Adam, ini tuh serius."
"Saya belum siap," balas Adam. Seketika Rani kebingungan.
"Siap apa?"
"Nikahin kamu."
--REDAM--
Heio 🦄
Makasih udah mampir. Jangan lupa votmen yak! Parah sih, lapak sebelah aja udah banyak yang baca. Masa lapak ini kalah.Jangan bosen buat nunggu up dari aku ya! Aku bakal up 2 hari sekali.
Share cerita ini ke teman, sahabat, musuh, etc.
Jangan lupa IBADAH!
Siiuu next part 🙆
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...