Tok tok tok
"Ren, buka dulu dong pintunya"
Tok tok tok
"Aku bisa jelasin semuanya"
Tok tok tok
"Sayangku, dengerin penjelasan aku dulu"
Tok tok t—
"RENJUNNYA GA ADA, PERGI SANA SIALAN!"
helaan nafas Jeno terasa berat untuk detik itu. Dibawah sana Mama Huang dan Yangyang —kakak Renjun— mungkin tengah prihatin padanya.
Jeno masih setia berdiri didepan kamar Renjun, sesekali mengetuk lemah pintu putih didepannya agar si pemilik kamar berbaik hati mau membukanya.
"Renjun, ak—"
Cklek
"Minggir"
"Dengarkan aku dulu, aku ga ada hubungannya sa—"
"Minggir ih, aku haus!"
Renjun melirik sinis, terlihat tak suka dan masih meronta agar Jeno melepaskan genggaman tangannya.
"Kamu nangis?"
Bukannya melepaskan, Jeno malah beralih menangkupkan tangan diwajah cantik pacarnya. Menelaah perlahan bahkan mengusap lembut bawah matanya yang masih terasa agak basah.
"Menurut kamu?"
"Ya tuhan, maafin aku Ren"
"ah bodo"
Renjun terburu langsung menyingkirkan tangan Jeno dari wajahnya. Ia menatap penuh kekesalan sekali lagi ke pacarnya itu, masih tak menyangka kalau tadi ia sudah memergoki si tampan itu tengah bersenang-senang dengan seorang gadis di mall.
"Aku serius ga ada apa-apa sama Chaewon"
"Bohong"
"Demi tuhan"
"Tapi tadi kamu mesra banget. Mana mampir ke toko perhiasan segala. Mau ngelamar Chaewon?"
"Bukan sayang, bukan gitu. Daripada ngelamar Chaewon yang cuma kenalan aku, mending aku ngelamar kamu yang udah jelas-jelas masa depan aku"
"Basi"
Jeno hela kasar nafasnya sekali lagi. Ini yang ia masih belum bisa hadapi dari seorang Huang Renjun. Agak keras kepala dan Jeno harus benar-benar putar otak untuk menjelaskan kesalah pahaman mereka.
"Aku tadi minta temani Chaewon karena ini..." Kata Jeno sembari mengeluarkan satu kotak merah dari saku celananya. Ia membuka kotaknya pelan, menunjukkan satu butir cincin putih yang cantik dihadapan Renjun
"...toko perhiasan tadi milik ibunya, dan aku dikasih tahu kalau hari ini ada koleksi-koleksi baru yang Chaewon bilang bakal cocok dipakai sama kamu" Lanjutnya.
Renjun yang sedaritadi antara fokus dan masih kesal pada Jeno tak sadar, kalau cincin dengan satu mata mungil berkilau itu telah tersemat dijari manisnya.
"J-jeno"
"Mau kan nikah sama aku? Jadi ibu buat anak-anak aku kelak seperti yang udah kamu janjiin sebelumnya"
Jeno tersenyum lembut, mengangkat tangan Renjun dan mengecup punggung tangannya dengan hati-hati.
"Serius?"
"Emangnya dijidat aku ada tulisan kalo aku lagi bohong?"
"Ya ga ada sih. Tapi siapa yang tahu kalo ternyata ini cuma alesan kamu biar aku ga curigain kamu selingkuh sa—"
"Demi tuhan Renjun, perlu aku panggil Chaewon kesini? Perlu juga aku panggil Bunda sama ayah kesini buat ngeyakinin kamu lagi? Perlu juga ak—"
"Ishh, aku bercanda doang Jeno!"
Katanya kalau tak sayang, mungkin Renjun sudah Jeno lempar lewat jendela kamar saking gemasnya. Tapi nyatanya, lelaki tampan itu hanya menghela nafas, berusaha tak terbawa emosi pada si manis kesayangannya yang kini tengah tersenyum begitu polos.
"Jadi......."
"Mau kok"
"eh? Mau apa?" Jeno tersenyum menggoda, menarik Renjun mendekat kearahnya agar bisa ia rengkuh pinggang minimalisnya.
"Nikah sama Jeno. Hehe"
"Makasih, love you" Keduanya terus mendekat, sampai deru nafasnya saling menyapa satu sama lain
"too"
Renjun memulainya, menarik tengkuk Jeno untuk makin mendekat sebelum dengan nekat ia pertemukan bilah bibirnya. Terlihat begitu tak peduli kalau ia bahkan harus berjinjit dan sedikit mendengakan kepala karena perbedaan tingginya.
Renjun mengulum perlahan dan beraturan bibir pacarnya, membuat Jeno terkekeh diam-diam dan makin mengeratkan pelukan dipinggangnya.
Keduanya hanyut dalam dunianya, masih saling menyalurkan perasaan masing-masing dengan caranya.
Suara keciplak, bahkan lelehan saliva yang membasahi sampai dagu Renjun tak begitu dipedulikan. Bibir keduanya masih bertautan, dengan Renjun yang baru saja Jeno dorong lembut hingga punggungnya bersandar di kusen pintu.
"MAMA, ADEK SAMA JENO CIUMAN DIDEPAN PINTU LAGI!!!!"
Mata Renjun melotot dan suara tawa Yangyang yang menyebalkan mulai terdengar memenuhi seluruh penjuru rumahnya.
"Aduh"
Bahkan Renjun tak peduli pada Jeno yang tengah merintih sakit karena punggungnya terantuk gagang pintu.
Untuk yang itu salahkan Renjun oke.
.
.
.With love,
Peen♥