Rani masuk ke dalam rumah dengan jantung yang berdebar kencang. Entahlah, mungkin karena Adam telah mengantarnya pulang.
Pemuda itu--Adam membuat Rani jatuh cinta untuk pertama kalinya.
"Ganteng banget, sih, Om Adam," ucap Rani sambil senyum-senyum.
"Semoga ketemu lagi sama dia."
Rani memikirkan Adam yang lebih tua darinya. "Ish, enggak pa-pa lah suka sama om-om. Lagian dia ganteng. Jago berantem lagi."
"Nanti kalo udah jadi pacarnya, gue gak usah takut lagi keluar malem."
Rani melirik jam dinding. Damn! Sudah pukul satu pagi. Ia memutuskan untuk segera tidur dengan cepat.
•••
Matahari sudah menampakkan dirinya di balik jendela, namun Rani belum juga bangun.
"Non, bangun, Non, sudah pagi!" teriak Bik Surti--pekerja di rumah Rani. Sedang Rani masih bergelut dengan mimpinya.
"Non, non Rani," teriak bik Surti sekali lagi.
Dan akhirnya Rani terbangun, namun dengan setengah sadar.
"Kenapa sih, Bik? Rani masih ngantuk."
Rani berjalan gontai untuk membuka pintu kamarnya.
"Sudah jam setengah tujuh. Non, enggak sekolah?"
Rani melihat ke arah jam dinding. Matanya melotot kaget melihat waktu masuk sekolah tinggal beberapa menit lagi.
"Ya ampun, bakal telat nih!!" histeris Rani. "Bik, siapin perlengakapan Rani!"
Rani berlari ke dalam kamar mandi. Dan Bik Surti hanya tersenyum melihat kelakuan Rani. Baginya, gadis itu sudah seperti anaknya sendiri.
•••
"Pak, tunggu," ucap Rani pada pak Isrul-- Satpam SMA Darmawangsa.
"Ya ampun, kenapa baru datang? Cepat masuk. Upacara mau dimulai."
"Makasih, Pak, kapan-kapan Rani traktir, deh."
Rani masuk ke dalam sekolah berkat Pak Isrul yang masih mau membukakan gerbang.
Lapangan sudah tampak penuh dengan murid-murid dan para guru. Rani segera mencari barisan kelasnya.
Zira--teman sekaligus sahabat Rani melambaikan tangan. Rani segera menemui Zira.
"Tumben telat, Ra. Habis darimana lo semalam?" tanya Zira. Dia sangat tahu kebiasaan Rani, jika telat itu berarti Rani keluyuran di malam hari.
"Tahu banget kalo gue habis main semalam." Rani cengengesan. "Zi, tas gue taro di mana nih?" khawatir Rani.
"Taro situ, tuh. Di dalem tong sampah."
"Gila lo, kalo bau entar gimana?"
"Ya udah, tuh di balik pohon. Guru nggak bakal liat. Udah cepetan taro, keburu mulai upacaranya," suruh Zira.
Rani segera menyembunyikan tasnya dibalik pohon beringin.
Suara bisingan pun berhenti saat Pak Candra menyuruh muridnya diam. Hal itu karena upacaranya segera dimulai.
•••
Upacara telah selesai, kini semua murid bebas ingin melakukan apa saja. Hal itu karena semua guru sedang melakukan rapat setiap hari senin. Hanya sepuluh menit, tidak lebih.
"Ke mana aja lo semalem, Ra?" tanya Zira.
Kini mereka sedang berada di kelas. Tak ingin ke kantin, karena di situ sangat ramai.
"Main tempat biasa," jawab Rani enteng.
"Ingat Ra, kita udah kelas dua belas. Ubah gaya hidup lo, kalo lo mau sukses. Masa depan masa yang harus diperjuangkan."
"Aaaa, makasih Zira." Rani memeluk Zira sesaat. "Beruntung gue punya sahabat kayak lo."
"Gue yang buntung. Setiap hari gue harus beresin kado, surat cinta dari cowok-cowok. Mending buat gue, ini malah buat lo. Lo jadiin gue perantara, Ra. Berasa babu gue."
"Ya, sorry Zi," Rani merasa bersalah. "Kan lo tahu sendiri gue enggak suka mereka. Apalagi dikasih kado terus-terusan. Emangnya ultah gue setiap hari apa? Lagian kadonya juga buat lo. Ingat Zi, lo bukan babu. Cuma lo yang bisa ngertiin gue. Makasih udah betah jadi sahabat gue sampai sekarang."
Mata Rani mulai berkaca-kaca, dan Zira melihatnya.
"Ra, jangan nangis dong. Masa baru segitu aja nangis. Cemen lo. Rani yang gue kenal enggak gini," ucap Zira menyemangati. "Senyum Ra," suruhnya.
Rani pun mengembangkan senyuman.
"Nah, gitu dong. Oh iya, nih kado sama surat cinta buat lo hari ini." Zira meletakkannya di atas meja.
"Siapa yang ngasih?"
"Biasa, cowok-cowok ganjen. Mereka nitipin itu ke gue."
"Buat lo aja. Lagian gue enggak suka sama cowok enggak gentle."
"Dengan senang hati gue terima kadonya. Kalo surat cinta buat lo aja. Males gue bacanya," ucap Zira.
"Buat lo aja Zi. Mulai hari ini gue enggak bakal baca surat cinta, jijik gue lama-lama. Isinya pada bucin semua apalagi yang Dito."
"Jangan ngomong gitu, entar lo naksir lagi."
"Bodoh amat. Buk Diah dateng, tuh."
Zira langsung terdiam saat melihat Buk Diah, selaku guru ter-killer di SMA Darmawangsa masuk ke kelasnya.
~Next~
Holla gess, aku update nih. Makasih yang udah mau baca cerita MG. Aku benar-benar tergila-gila sama Om Adam. Padahal baru pertama kali ketemu, bhaks.
Terus pantengin MG ya. Entar bakal ada yang membaperkan. Jangan lupa minum, biar detak jantungnya bisa netral, wkwk.
"ME GUSTA"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...