"Jangan berani-beraninya mendekati orang lain!"
Renjun menunduk dalam....berusaha tak memperdulikan tapi suara tajam itu menyakiti hatinya.
"Kau milikku! Tak peduli bagaimana pun keadaannya"
Kali ini matanya memutar jengah. Helaan nafas Renjun bahkan terdengar kasar didetik berikutnya
"Kau terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain selain aku"
Bahkan ketika jemari kokoh itu berniat mengusap pipinya penuh hati-hati, Renjun menepisnya kasar.
"Hey"
Tapi Renjun menatapnya sebal. Tak peduli bagaimana tatapan penuh kekaguman yang si blonde dihadapannya ini layangkan.
Lee Jeno.....
Renjun tak pernah serius membenci lelaki itu. Hmmmm, sepertinya.
Setidaknya sampai tadi siang. Ya, tadi siang. Ketika ia tahu Jeno yang selama ini tergila-gila padanya hanyalah omong kosong.
Bahan taruhan.
Memangnya mereka pikir Renjun itu apa???
"Asal kau tahu Jeno..." Renjun menatapnya tajam, berniat kabur dari penjara lengan Jeno disisi tubuhnya tapi tak bisa "...aku membencimu! Sangat membencimu!"
Tak merasa sakit hati sedikitpun....Jeno tersenyum. Ia maklum, Renjun pasti benar-benar marah ketika tadi memergokinya tengah baku hantam bersama Woojin hingga.....ya itu, semua racauan tentang taruhan akhirnya terdengar ditelinga Renjun.
"Maafkan aku"
"Tak sudi"
"Ayolah bae~ ini hanya taruhan"
Hanya?
Hanya taruhan katanya?
Waaah, Lee bangsat satu ini memang luar biasa. Ckck
Renjun merasa darahnya mendidih mendengar ucapan Jeno. Bagaimana bisa? Sebegitu main-mainnya kah perasaan Renjun?
Padahal ia'hampir' luluh pada Lee brengsek Jeno yang maha tampan itu kalau saja ia tak merasa begitu dipermainkan.
Plak
"Kau tahu satu kata yang menggambarkan dirimu?"
Renjun hanya berusaha menahan dirinya. Tak mau memukuli Jeno dengan brutal karena....hanya akan membuatnya terlihat kekanakan.
"hmm, tampan?" Jeno tersenyum "pasti tampan kan? Aku tau kau pasti memikirkan gambaran bagaimana tam—"
"Bajingan!" Senyum remeh itu muncul, tak peduli bagaimana Renjun mengatakannya dengan keadaan mata berkaca-kaca.....tapi si manis itu berhasil meluncurkan kalimatnya "Kau itu bajingan!"
Perubahan drastis Renjun dapati dari raut si tampan dihadapannya. Senyum menawan penuh percaya dirinya meluap entah kemana. Tergantikan dengan wajah sedatar tembok yang sebenarnya.....agak menyeramkan.
"Renjun..."
Aishh, Renjun benci mendengarnya!
"...Jangan menilaiku sesuka hatimu!"
"Dan kau seharusnya tidak mempermainkanku sesuka hatimu!"
Gantian Jeno menghela nafasnya. Tangannya terkepal, berdecak kesal sambil memalingkan wajahnya dan.... menghantamkan satu tinjuan ditembok depannya.
"Kau tidak tahu apapun Renjun! Aku melakukan ini semua untukmu!"
"Apanya yang untukku? Aku hanya kau jadikan ma—"
"KAU PIKIR AKU RELA MEMBIARKANMU JATUH KE TANGAN ORANG LAIN? AKU MENERIMA TARUHAN INI UNTUKMU!"
Terkejut?
Jelas.
Jeno membentaknya tepat didepan mata dan itu....sangat sangat menyakiti hatinya.
Air matanya tak terbendung, mengalir bebas membasahi pipinya dengan isakan yang berusaha ia tahan.
"Astaga, maafkan aku"
Tubuh mungil itu tak bereaksi....bahkan ketika jemari luka Jeno terangkat untuk menghapus air matanya.
