59 › ('з')

3.2K 420 50
                                    

Tak bisakah Renjun menuruti kemauan Jeno kali ini?

Hanya satu...

Faktanya pun selama ini Jeno tak penah meminta apapun dari Renjun, selalu mengiayakan omongan lekaki itu dan tak berani sedikitpun untuk menolaknya.

Karena?

Ya karena Jeno mencintai Renjun...Jelas, bahkan Jeno berani bersumpah.

"Aku ga pernah minta apapun ke kamu, aku selalu nurutin kamu juga....kenapa sih kamu gabisa nurutin aku? Sekali ini aja"

Namun Renjun didepannya hanya diam, tak mau banyak bereaksi ketika amarahnya benar-benar siap meledak

"Aku begini kan buat kebaikan kamu ju—"

"Kebaikan aku? Jidatmu!"

"Renjun~"

Jeno menghela nafasnya putus asa, hmmm mungkin harusnya bukan kata itu yang muncul.

"Jadi selama ini kamu ga bener-bener tulus sama aku? Kenapa sih Jen? Malu kalo temen-temen kamu tau aku kerja part time di toko?"

"Say—" bahkan Jeno tak sempat menyelesaikan katanya ketika tiba-tiba Renjun menyelak sambil mencibir

"Hilih li jini tininginnyi inik pirt tim"

"Bukan begitu sayang, aku ga peduli temen-temen mau ngomong apa"

"Terus? Kamu tau kalo aku gabisa ninggalin toko gitu aja. Aku udah janji Mama Na buat terus jagain toko sama Jaemin"

Nafasnya Jeno buang kasar. Jeno tau masalahnya, tau semua akar dari permasalahannya detik ini.

Tapikan, Jeno hanya ingin Renjun istirahat. Anak itu bahkan sudah menghabiskan hampir seperempat hidupnya untuk bekerja part time di toko kue keluarga Jaemin.

"Iya aku paham gimana si—"

"Ga, kamu ga paham! Calon Ceo kaya kamu gitu mana paham rasanya jadi aku"

"Sayang~"

"Udah lah terserah. Mau gimana pun juga aku ga bakal ninggalin toko. Tapi kalo ninggalin kamu ya bisa aja"

Keduanya terdiam untuk sesaat. Bahkan Renjun pun terlihat kaget akan ucapannya sendiri walau tak begitu kentara.

Yang jelas, ini pertama kalinya Renjun bisa berbicara seolah dirinya mengancam Jeno.

Di detik berikutnya Renjun berlalu, meninggalkan Jeno begitu saja dengan segala ketakutan yang mulai ribut di kepalanya.

"Kamu emang ga bakal pernah paham Jen. Kamu bilang sayang Renjun, tapi bahkan kamu ga biarin dia punya kesempatan buat milih"

"Na, ga gitu. Aku cuma mau Renjun istirahat, kamu tau sendiri gimana dia kan?"

Jaemin menghela nafas setelahnya. Paham betul bagaimana watak satu sama lain diantara pasangan satu itu. Rumit, dan juga sedikit keras kepala

"Memangnya Renjun pernah memaksamu? Waktu kamu bilang akan selalu menghabiskan waktu 24/7 bersamanya......tapi fakta bahwa tuan Lee meminta kamu belajar untuk meneruskan posisi diperusahaan, dan menyita waktu kalian untuk bersama, memangnya Renjun pernah mengeluh?...." Jaemin tersenyum lembut, mengintip Renjun yang terlihat murung dibalik etalase "....dia ngebiarin kamu buat milih. Dia bilang, asalakan bisa tetap sama kamu ya gapapa. dia tau, kalau kamu ga bakal ninggalin dia cuma karena waktu kalian buat sama-sama hari itu kepotong"

"..."

"Kalo kamu bilang dia egois karena ga bisa ngertiin kamu, kamu salah. Kamu yang egois Jen kalo ga ngebiarin dia milih apa yang dia mau"

Jeno diam, tak berani menimpali ucapan Jaemin ketika otaknya sibuk memikirkan semua kata-kata lelaki itu.

Otaknya agak lambat untuk situasi semacam ini, dan beruntung Jaemin dengan kesabaran luar biasa masih bisa tersenyum walau Jeno sebenarnya kini nampak bodoh.

"Ah sudahlah, pikirkan semau kamu Jen. Aku harus kembali kerja hehe"

"O-oh, ya. Terimakasih"

Jaemin tersenyum dan berlalu, membuat Jeno kini sadar akan semua yang telah ia lakukan pada Renjun.

Ia mungkin agak keterlaluan pada Renjun. Walau ia bersikeras kalau ia memiliki niat baik, mungkin caranya yang agak salah.

"Renjun"

Yang dipanggil namanya didepan sana menoleh. Terlihat malas dan terus menyeret plastik bekas berisi limbah yang harusnya segera ia buang.

"Renjun, dengarkan aku"

Tapi jeno malah menarik pergelangan tangannya. Memaksakan diri untuk saling berhadapan tanpa mau peduli kalau beberapa orang memeperhatikan mereka.

"Aku yang salah, aku minta maaf"

Jeno memulainya cepat, tak ingin banyak berbasa-basi karena ia tak sanggup bermusuhan terlalu lama dengan si manis satu itu.

"Aku ga pernah bilang aku malu sama pekerjaan kamu sayang. Maaf kalau kamu sampai pumya pikiran begitu"

"..."

"Aku ga bakal maksa kamu lagi, ga bakal minta macem-macem lagi sama kamu. Maaf:'("

"Serius?"

Jeno mengangguk antusias, dengan wajah tampan yang dibuat seolah-olah tengah bersedih.

"Nda minta cium juga kan?"

"e-eh kalo it—"

"Itu kan macem-macem tauuuu"

"Aku ga janji kalo yang itu hehe. Kan kamu tau aku gabisa tidur kalo kamu belum cium:'("

Mata Renjun bergulir dengan jengah, membiarkan ketika anak paman Lee yang sudah resmi jadi tunangannya bulan lalu itu memeluknya dengan erat.

"Udahan kan ngambeknya?"

"Siapa yang ngambek?"

"Nyonya Lee"

"Sembarangan!"

Renjun memukulnya, bukan pukulan keras yang bisa membuat Jeno sampai terluka. Renjun pun melakukannya sambil diam diam menahan tawa, menahan diri untuk tak terlalu senang ketika Jeno selalu memanggilnya begitu.

"Hehe"

"Issh, geli! Gausah ndusel-ndusel kan bisa! Masih siang tau!"

"Oh, berarti nanti malem boleh ndusel-ndusel kan ya? Hehe"

"Halah, terserah"

.
.
.

Hehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehehe

Hayyyyy~
Cuma mau kasih tau......
Aku ga kemana-kemana, cuma sibuk rebahan sana-sini wkwk

Semuanya aku cicil, pasti. Cuma ya gitu, aku juga butuh waktu hehehe. Maafkan dakoooohhhhh~❤

With love,
Peen

[2] Young, Love, and You || Noren ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang