MG; tigapuluh

2.1K 135 3
                                    

Berusaha menerima kenyataan meski itu pahit. --REDAM

****

Hari yang lelah membuat gadis berambut panjang itu terbaring dikasurnya.

Rani, ia berusaha kuat menerima keadaan.  Menjadi korban broken home, bullying, dan broken heart. Kekesalannya pada diri sendiri bertambah jadi. Merasa insequre. Namun ia tidak akan menyerah menghadapi masalah yang diberi Tuhan kepadanya. Tuhan lebih tahu yang terbaik daripada dirinya sendiri.

Tiba-tiba Rani merasakan sakit dibagian perut kirinya. Lagi. Ia sudah mengira akan terjadi hal ini sebelumnya.

"Aww," ringis Rani sambil memegang perut kirinya.

Rani berusaha mengambil obat yang diberi dokter untuknya dari dalam tas. Beruntung masih ada sisa air minum di dalam botol miliknya. Dengan cepat ia meneguk obat yang tidak sedikit itu sekaligus.

Sepertinya keadaannya tidak akan baik dengan hanya mengandalkan obat. Rani harus menuruti apa yang dikatakan dokter tadi siang. Ia harus menjalani pengobatan terus-menerus setiap minggu.

Kenyataan pahit datang saat dokter memvonis dirinya mengidap gagal ginjal. Rani mengalami itu.

Airmata lolos membasahi pipi tirus Rani. Melalui kain ia menutup muka dan mulut agar suara tangisnya tidak terdengar oleh bik Surti. Akan banyak masalah yang timbul jika orang lain mengetahui. Rani tidak ingin merepotkan.

Pintu kamar Rani diketuk. Dengan cepat ia menghapus jejak airmatanya agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Masuk, bik," suruh Rani.

Bik Surti tersenyum sesaat, lalu menyadari bahwa Rani habis menangis. "Non, kenapa nangis?"

Dengan cepat Rani menjawab, "Rani habis nonton drama. Kasian masih muda ditinggal suaminya." Berusaha menutupi hal sebenarnya mungkin akan baik untuk saat ini.

"Bener, non?"

"Iya, bik." Merasa beruntung karena ada laptop tergeletak di dekatnya. Bik Surti tidak akan curiga lagi.

"Oh, kalo gitu non mandi dulu, udah itu makan malem. Bibi udah masakin tempe kecap kesuakaan, non."

Rani berusaha tersenyum walaupun sakit diperutnya masih terasa. Ia berlalu memasuki kamar mandi.

****

Rani memberi kabar pada Zira terlebih dahulu saat hendak pergi ke rumah sakit. Keadaannya tidak memungkinkan untuk pergi sekolah.

Rani:
Zi, tolong izinin gue,
gue gak masuk.
Sakit.

Zira:
Sakit apa lo?

Rani:
Kecapean.

Zira:
Ya udah gue izinin.
Lo cepet sembuh, jangan
lupa minum obat. Awas
sampe tiga hari gak masuk.

Rani:
Doain besok sehat.

Zira:
Always kalo buat lo.

Sesampainya Rani di rumah sakit, ia segera masuk ke ruangan dokter yang memeriksanya kemarin.

Dokter Dira yang memiliki rambut pendek sebahu, lengkap dengan nametag nya itu menyambut hangat kedatangan Rani.

"Saya kira kamu enggak dateng."

Rani tersenyum simpul menanggapinya. "Saya mau konsultasi, dok."

"Kamu enggak sekolah?"

"Sengaja izin."

Ekspresi datar yang ditampilkan Rani membuat dokter Dira menghela nafas dalam-dalam. Pasien kali ini terlihat tertutup. Akan sulit jika ego ikut berpartisipasi.

Dokter Dira tersenyum. "Orang tua kamu kemana?"

"Dirumah."

"Mereka tau kalo kamu sakit?"

Rani menggeleng pelan. Tidak mungkin ia memberitahu mereka tentang penyakit yang sedang dideritanya.

"Sebaiknya kamu kasih tahu. Ini demi kebaikan," saran dokter Dira.

"Makasih. Itu enggak perlu." Rani berusaha kalem untuk menanggapi dokter cantik dihadapannya.

Konsultasi terbaik adalah bertanya dahulu. Dokter Dira sengaja melakukan itu karena pada pemeriksaan awal, Rani tidak memberi respon apapun. Gadis itu terlihat shok kemarin.

"Dokter," lirih Rani.

Dengan cepat dokter Dira menjawab, "Iya, kenapa?"

"Tolong jangan kasih tau siapa-siapa tentang penyakit ini."

Dokter Dira membantah keinganan Rani dengan tegas. "Ini penyakit serius Rani. Kamu butuh semangat bukan menghindar dari orang lain."

Rani berdiri dan hendak keluar dari ruangan. Membuat dokter Dira kebingungan. Tanpa pikir panjang ia menahannya.

"Rani, oke, saya turutin permintaan kamu."

Rani mengulas senyuman. Berharap keputusannya yang terbaik. Ia pun duduk kembali.

"Makasih, dok."

Baru kali ini Dira mendapat pasien yang tidak ingin penyakitnya diketahui orang lain. Dugaannya terhadap persepsi ternyata benar. Bahwa setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Dan itu tidak bisa diganggu gugat.

"Ya sudah, jadi kapan kamu bisa cuci darah?" tanya dokter Dira.

--REDAM--

MAKASIH YANG UDAH MAU BACA. IKUTIN TERUS KISAH RANI & ADAM TANPA BERHENTI.

TUHAN SUDAH MENYIAPKAN TAKDIR UNTUK MANUSIA. DAN ITU BERBEDA-BEDA.

JANGAN LUPA IBADAH!

SIIUU NEXT PART 😇

I'm Yours Last [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang