Rasanya nyeri. Hati jika retak bagaimana rasanya?
--REDAM****
"Hei, Ran, gimana?"
Rani terkejut saat mendapati Reyhand ada di hadapannya.
"Mau apa, lo?" Zira bertanya.
Reyhand terkekeh. "Sejak kapan nama lo jadi Rani?" ucap Reyhand.
"Enggak usah banyak bacod. Lo mau apa ke sini?"
Tiba-tiba Deril datang dengan memegang nampan makanan ditangannya. Dia merasa janggal akan kehadiran Reyhand.
"Lo ngapain ke sini?" hardik Deril pada Reyhand setelah meletakan makanan di meja.
"Wih, santai ajalah. Lagian lo siapa? Pacarnya?" Reyhand tertawa renyah. "Lo mau sama simpenan om-om?"
Buggh!
Deril meninju wajah Reyhand. Seketika sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah.
"Jaga omongan lo!" sarkas Deril. "Maksud lo apa ngomongin Rani simpenan om-om? Enggak guna kalo lo cuma ngandalin berita nggak jelas."
Reyhand tampak meringis menahan perih di wajahnya. "Yakin lo, gue ngandalin berita?"
"Oh, jadi lo yang nyuruh Riski buat sebar berita itu!?" Zira mulai marah. "Lo jadi penguntit, dia jadi penyebar. Asik juga rencana lo."
Dada Reyhand naik turun, rasa emosinya semakin bertambah saat dirinya dituduh tanpa adanya bukti. "Kasih bukti kalo gue yang nyuruh Riski buat nyebar tuh berita!"
"Maling mana mau ngaku."
"Shit. Awas lo pada!"
Reyhand pergi meninggalkan kantin.
Murid-murid yang sedari tadi menonton, bubar. Deril pun duduk kembali. Beruntung aksinya tidak terlihat oleh guru. Bisa-bisa ruangan BK yang akan menjadi saksi.
"Yang tadi enggak usah didengerin," ucap Deril pada Rani.
Rani menyeruput pop ice nya. Lalu berujar, "Makasih udah mau bela."
"Gue berusaha buat jadi Abang yang baik."
Rani tersenyum. Syukurlah penyelamatnya bertambah satu. Selain Zira, kini dia mempunyai Deril.
"Lo nggak mau makasih sama gue, Ran?" Zira merasa tersisihkan.
Rani langsung memeluk Zira. "Kalo lo emang Hero nya gue dari dulu. Penyelamat gue pas kena bully jaman esde."
Deril terbelalak mendengar Rani adalah korban bullying.
"Gila, lo. Eh, si Vera apa kabar ya? Dia kan ketua buat bully lo." Zira tertawa. "Heran gue sama yang bully lo dulu. Pas gue tanya alasan mereka bully lo, eh dijawab gini, salah sendiri Rani nya cantik. Di situ gue ketawa kenceng banget." Zira tertawa lagi. Rasanya sakit perut jika mengingat masa-masa dulu. Masa di mana Rani masih lugu. Dan Zira yang tak tahu malu.
"Kalo gue lihat-lihat nih, ya. Masih cantikan gue daripada lo, Ran." Zira memuji diri sendiri.
"Kalo lo yang cantik, kenapa Rani yang di bully?" tanya Deril.
Zira mengumpati Deril yang tidak bisa diajak bicara. "Rani ada lebihnya. Lagian lo kenapa sih resek banget."
"Gue enggak resek. Iya kan, Ran?"
"Iya." Rani mengangguk. "Eh, awas jangan berantem terus, nanti jatuh cinta." Lalu tertawa.
"Enggak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Last [END]
Teen FictionAWAS BAPER ⚠️ "Suka sama Om-Om? Bodoh amat. Orang gue yang suka," kata Rani kesal. Menyukai seseorang tidak ada salahnya, kan? Lagipula itu adalah hak seseorang. Terserah kalian mau bilang apa. Bagi Rani, laki-laki dewasalah yang pantas menjadi pen...