MG; limabelas

2.8K 185 8
                                    

Jangan lupa cek typo ya.
Sekalian votmen-nya.

Happy membaca 🌞

****

Suatu saat kamu pasti paham mengenai hati yang kadang hilang kendali.
--REDAM.

****

"Kalau begitu saya pamit, om," ucap Adam. Baru saja hendak berdiri, namun Rani menahannya.

"Tunggu dulu," tahan Rani. Papanya menatap dengan heran.

Adam menatap Rani seakan bertanya, ada apa?

"Kamu belum jawab pertanyaan aku," tuntut Rani dengan seulas senyum. "Kenapa bisa kesini?" Rani benar-benar ingin tahu.

"Saya ada urusan dengan papa kamu," jawab Adam dengan wajah datarnya.

"Boong. Nggak mau ketemu aku? Kamu masih ada hutang buat ngajakin jalan."

Adam mengingatnya. "Maaf, kemarin saya ada urusan mendadak." Terlihat sangat cool. "Saya pamit," lalu Adam beranjak keluar. Rani mengikutinya hingga di depan mobil.

"Kapan-kapan jangan suka janji," ucap Rani yang membuat Adam menatapnya.

"Nanti malam saya jemput."

Rani memasang wajah datar. "Nggak usah. Nanti di php-in lagi." Tahukan rasanya di php-in. Bagi orang-orang yang suka digituin jangan percaya lagi. Entar sakit hati.

Tatapan Adam sangat dalam menatap Rani. Membuat Rani salah tingkah. "Saya janji untuk yang ini."

"Yang kemaren juga janji," ucap Rani yang membuat Adam terdiam sesaat.

Adam mendekat pada Rani. Seketika membuat jantung Rani berdebar-debar, degupnya sangat cepat.

"Jangan deket-deket, sakit." Rani memegang perutnya. Asam lambungnya naik. Adam terlihat khawatir.

"Kenapa?" Melihat wajah Adam yang khawatir membuat Rani gemas. Tampannya menjadi bertambah.

"Perut aku sakit, kepala juga pusing." Ternyata Rani belum benar-benar pulih. Mengigat tadi pagi dia demam.

"Perlu ke dokter?" tanya Adam. Rani menggeleng.

"Udah minum obat tadi."

Ada yang aneh pada diri Adam. Jiwa kekhawatirannya timbul saat bersama Rani. Padahal sebelumnya dia tidak peduli dengan orang lain.

"Ra, udahan pdkt-nya." Deril keluar menuju Rani. Adam terlihat tidak suka dengan pria yang baru datang itu.

"Ye, siapa yang pdkt. Ntar abang cemburu," ucap Rani sambil menggandeng tangan Deril. Keduanya tertawa. Adam terkacangi.

Adam memilih masuk kedalam mobilnya.

"Adam jangan pergi dulu," ucap Rani.

Adam menghidupkan mesin mobilnya. "Nanti malam saya jemput."

Lalu mobil Adam berlalu pergi.

"Itu yang Adek suka? Berapa umurnya?" tanya Deril.

"Dua lima."

Deril menelan salivanya. Menatap Rani dengan seksama, lalu berujar, "Udah yakin suka sama dia? Nggak ke tua-an?"

"Yakinlah. Yok masuk, pusing nih. Perut juga tiba-tiba sakit," keluh Rani. Deril mendadak cemas.

"Ke dokter sekarang," ajak Deril. Rani menggeleng. "Dasar." Keduanya tertawa. Sesampainya di ruang tengah mereka diam.

Heri terlihat datar. Tidak ada senyum-senyumnya. Rani sebagai anak tahu apa yang dipikirkan papanya itu. Bagi Rani, papanya adalah malaikat. Tak pernah tergantikan.

I'm Yours Last [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang