Bagai memecahkan sebuah teka teki. Kau sulit ditebak, begitu rumit dan membingungkan. Tapi entah mengapa membuatku tertarik untuk ikut dalam duniamu.
***
Arga melihat adiknya yang saat ini tengah terburu buru memakan makan malamnya. Ia menggelengkan kepalanya pelan, tak biasanya Qinar sangat terburu buru seperti ini.
"Kamu makannya buru buru banget," kata Arga sambil melirik ke arah adiknya.
Qinar menaruh gelas yang berisi air yang baru saja ia teguk keatas meja, "Ada job."
Arga menaikkan sebelah alisnya, "Dimana? Tumben mendadak?"
Qinar mengedikkan bahunya, setelah makan malam bersama kakaknya selesai, ia segera menuju ke kamar dan bersiap siap. Arga hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah adiknya.
"Mau Kakak anter?" tawar Arga.
Qinar mengangguk singkat dan segera masuk ke kamarnya. Ia sudah mempersiapkan keperluannya sejak pulang sekolah tadi. Jadi, ia tinggal mengganti pakaiannya dengan hoodie yang berukuran over size.
Dirasa sudah selesai dan semua keperluannya sudah siap, ia mengambil gitarnya dan menyambar tasnya yang ada dimeja.
"Sini, Kakak bawain." Arga mengambil alih gitar Qinar dan membawanya masuk ke mobil.
Untungnya hari ini Yudha sedang lembur, jadi ia tak akan dimarahi jika pergi dengan membawa gitar. Arga menyalakan mesin mobilnya dan segera melaju ke tempat tujuan.
"Jalan cempaka nomor 19, Kak," kata Qinar yang diangguki oleh Arga.
Tiba tiba suara rintik hujan mulai terdengar dari atap mobil. Terdengar helaan napas yang keluar dari bibir Qinar. Arga melirik pada adiknya yang terlihat gelisah.
"Gak pa-pa hujan, kakak bakal anterin kamu sampe tujuan." Arga mengacak rambut Qinar pelan.
Qinar menghembuskan napasnya, masalahnya jika hujan ia yakini pasti jalanan akan licin dan selain itu juga akan macet. Ia melihat jam dipergelangan tangannya, menunjukkan pukul setengah delapan yang berarti setengah jam lagi ia harus sampai detempat tujuan.
"Tiga puluh menit lagi," kata Qinar dan diangguki oleh Arga.
Mobil jazz milik Arga berhenti bukan karena ada lampu merah ataupun menyebrang. Qinar mendengus kecil, sudah ia duga kalau ia akan terjebak macet. Ia menyandarkan kepalanya dikursi dan memejamkan matanya.
Arga tersenyum kecil, "Tenang, Kakak usahain kita sampai sana tepat waktu."
Lagi lagi Qinar hanya mengangguk, ia hanya pasrah dengan keadaan kota Jakarta yang saat ini tengah hujan dan ilanda macet disepanjang jalan. Entah akan berapa lama.
Ia kemudian membuka ponselnya dan berniat untuk memberi tau kalau mungkin ia akan sedikit telat untuk datang.
To +6281—
Maaf, nanti dateng telat. Macet.
Setelah pesan terkirim, beberapa saat kemudian ia melihat notifikasi WhatsApp masuk.
+6281—
Iya gak pa-pa ko, asal dateng ya.
Qinar hanya membuka pesan tersebut dan tak berniat membalasnya. Ia melihat ke arah luar dari balik kaca mobilnya, hujan semakin deras dan kemacetan semakin padat.
Untuk kesekian kalinya ia menghela napasnya gusar. Jam dipergrlengan tangannya telah menunjukkan pukul 19:40.
"Kayaknya telat dikit deh, Dek. Gak pa-pa, kan?" tanya Arga yang melihat perubahan raut wajah adiknya. Qinar hanya membalasnya dengan gelengan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...