Duapuluh Empat

1.1K 61 0
                                    

Ingin pergi atau berjuang sekali lagi?

***

Kedua kaki Qinar yang terbalut sneakers berwarna hitam terus menyusuri jalanan yang kini sudah sepi dikarenakan waktu yang telah menjelang sore. Pukul empat lewat lima belas, Qinar mendesah lelah. Ia ingin merutuki Arga, karena dirinya yang terlalu sibuk dengan kuliah hingga melupakan adiknya.

Qinar kesal, sangat kesal karena tidak ada yang menjemputnya saat pulang sekolah, jika biasanya Arga tak bisa menjemputnya akan memesankan taksi online, maka hari ini tidak sama sekali. Bahkan Ayahnya juga, apakah hari ini nasib Qinar memang harus jalan kaki sampai rumah?

Entahlah, Qinar rasa begitu karena terbukti sampai sekarang pun tak ada keajaiban seseorang yang datang menjemputnya dan sukarela untuk mengantar dirinya pulang. Bahkan, saat ini pun tak ada satu kendaraan yang lewat. Memang jika sudah sore seperti ini kendaraan akan jarang melewati jalan tersebut, jalan menuju perumahannya.

Namun dugaannya tak selalu benar, terbukti saat tiba tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat disebelahnya membuat langkahnya pun ikut berhenti. Namun hanya sebentar ia menghentikan langkahnya dan kembali berjalan tak memperdulikan mobil itu lagi.

"Qinar?!"

Panggilan tersebut akhirnya menginterupsi langkah cewek itu. Qinar berhenti dan membalikkan badannya dengan rambut yang menutupi setengah wajahnya, jika dilihat lihat sekilas mungkin ia sedikit menyeramkan.

Seorang wanita paruh baya turun dari mobil tersebut dan berjalan menghampiri Qinar. Seketika, wanita itu langsung memeluk tubuh Qinar dan mengelus lembut kepalanya, seperti seorang ibu yang merindukan anaknya.

"Kamu apa kabar?" tanya wanita itu yang akhirnya melepas pelukannya.

Qinar menyelipkan rambutnya kebelakang telinganya dan menatap wanita itu. "Baik."

Tanpa mengingat siapa wanita tersebut, Qinar sudah tau kalau dia adalah mamanya Edgar yang kebetulan bertemu dengannya saat ini. Qinar tidak tau sudah mengatakan berapa kali kalau setiap ia dekat dengan Hera ada desiran aneh yang membuat Qinar tak ingin jauh dari wanita tersebut.

Lamunan Qinar buyar saat ia merasakan telapak tangan lembut membelai kedua pipinya. "Kok kamu jalan kaki, Nak? Gak dijemput apa memang kamu gak bawa kendaraan?"

Qinar menggeleng. "Gak dijemput, Tan."

Hera mengangguk paham, ia menarik pergelangan tangan Qinar dan membawanya masuk ke mobilnya. Dan hal itu pun Qinar tak menolaknya ataupun memberontak.

"Kalau begitu biar Tante anterin kamu aja." Hera membukakan pintu untuk Qinar dan menyuruhnya masuk.

Qinar duduk tenang disebelah Hera, ia sempat melihat Edgar yang tengah tidur pulas dengan posisi terbaring dikursi penumpang dan tas sekolah yang ia jadikan bantal, entah mengapa ia merasa iba saat melihat Edgar dengan kondisi kakinya yang masih bengkak.

Hera pun segera menjalankan mobilnya setelah ia menyalakan mesinnya. "Makasih ya, Qinar."

"Buat?"

Hera tersenyum pada Qinar yang sama sekali tak Qinar pahami apa maksudnya. "Kamu udah nolongin Edgar kemarin."

Dan Qinar baru paham. "Iya."

"Tapi Edgar anaknya bandel, udah Tante bilangin jangan masuk sekolah dulu tapi alesannya dia mau ketemu kamu buat bilang makasih dan ngasih sesuatu sama kamu."

Qinar mengerutkan alisnya bingung, benar tadi saat disekolah dia bertemu dengan Edgar tetapi Edgar hanya berterima kasih padanya dan bukan memberikan apapun.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang