👫 twenty two - surat

29.9K 1.5K 25
                                    

"Muka kamu kenapa merah gitu sih?"

Gadis itu reflek menangkup kedua pipinya. Mulutnya tetap mengunyah roti berselai cokelat yang diberi oleh sang mama.

Laki-laki yang duduk disebelahnya menoleh, memperhatikan wajah si gadis dengan lekat. Ia tiba-tiba menyentuh dahi si gadis, memastikan gadis imut disebelahnya ini tidak sakit.

"Ngga panas." gumam Alex.

Merasakan tangan Alex di dahinya, membuat wajah Luna semakin memerah. Pikirannya tiba-tiba tertuju pada tadi malam, dimana Alex menatapnya begitu dalam dan mencium pipinya.

"Luna?" ketiga manusia yang ada diruang makan itu menatap bingung ke arah Luna.

"A-ah, emm, a-aku gapapa." Luna menarik kedua bibirnya ke atas, menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.

Ya, ia memang baik-baik saja bukan? Yang tidak baik-baik saja adalah jantungnya yang sekarang berdetak cepat karena ditatap intens oleh sang kakak.

Xaverick menatap anak laki-lakinya, seakan anak itu tau apa yang terjadi dengan Luna. Alex yang menyadari tatapan Xaverick hanya mengedikkan bahunya, tanda ia juga tidak tahu.

"Yaudah, kalian berangkat, nanti telat." kata Fiona.

Luna dan Alex hanya mengangguk. Mereka berdua pamit kepada Fiona dan Xaverick lalu pergi dari ruang makan.

Kepala Luna terus menunduk selama berjalan keluar rumah. Ia takut untuk menatap Alex. Takut bertemu tatapan dalam dan lembut seperti semalam yang akan membuat jantungnya berdetak cepat lagi.

Bruk!

Luna merasakan ada tangan yang menahan pinggangnya agar tidak jatuh. Matanya menatap mata Alex yang menatapnya dengan bingung. Huh, karena jalan sambil melamun, Luna jadi tidak menyadari jika Alex tiba-tiba berdiri didepannya.

"Hei." panggilan lembut itu membuat Luna langsung mengalihkan tatapannya dan berdiri dengan benar. Tuhkan, jantungnya disko lagi.

"Kamu kenapa sih?" tanya Alex. Ia menyelipkan jari tangannya diantara jari Luna dan kembali berjalan menuju mobil.

Ketika sampai didepan mobil, Luna cepat-cepat masuk ke dalam, meninggalkan Alex. Laki-laki yang berbeda dua tahun diatas Luna itu juga ikut masuk ke dalam mobil.

"Lun? Kenapa sihh?" Alex menoleh setelah memakai seat belt. Luna menatap Alex, lalu menggeleng.

Alex berdecak, ia melepas seat belt-nya dan memajukan tubuhnya ke arah Luna.

Mata Luna membesar, ia menahan dada Alex dengan kedua tangannya. "Ng-ngapain sih, Kak?" katanya gugup.

Alex mengangkat satu alisnya menatap Luna. Tangan kanannya ia julurkan untuk memakaikan seat belt Luna.

"Mikir apa sih, sayang?" Alex terkekeh sambil mencubit gemas pipi Luna yang kini sudah berubah menjadi kemerahan.

Luna memajukan bibirnya. Ia sebal karena jantungnya kembali berdetak dengan cepat. Hei, biasanya, kata sayang, tidak berpengaruh apa-apa kepadanya.

Luna memperhatikan jalanan yang dipenuhi kendaraan. Biasanya ia akan berceloteh sepanjang perjalanan ke sekolah.

Alex yang merasakan gadis disebelahnya ini hanya diam, mulai bersuara. "Tumben ga bawel."

Luna melirik kakaknya. "Ma-males ngomong."

"Kamu kenapa sih?"

"Ish, kakak, mah, nanya-nya itu mulu!" seru Luna sebal.

"Ya, kamu aneh sih." Mobil Alex sudah memasuki halaman parkir sekolah.

Sister ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang