Malam itu, ceritanya Jeno tengah asik menyendiri ditemani beberapa koleksi film yang belum sempat ia tonton.
Hujan gerimis diluar masih menyelimuti, membuat pemuda Lee itu enggan untuk melangkahkan kaki keluar rumah seperti apa yang dilakukan orang lain.
Ini sabtu malam, dan Jeno adalah salah satu dari puluhan ribu tuna asmara yang lebih memilih untuk bersantai dirumah ketimbang menerjang dingin diluar sana.
"Jeno! Aku kesal kesal keeeeesal! Pokoknya aku kesal! Haish"
Suasana yang sebelumnya hening karena hanya terdengar rintik hujan dan televisi kini mendadak ribut.
Jeno mengerjap bingung, memandangi Renjun yang entah kenapa bisa masuk kerumahnya padahal seingat Jeno ia sudah mengunci semua pintunya.
Renjun itu....ekhemm, sahabat? Entahlah, Jeno juga tak yakin.
"Kenapa?"
Bukannya menjawab, Renjun yang duduk diujung sofa malah menoleh kesal kearahnya. Matanya terlihat agak sembab yang Jeno tebak anak itu baru saja selesai menangis.
Penuh inisiatif, Jeno menepuk sisi kosong disebelahnya, tersenyum meyakinkan tapi malah membuat wajah sedih Renjun kembali muncul. Bibir bawahnya maju sedikit, dengan mata berkaca-kaca yang bisa kapan saja meluncurkan air asin itu.
"Kemari"
Renjun menurutinya tanpa ragu. Bahkan tanpa sungkan anak itu malah naik kepangkuan Jeno. Mengabaikan fakta kalau si tampan itu hanya memintanya untuk mendekat.
Ya sudahlah, Jeno bisa apa?
"hiks"
"Kenapa eum?" Jeno memulainya lembut, mengusap punggung bergetar sahabatnya dengan penuh perhatian.
Hanya gelengan kepala yang Jeno rasakan setelahnya. Tapi ia yakin betul kalau pasti terjadi apa-apa pada si manis ini. Pasalnya, dua jam lalu Renjun terlihat begitu antusias saat minta izin padanya untuk pergi kencan.
Oh, tunggu.....
"Yohan?" Jeno bertanya ragu-ragu, tapi tubuh Renjun malah menegang. Membuat Jeno yakin kalau kekasih Renjun sendirilah yang telah membuatnya terluka.
"Ceritakan padaku!"
Diam untuk 8 detik pertama. Jeno tahu Renjun menahan tangisnya, tubuhnya masih bergetar dan beberapa isakan kecil lolos dari bibirnya.
Tangan seringkih tripleks itu memeluk leher Jeno erat, masih sibuk menetralkan nafasnya agar tak perlu lagi ia menangisi lelaki brengsek seperti pac- mantan pacarnya.
"Y-yohan punya kekasih lain Jen"
Jeno diam, menunggu Renjun untuk melanjutkan ceritanya sambil ia peluk pinggangnya dengan sebelah tangan. Tak lupa juga Jeno yang penuh pengertian itu mengusap punggung Renjun dengan sebelah tangannya yang menganggur
"Dan kekasihnya itu lebih manis dariku huweeee"
Renjun mengangkat kepalanya diakhir kalimat. Menatap Jeno dari depan wajahnya dan menunjukkan bagaimana wajah merah berurai air matanya.
"Hiks, a-aku hanya dijadikan bahan taruhan huweeee"
"..."
"Harusnya aku percaya padamu waktu itu. T-tapi bodohnya aku mal- huweeee Jenoooooo~"
"Tak apa, sudah tak perlu menangis"
Dihapusnya lelehan air mata Renjun dengan ibu jarinya. Anak itu terlihat sesegukan dan menyedihkan walau didalam hati Jeno malah menahan diri untuk tak mencium wajah menggemaskan itu.