MG; empatenam

1.8K 113 4
                                    

"LEPASIN!"

Wanita itu meronta saat penjaga rumah Adam menariknya keluar.

Rani mendadak bingung melihat suasana sekarang. Siapa wanita itu?

"TANTE, AKU GAK SUKA TANTE BOHONGIN AKU. ADAM ITU TUNANGAN AKU! KENAPA TANTE JODOHIN SAMA ORANG LAIN."

Rani menunduk saat wanita itu menatap tajam ke arahnya. Di situasi seperti ini Adam hanya diam saja. Ada apa dengan lelaki itu? Tidak seperti biasanya.

"Oh, jangan-jangan dia yang buat Tante berubah pikiran. Kenapa, dia lebih kaya? Seberapa besar saham yang papanya kasih untuk perusahaan keluarga Ramdani?"

Mendengar itu sontak membuat Halimah naik pitam begitu juga dengan Adam yang mengepal tangannya seperti ingin membogem.

"LANCANG KAMU AURA!" teriak Halimah dengan sarkasnya.

Aura? Rani mengingatnya. Wanita yang ditemui Adam tempo hari.

"Maksud kamu apa bawa-bawa perusahaan? Saya kecewa sama kamu," ujar Halimah lagi.

Aura tersenyum miring. "Ck, Tante, please Tante jangan pura-pura baik. Aku tahu kalo itu rencana Tante, mengambil alih perusahaan orang. Aku juga tahu kalo Perusahaan Tante sebentar lagi bangkrut."

Halimah menggeram kesal. Dirinya merasa difitnah. Jika diladeni terus bisa stres pikirannya nanti. Lebih baik menyuruh Aura pergi secepatnya.

"Saya muak dengarin kamu. Penjaga bawa perempuan ini pergi dari sini!" ujar Halimah kepada penjaga keamanan.

Aura kembali meronta saat ditarik paksa. Kini tatapannya beralih pada Adam. Lelaki yang sedari tadi memilih diam.

"Adam, aku tahu kamu gak suka cewek itu," ujar Aura tanpa perasaan.

Adam mengambil alih untuk menarik Aura dengan erat. Wajahnya memerah penuh amarah. Jika sudah marah Adam seperti singa kelaparan yang ingin menerkam habis mangsanya.

Aura meringis kesakitan saat Adam mencengkram tangannya erat. Mati. Adam juga mendorongnya hingga terjatuh.

"Sekali lagi kamu datang kerumah saya," tunjuk Adam tepat di wajah Aura. "Saya buat kamu lebih menderita," lanjutnya.

Aura menangis. Dia berusaha bangkit dengan rasa malu yang membelenggu.

"Adam, gara-gara kamu keluarga aku hancur. Kamu gak tau rasanya sendiri. Kamu itu egois!" ujar Aura dengan tangis yang membasahi pipinya.

"Kesalahan mereka fatal. Menjadi pecandu sudah melanggar hukum. Kamu tahu tapi hanya diam. Kamu salah besar," ujar Adam tanpa merasa iba.

Hancur benar-benar hancur. Aura berlari masuk ke dalam mobilnya.

Setelah Aura pergi, Adam berjalan mendekati Rani. Wajah gadis itu tampak pucat pasi. Jangan sampai gadisnya drop lagi karenanya.

Rani menolak saat Adam ingin merangkulnya ke dalam.

"Maafin saya."

Rani menggeleng. "Kamu gak salah. Aku cuma butuh penjelasan."

Bukan hanya Adam yang bungkam, Halimah pun juga begitu. Ternyata Rani benar-benar baik hati.

****

Hanya ada Adam dan Rani di ruangan rahasia. Adam membawa gadis itu ke sebuah ruangan di mana banyak bintang dan bulan yang menjadi dasar ruangan itu. Namun belum waktunya malam karena waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi.

Adam membuka gorden agar cahaya matahari menembus ruangan tersebut.

"Kamu orang pertama yang saya bawa kesini. Ruangan ini hanya saya yang tahu. Tersembunyi dibalik lemari."

Adam mengambil sebuah album dari dalam lemari kaca. Album tersebut berisi foto dia masih kecil bersama keluarganya. Dan tentu saja banyak aib Adam difoto tersebut.

"Kamu tidak boleh lihat ini sebelum jadi istri saya," ujar Adam yang membuat Rani menatap kecewa.

"Kenapa?"

"Rahasia."

Rani mendesis, mengubah posisinya membelakangi Adam. Padahal ia ingin sekali melihat isi album itu.

"Jangan marah. Sebentar lagi kita nikah," goda Adam yang berhasil membuat wajah Rani bersemu bak kepiting rebus.

"Aku gak mau sebelum kamu jelasin semuanya," ujar Rani tanpa mengubah posisinya lagi.

Adam tersenyum.

"Saya akan jelaskan tapi kamu harus jawab pertanyaan saya."

"Apa?" Rani membalikkan posisinya kembali menghadap Adam. Dirinya penasaran.

"Are you okay?"

"Aku oke. Sama sekali gak pa-pa, cuma muka aja yang pucat," jawab Rani dengan mantapnya.

Tangan Adam mengacak kepala Rani. Merasa gemas pada gadisnya.

Adam berdehem kemudian mulai menjelaskan tanpa mengubah segalanya.

"Aura itu hampir menjadi tunangan saya."

Penjelasan awal saja sudah menyakitkan. Rani pun menyuruh Adam untuk melanjutkannya lagi.

"Mama yang nyuruh. Tapi setelah saya membawa kamu ke rumah, perjodohan itu batal. Hati saya sudah berlabuh di kamu," ujar Adam yang berhasil membuat Rani tersipu malu.

"Tapi masalah perusahaan?" tanya Rani.

Adam tersenyum singkat, "Itu salah. Saya suka kamu dari hati bukan karena pekerjaan. Papa kamu sudah membatu perusahaan saya sebelum kita kenal. Saya kaget saat tahu kamu anaknya Pak Heri," jelas Adam.

"Sekaget mana aku sama kamu?"

"Kaget kamu pastinya," Adam terkekeh.

"Sok tahu."

Suasana kembali membaik. Penjelasan Adam sudah cukup bagi Rani. Setidaknya mendengar penjelasan adalah cara terbaik sebelum mengambil keputusan untuk pergi.

"Eh, aku belum kasih makan Adam," ujar Rani histeris saat mengingat kucingnya dirumah.

Adam hanya mendesah saat namanya menjadi nama kucing. I'm oke, batinnya.

"Adam ayo antar aku pulang. Kasian Adam kelaparan."

"Saya sudah makan," ledek Adam.

"Bukan kamu."

"Ganti saja nama kucingnya," suruh Adam.

Rani menggeleng. "Enak aja. Lagian nama Adam bagus," ujarnya.

"Saya tidak suka."

"Iyalah, kan kamu sukanya aku," ujar Rani dengan senyum gombal nan manis.

"Bulan juga," ujar Adam.

"Aura enggak?"

"Kamu aja."

--REDAM--

Please jangan BAPER Dear. Maaf ya lama updatenya.

Lope hati buat kalian yang udah baca and nunggu. Komen kek, wkwk.

Bai Bucinnestar ✨

I'm Yours Last [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang