32 › Enemine

4.8K 524 33
                                    

Siang itu Renjun terjatuh. Bukan sengaja, hanya ketika dirinya sibuk membawa setumpuk tugas Matematika dari Park-ssaem, mata bulatnya tak melihat jikalau ia sedang melewati tangga. Tubuh ringkihnya tersungkur, dengan tumpukan buku yang kini berserakan disekitarnya.

"Astaga, apalagi ini. Padahal dia tau aku pendek, masih saja memaksaku membawa ini semua. Dasar!" bibir merahnya mengerucut sebal sebab lelaki yang ada di pikirannya kini terbayang tengah menertawai dirinya yang kini membereskan buku tugas yang bercecer disana.

Sebut saja lelaki tinggi di pikiran si manis ini adalah si jahil Lee, Lee Jeno.

Susah payah kini Renjun kembali menumpuk bukunya, mau bagaimana pun ia ini lelaki yang bertanggung jawab.

Cacian bahkan makian tak berhenti Renjun lontarkan untuk si tampan. Suaranya memang mencicit, tapi Renjun berani bersumpah kalau dia mengutuk Lee Jeno dengan sepenuh hatinya. "Awas saja nanti, lama-lama benar kusobek mulutnya"

Sembari menghela napas lelah, kaki-kaki berbalut sepatu putih bertali kini melangkah menuju ruang guru--yang mana tugas ini harus dikumpulkan.

_'Padahal kalau tidak jahil, hidung besar itu keren juga. Tapi--aish! Kenapa malah memikirkan dia sih..'_ batinnya berkecamuk sembari menetralkan jantung--yang entah kenapa berpacu cepat, pun darahnya desir hebat.

_*Tok tok tok*_

"Per— ngapain lo disini?"

"Lah, ada larangannya emang orang ganteng dilarang keruang guru?"

Serius, seperti yang Renjun bilang tadi kalau Jeno itu sebenarnya keren. Tapi......mungkin kalau sikap menyebalkannya dikurangi sedikit.

Dengan penuh rasa kesal Renjun segera menyelesaikan urusannya. Tumpukan bukunya ia letakan kasar dimeja Park-ssaem, bahkan tak mau repot-repot merapikan ketika satu dua buku terlihat jatuh dari susunannya.

"Minggir sana! Ini jalanan, ngapain berdiri di tengah-tengahnya?" ujar Renjun ketika ia hendak keluar ruangan namun si sial Jeno menghalangi jalan.

Si pelaku dengan sombongnya menatap lelaki manis seakan dia paling pendek di dunia. "Apa?!"

"Ish! Minggir!" kesal Renjun sembari mendorong tubuh gempal pentolan basket sekolah keluar.

Seolah tuli dan bukannya menyingkir, Jeno malah tersenyum meledek. Tak sama sekali peduli pada tuan wakil ketua kelasnya yang sudah memasang wajah jengah.

"Astaga Lee Jeno, hanya menyingkir dan biarkan aku lewat!" Gertaknya yang sama sekali tak berpengaruh. diam-diam Jeno menahan gemas, antara ingin mencium bibir mengerucut Renjun atau mencubit pipinya yang terlihat seperti squishy.

"Apa lihat-lihat?!" teriaknya sembari menahan diri agar tak tersipu di depan musuhnya.

Jeno cengengesan. "Kalau dilihat sedekat ini, imut juga ternyata--"

_'Keceplosan!'_

"K-kau bilang apa?" Pipinya bersemu detik itu juga.

Mana mungkin dirinya tak mendengar apa yang Jeno katakan. Jangan lupakan jarak, jangan lupakan juga bagaimana suara besar Jeno terdengar ditelinganya.

Yang sedikit lebih tinggi terlihat agak gugup, menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal juga menghindari tatapan si manis.

"Jeno"

"Y-ya?"

"Kau......"

"A-apa?" jawab Jeno dengan gagap. Entah kenapa saat menatap netra bening si lawan bicara, organ pemacu darahnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

[2] Young, Love, and You || Noren ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang