"Lepasin tangannya."
Sean berdiri dengan tegak setelah tangannya dilepaskan. Ia maju perlahan menuju Bian yang memegang dokumen dan pulpen.
"Gitu dong, kenapa ga dari dulu aja?"
"Pa, jangan, Pa."
"Sean! Lo gila!"
Teriakkan di belakangnya ia abaikan. Fokus Sean hanya pada dokumen dan orang yang telah menyebabkan semua kekacauan ini.
Begitu sudah didekat Bian, Sean mengambil dokumen tersebut beserta pulpennya. Bukan untuk ditanda tangani, tapi ia hempaskan ke bawah dan langsung meninju rahang Bian.
Bugh!
"Papi!"
"Lo kenapa sih, Yan? Kenapa lo berubah gini?" Bian menahan orang-orang yang akan maju menolongnya dan balik menyerang Sean.
"Gue? Berubah? Ngaca Sean! Lo yang berubah!" Bian maju mendekati Sean. "Lo berubah setelah lo semakin sukses! Lo berubah setelah perusahaan lo berjaya, masuk koran! Dan lo ngelupain gue."
"Ngga—"
"Iya, Sean! Gue yang selalu bareng sama lo dari lo cuma orang biasa aja. Dan saat lo sukses, Lo kenal Xaverick, lo semakin ngelupain gue, Se."
Sean membuang napasnya kasar. "Gak gitu Bian! Gue mana mungkin ngelupain sahabat gue dari jaman gue sekolah! Gue ga setega itu!"
"Tapi nyatanya lo setega itu, Se! Lo lupa kalo gue selalu ada sama lo, lo lupa kalo gue selalu bantu lo saat lo butuh."
"Gue gak maksud kayak gitu. Gue sibuk waktu itu. Ngurusin segala macem yang berhubungan sama perusahaan yang gue bangun."
"Iya lo sibuk, jadi lupa sama gue. Bahkan di saat gue butuh lo, lo gaada, Se. Itu yang namanya sahabat? Pergi setelah sukses? Dan sekarang gue butuh duit. Utang gue udah banyak, kalo lo gamau tanda tanganin ini, berarti lo emang ga pantes di sebut sahabat."
Belum sempat Sean kembali berkata, rahangnya sudah ditonjok oleh Bian, sahabatnya, dulu.
"Gamau kan? Yaudah lo terima ini!"
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Terjadi perkelahian hebat diantara kedua mantan sahabat tersebut. Disusul oleh Xaverick yang menendang pria yang sedari tadi menahan tangannya.
Begitu juga dengan Alex, Ryan dan Keenan yang menghentak keras tangan pria-pria yang menahan mereka.
"Yan, lo jagain yang perempuan!" teriak Alex yang diangguki Ryan. Laki-laki itu langsung menuju ke Fiona dan Natalia.
Alex mengerahkan seluruh tenaganya meninju orang-orang di hadapannya ini.
Mana sih polisinya? batin Alex kesal.
Keenan sendiri langsung berlari ke arah Stef yang sedang membantu Bian melawan Sean.
Bugh!
"Shit!" umpat pria itu. Ia menatap orang yang membuatnya terjungkal ini.
"Oh, hai, se—"
Bugh!
"Shut up!"
Stef terkekeh sinis. "Fine." lalu terjadi perkelahian diantara keduanya.
Kemudian beberapa orang suruhan Bian mulai banyak berdatangan, saling memukul dan menonjok.
Fiona, Natalia, Sia, Anna dan Liana di amankan oleh Ryan. Mereka berdiri di belakang Ryan yang sedang menonjok seorang pria.
"Hah, udah lama juga ga nonjok orang." kata Ryan.
Ketika ia akan mengistirahatkan tubuhnya, tiga pria datang dan langsung menyerbunya membuat Ryan kewalahan.
"Awas Ryan!" teriak Anna saat melihat salah satu pria tersebut akan memukul Ryan dari belakang.
Brak!
Xaverick menendang pria yang akan memukul Ryan tersebut hingga jatuh.