"ssssh, jangan menangis. Aku minta maaf"
"hiks"
"Bae~ Serius, aku minta maaf. Aku tau harusnya aku tak perlu meladeni Woojin"
"hiks, k-kau tidak percaya padaku Jen?" Air matanya terus mengalir deras bahkan ketika Jeno berkali-kali menghapusnya "k-kau tau aku tak akan berpaling! Kau pikir hiks aku seberani itu u-untuk main dibelakang pertunangkan kita?"
Jeno paham. Iya Jeno tahu ini semua salahnya.
Ia yang terlalu emosi dengan bodohnya meladeni ucapan Woojin untuk mempertaruhkan Huang Renjun.
Sosok yang jelas-jelas bagaimanapun ceritanya akan menjadi milik Jeno dikemudian hari.
Ia hanya.....takut. Kalau Renjun akan meninggalkannya untuk orang lain. Apalagi, Woojin dan Renjun terlihat cukup dekat. Mengingat keduanya berada dikelas yang sama juga kelompok yang sama untuk beberapa pelajaran yang sudah ditentukan.
"Salahku. Ini semua salahku. Maaf" Mengapit dagU Renjun diantara ibu jari dan telunjuknya, Jeno mengangkat wajah memerah itu untuk saling tatap "Aku tak pernah meragukanmu Renjun. Waktu itu....aku hanya benar-benar takut kehilanganmu"
"T-tapi tidak perlu sampai taruhan konyol seperti itu Jeno!"
"Iyaa, maafkan aku. Aku janji tak akan mengulanginya"
Jeno tersenyum tulus, berusaha meyakinkan Renjun akan kata-katanya yang berjanji tak akan mengulangi kebodohannya ini.
Ya biar galak begitu, Jeno paham Renjun menyayanginya. Biarpun mati-matian menolak tak ada rasa untuk Lee Jeno, Huang Renjun tetaplah lelaki penurut yang akan patuh pada kedua orang tuanya. Apalagi....ia dipercaya oleh orang tua Jeno untuk menemani Jeno selama hidup mereka.
"Renjun"
"y-ya?"
"Hari ini.....boleh aku pulang kerumah kita?"
Ah, satu lagi. Rumah yang letaknya tak begitu jauh dari sekolah....sengaja orang tua keduanya siapkan. Katanya untuk membiasakan diri....tapi faktanya hanya Renjun seorang diri yang tinggal disana.
Ya walaupun Jeno sesekali pulang, tetap saja Renjun lebih sering sendiri karena Jeno lebih memilih untuk pulang ke apartemennya.
Dengan alasan?
Takut.....kelepasan?
Ah, entahlah.
"U-ung...ya. Pulanglah"
Pipi Renjun merona, tak berani menatap Jeno yang masih begitu intens menatapnya.
"Aku kesana setelah latihan voli"
"Y-ya, terserah"
"Jadilah anak manis. Aku....merindukan sosokmu yang itu"
Ugh, rasanya memalukan.
Apalagi ketika Jeno mendekatkan wajahnya ke leher Renjun....menghembuskan nafas kasar disana yang diakhiri dengan ciuman kupu-kupu diperpotongan lehernya.
"Be a good baby"
"unghh....n-ne....d-daddy~"
Dan sore itu.....Jeno memaksa pelatihnya untuk sesegera mungkin menyelesaikan latihan mereka.
Tak sabar untuk cepat-cepat sampai dirumahnya dan menghabiskan waktu bersama......bayi besarnya yang menggemaskan.
.
.
.Aku....ngerasa ada yang ilang gitu masaaaa. Iya ga sih? Kaya bukan aku banget gitulloooh. Hmmmmmmm
Typo-nya banyak? Ya maaf, ga aku koreksi lagi...... Benerinnya nanti dulu deh ya hehe Baterai-ku tinggal 2% jadi mending langsung ku post dulu hehehehehehehe
Miaaaaaaannnnn🤭😖🤭😖With love,
Peen♥