"jeno, bawakan tas ku!"
"hm?"
"itu dibelakangmu!"
"a-ah oke"
"cepat! Dasar lamban!"
Sejujurnya hidup Jeno sudah sangat rumit. Ditinggalkan orang tuanya dan tiba-tiba diusir dari rumah pamanya....juga Huang Renjun yang secara tiba-tiba mengklaimnya sebagai pesuruh lelaki mungil itu.
"ini tas-mu"
"hm"
Keduanya kembali diselimuti keheningan. Jeno yang hanya sibuk memandangi rintik hujan, dengan Renjun yang juga hanya berdiam diri...entah memikirkan apa.
"hujan-nya menyebalkan"
"eh?"
Kepala Renjun refleks menoleh kesebelahnya, dimana Jeno yang baru saja terdengar mengeluh malah kelihatan tengah tersenyum dengan begitu tampan.
Oh, itu ekspresi mengeluh yang mengagumkan...
"Padahal aku hanya tinggal mengantarmu pulang lalu semua tugasku selesai"
"heh, kita tinggal dirumah yang sama kalau kau lupa"
"hm aku ingat. Tapi kalau dirumah kupikir aku bisa sedikit lebih bebas tanpa harus terus menuruti semua perintahmu kan"
Dan Jeno kembali mengatakannya dengan penuh senyum. Membuat Renjun hanya berdecih kesal dengan matanya yang memutar jengah.
Tenang, Jeno sudah terbiasa dengan galaknya sikap Renjun.
Dan....oh iya, sudah sejak seminggu lalu Jeno tinggal bersama keluarga Renjun. Sejak Renjun mengetahui kalau Jeno diusir begitu saja, ia langsung dengan galak memaksa Jeno untuk jadi pesuruhnya. Dengan iming-iming tempat tinggal, juga alasan konyol tentang Jeno yang harus bertahan hidup.
Astaga, Renjun bahkan berjanji memberi Jeno gaji setiap bulannya. Ekhem, dengan uang orang tuanya tentu saja. Ia belum benar-benar berpenghasilan untuk menggaji seseorang yang bekerja padanya...
"maaf ya"
"kenapa?"
"harusnya kan aku melindungimu, juga mengantarmu dengan selamat sampai rumah...." mata sipit itu melirik sekitar, masih tak mendapati siapapun lewat di depan halte tempat mereka berteduh "...tapi aku malah membiarkanmu kedinginan begini"
"..."
"ah harusnya aku membawa payung. Tapi aku meninggalkannya di kamar hehe"
Renjun sendiri tak tahu harus bereaksi seperti apa. Jeno selalu begitu, gemar sekali tersenyum bahkan di situasi seperti ini.
"kau memang bodoh dan ceroboh"
"Tapi aku tampan" Jeno menimpali
"Siapa bilang?"
Mata Renjun membulat, keningnya juga mengerut ketika merasa begitu terkejut akan pengakuan Jeno
"Kau dan yang lainnya" kali ini bahkan tak tertinggal kekehan manis seperti yang selalu Jeno lontarkan
"kapan?"
"bukannya sering?"
Kembali Renjun memutar matanya jengah, mengabaikan perkataan Jeno adalah hal terbaik untuk saat ini.
Karena, meladeni segala candaan lelaki itu hanya akan membuang waktunya dengan percuma
"Kau tak bawa payung? Atau sesuatu untuk menutupimu?"
"..."
"hari semakin gelap. Hujannya juga belum terlihat akan berhenti"
"..."
"aku tak apa kalau harus hujan-hujanan, tapi dirimu tidak boleh!"
"ya memang harusnya begitu" Renjun bergumam pelan, sambil merogoh tas-nya diam-diam, barangkali menemukan payung yang selalu dengan sengaja diselipkan Mamanya.
"Jadi? Kau punya sesuatu?"
Gotcha.
Renjun menemukannya. Satu payung lipat yang selalu Mamanya masukan kedalam tas-nya tanpa izin.
Yayy, akhirnya ia bisa pulang dan beristirahat dengan damai dirumah
"Tidak. Tidak ada apapun yang bisa dipakai"
"oh, benarkah?"
Jeno menoleh kaget, merasa begitu kecewa ketika mendengar apa yang Renjun katakan barusan.
"Serius? Kau tidak bohong?"
"hm. Untuk apa aku bohong padamu Jeno!"
Dan Renjun sungguh tak melihatnya, ketika senyuman manis dibibir Jeno terlukis.
Kutanya, siapa yang membawakan tas Renjun setiap harinya kesekolah? Siapa yang memastikan semua buku pelajaran anak manis itu tak tertinggal dirumah?
Sudah jelas itu pekerjaan Jeno. Dan tadi itu, berbohong kalau ia bahkan tak membawa payung?
Ayolah, pagi ini sebelum Mama Huang memasukan payung ke tas Renjun....Jeno sudah lebih dulu.
"Oh baiklah"
Diam-diam didalam hati Renjun mengutuk, menyalahkan semua kebodohannya yang bisa-bisanya berbohong begitu.
Padahal, ia bisa pulang secepatnya kerumah tanpa harus berlama-lama begini bersama Jeno.
Tadi itu.....
Ia sadar payungnya terlalu kecil, dan ia juga sebenarnya tak tega kalau membiarkan Jeno hujan-hujanan sementara ia berlindung dibawah payung dengan senang hati....
Ya begitu, Renjun masih bisa sebaik itu walau bicaranya menyebalkan.... dan bahkan, sepertinya anak itu belum ada niatan untuk berubah.
"Tidak dingin?"
"tidak"
Renjun menjawabnya cepat, sambil tak sadar ia menggosok pahanya ketika angin dingin baru saja menyapa.
"Sini, aku masih hangat seperti dulu" dan tanpa aba-aba, jemari kurus itu diraih....digenggam dengan sepenuh hati sama seperti sebelum-sebelumnya.
Renjun tak bisa lagi lebih terkejut dari saat ini. Ketika Jeno menautkan jemari mereka, mengusap punggung tangannya dengan ibu jari lelaki itu....rasanya Renjun tak bisa mengelak.
"Tak apa kan menunggu begini bersamaku sampai hujannya reda?"
"..."
"lagipula, kasihan payungmu. Nanti dia basah kalau terkena hujan"
Sial, detik itu juga Renjun menyadari semuanya.
"Pipimu merona hehe"
"lupakan!"
Renjun cepat berpaling, mengalihkan wajahnya ke arah berlawanan tapi sama sekali tak melepaskan genggaman tangannya.
Benar kata Jeno, rasanya masih hangat seperti dulu...
"Renjun..."
"Y-ya?"
"hmmmm tidak jadi hehe"
"issh, menyebalkan"
Oh lupa, jadi sebenarnya itu....
Mereka menjalin hubungan....
Tapi dulu....
Dan mungkin kalau diingat, sepertinya berakhir sekitar sebulan yang lalu hehe...
.
.
.Lagi ga?
With love,
Peen♥