"Makasih, Om." Xaverick mengangguk lalu lanjut memukul beberapa orang.
Luna yang sedari di jaga oleh Naomi dan Cherryl hanya menangis melihat orang-orang yang ia sayang terluka. Tatapannya jatuh ke arah Sean yang sedang berguling-guling dengan Bian. Ayahnya sudah banyak menerima luka.
Kemudian ia melihat Alex yang melawan dua orang sekaligus. Laki-laki itu juga tampak mendapat banyak luka.
"Liat, Lun, karena kebegoan lo, semua ini terjadi." kata Naomi pelan.
Luna semakin terisak. Benar, ini semua salahnya. Andai ia tidak sebodoh dan sepolos ini, mungkin ini tidak akan terjadi dan kini ia sedang menikmati makan siang bersama Alex.
Sean menonjok perut Bian. "Udah, Bian! Hanya demi uang lo kayak gini?! Gue bisa bantu!"
"Uang dari lo ga bakal cukup! Gue butuh perusahaan lo!"
Mereka masih saling melempar pukulan sambil berteriak.
"Lo liat, Se, gara-gara lo yang gamau tanda tanganin dokumen itu, semuanya jadi kacau gini! Orang yang lo sayang terluka! Anak lo terluka! Bahkan orang yang gaada sangkut pautnya sama ini, ikutan terluka! Lo egois, Se!"
Sean melonggarkan cengkraman tangannya di kerah kemeja Bian. Ia melihat sekelilingnya yang tiba-tiba seperti adegan slow motion.
Dalam hati Bian bersorak, ia akhirnya bisa mempengaruhi Sean.
"Lo gamau ada korban kan? Tanda tanganin dokumen itu!" hasut Bian kembali.
Sean kembali tersadar. "Ngga akan! Sesuatu hal yang gue bangun susah payah, ga bakal gue kasih secara cuma-cuma. Apalagi ke orang kayak lo!"
"Dan lo akan membiarkan orang yang lo sayang terluka?"
"Mereka ga bakalan terluka! Gue yakin, mereka semua orang kuat!"
Setelah berkata seperti itu, Sean kembali menonjok Bian sekuat tenaga. Sebetulnya ia takut, takut orang-orang terdekatnya ini terluka semakin parah.
Sean semakin mengeluarkan semua tenaganya. Ia tahu, melawan Bian, yang jago berkelahi sejak jaman sekolah dulu tidaklah mudah.
"Oke kalo lo maunya pake kekerasan!" Bian memukul Sean dengan membabi buta.
Luna yang menyadari itu tanpa sadar berteriak. "Papa!"
Beberapa orang langsung melihat ke arahnya. Begitu juga dengan Xaverick yang langsung melihat ke arah Sean. Ia memukul cepat pria di hadapannya dan menuju ke arah Sean dan Bian.
Bugh!
Xaverick menendang Bian yang mendominasi. Ia segera menarik Sean berdiri lalu memasang kuda-kuda.
Bian yang merasa muak dengan perkelahian ini, suara pukulan dan erangan beberapa orang langsung mengeluarkan pistol dari kantung celananya dan sukses membuat Sean dan Xaverick terkejut.
"BERHENTI SEMUA!"
Dor!
⛈⛈⛈
sip maap pendek. honestly, aku gamau cepet" up lagi. cuz ya udah mau end, ga rela pisah sama alex luna😭 tapi klo ga cepet di end-in jd beban buat aku jugaa.
tengkyuu yang udah vote, comment dan follow aku yaaww. btw tgl 31 des 2019 sister complex #24 in teenfiction!!
thanks for reading, jangan bosen sama alex luna yaa dan sorry kalo ada kekurangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sister Complex
Novela Juvenil[ Completed ] Xavier Alexander Skye memiliki seorang adik sejak tiga tahun yang lalu. Adik yang berbeda jenis dengannya itu, ditemukan oleh ayahnya di sebuah toko permen dan berakhir dirumah Alex, menjadi adik angkat Alex. Sungguh gadis itu sangat c...