"Adam jangan nakal," gerutu Rani.
"Awas kalo nakal, aku gak mau kasih makan kamu lagi."
Rani mengusap punggung kucingnya yang halus itu dengan lembut. Matanya berbinar melihat betapa menggemaskan Adam 'kucingnya itu.
Sesekali Rani tertawa tidak jelas melihat aksi Adam 'kucingnya. Sampai-sampai lelaki disampingnya pun tidak dianggap.
Adam sedikit menyesal memberikan kucing pada Rani. Cemburu. Ah, itu bucin sekali.
"Udahan main kucingnya gak baik," ujar Adam yang berhasil membuat Rani mendengus kesal.
"Adamnya lucu. Kamu gak bisa larang aku kalo sama Adam," balas Rani tanpa menoleh, ia fokus pada Adam 'kucingnya.
Respon Rani membuat Adam beranjak dari duduknya.
"Mau kemana kamu?" tanya Rani spontan dan ingin tahu.
Adam tidak menjawab dan beranjak keluar. Membuat Rani harus mengejarnya. Mencari tahu apa penyebab lelaki itu ingin pergi.
"Adam please jangan ngambekan. kamu kaya anak kecil tau gak?" desis Rani. Kedua tangannya dia lipat di depan dada.
"Aduh." Rani mengaduh saat kepalanya menumbur punggung Adam yang berhenti mendadak.
Adam mengeryitkan kening. Lalu tangannya dia silangkan di depan dada. Seperti Rani tadi.
"Kamu mau pergi kemana?" tanya Rani yang menahan kekesalannya.
"Ke hati kamu."
Sontak Rani tertawa mendengarnya. Ternyata Adam Rajanya gombal.
"Gak cocok kamu gombalin aku," ujar Rani sambil menjulurkan lidah, meledek.
Adam memutar tubuhnya hendak pergi. Namun Rani langsung menahan dengan menarik tangannya.
"Bercanda Om," ledek Rani.
"Saya masih muda."
"Tua bagi aku."
"Terserah kamu Rani. Urus saja Adam kesayangan kamu itu. Saya pulang."
"Jadi aku harus urus siapa dulu? Kamu juga kesayangan aku."
Melihat raut wajah lugu Rani nan manis itu, rasanya Adam ingin memeluknya.
"Ulangi sekali lagi," ujar Adam dengan mata menatap Rani dengan lekat.
"Kesayangan. Kamu kesayangan aku," Rani kembali mengatakannya.
Adam mengulas senyumnya. "Cinta saya ke kamu lebih dari diri saya sendiri," lalu mengusap puncak kepala Rani dengan lembut penuh sayang.
Rani langsung menumbur dada bidang Adam untuk dipeluknya. Jika Adam mencintai Rani lebih dari dirinya, Rani juga begitu.
"Makasih udah cinta sama aku," ujar Rani yang masih nyaman dalam pelukan.
"Makasih sama Tuhan. Karna tidak membolak balikkan hati saya untuk orang lain."
Spontan Rani melepaskan pelukannya.
"Makasih ya Allah." Rani tersenyum manis dengan raut menggembirakan.
"Rani spadaa!"
Suara itu suara Zira. Rani berlari ke arah pintu tanpa pamit pada Adam. Lelaki itu memilih duduk kembali di sofa.
"Eh ada Om Adam," sapa Zira dan menyalami Om nya. Sudah biasa baginya masuk tanpa permisi.
"Sama siapa kamu kesini?" tanya Adam.
"Sendiri. Mau ajak Bella tapi dia lagi jalan sama Deril. Bucin banget tuh mereka."
"Bilang aja iri," sahut Rani yang tengah tersenyum jahil.
"Enak aja. Lagian gue juga bisa kaya mereka. Si Riski aja yang lagi ada acara," balas Zira tidak mau kalah.
"Acara apa emang?"
"Gak tau. Males juga gue nanya."
"Jangan gitulah. Mau Riski diambil orang?"
"Mana bisa keburu gue embat." Zira tertawa. Mengingat Riski, lelaki itu belum sepenuhnya melupakan Rani. Namun Zira berusaha untuk membantu Riski agar bisa move on dari Rani. Walaupun hatinya sedikit teriris, kata cemburu tidak pantas disematkan dalam hubungan mereka. Zira percaya Riski begitu juga sebaliknya.
Syukurlah. Rani bernafas lega. Setidaknya Zira, sahabatnya itu sudah mendapat penggantinya jikalau dia pergi. Umur siapa yang tahu. Lagipula tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Rani rela jika Tuhan mencabut nyawa sekarang.
Tiba-tiba Rani merasakan sakit diperutnya. Sakit yang teramat sakit dia rasa.
"Rani lo kenapa?" Zira khawatir melihat keadaan Rani yang melemah, merintih kesakitan.
Adam dengan sigap membantu Rani agar gadis itu tetap sadar.
Penglihatan Rani mengabur, wajah Adam tidak bisa tertampak jelas. Tangannya berusaha meraih pipi Adam dan mengusapnya. Setelah itu Rani kehilangan kesadaran.
"Rani bertahan demi saya!"
--REDAM--
Hai, maaf baru update.
Menjelang ending guies.Jangan lupa follow
@elsamhri__
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...