Sembilanbelas

1.1K 80 0
                                    

Dia gadis yang harus betul betul dijaga, bahkan setiap waktu karena suatu waktu dia bisa ngilang tanpa kabar.

***

Firza langsung berlari menghampiri Valdo dan memeluknya. Tepuk tangan meriah senantiasa terdengar dan hanya ditujukan oleh si pemenang balapan malam ini.

"Gila, sepupu gue emang terbaik deh, selamat ya," kata Firza seraya menepuk bahu Valdo beberapa kali.

Valdo berjalan dengan santainya kearah Edgar yang tengah menahan kekesalannya, ia tersenyum pada Edgar. Lebih ke senyuman mengejek.

"Gimana tadi sama perjanjiannya?" tanya Valdo membuat Edgar menatapnya malas.

Edgar melemparkan amplop coklat berisi uang tepat kearah Valdo dan dengan mudahnya Valdo tangkap. Valdo berdecih pelan, "Emang tampang gue ini matre banget ya?"

"Berapa sih yang lo minta?" sarkas Edgar.

Valdo mengembalikan uang itu pada Edgar dan menepuk bahu Edgar beberapa kali. "Gue gak butuh duit lo, cukup lo terima kekalahan lo dan jalani hukuman lo."

Sesuai perjanjian beberapa saat lalu kalau yang kalah akan menerima hukuman. Rahang Edgar mengeras saat mengingat apa yang ia ucapkan tadi, dan ia menyesalinya. Valdo yang melihat itu pun tersenyum.

"Rasain lo!" ejek Firza yang dihadiahi tatapan tajam oleh Edgar.

"Mending gak usah, Gar," kata Miko berbisik ditelinga Edgar.

"Gue bukan pengecut yang bisanya lari dari tanggung jawab!" balas Edgar.

"Gak perlu sampe bensin lo abis karena gue tau bensin lo masih full. Kan bisa bisa sampe pagi lo masih muterin nih lapangan kalo sampe bensin lo abis," kata Valdo dengan entengnya.

Edgar tampak tak suka dengan ucapan Valdo barusan. "Hanya orang pengecut yang gak bisa nepatin janjinya."

"Ya kalo lo masih mau lakuin apa yang lo bilang sendiri tadi, silakan gue gak masalah. Kan udah gue bilangin, jangan mutusin hukuman buat lo sendiri." Valdo mengedikkan bahunya seraya mengangkat kedua tangannya.

"Jangan ngajak ribut lo!" seru Miko membuat Valdo menaikkan sebelah alisnya.

"Siapa yang ngajak ribut, botol kecap!" balas Firza tak santai. "Kalo mau ribut sok weh, mangga!"

"Udah, Za!" peringat Valdo pada sepupunya itu.

Valdo kembali melirik Edgar. "Udah gak usah segala nagbisin bensin, cukup puterin aja noh lapangan pake motor lo!"

Valdo pun langsung berbalik dan menepuk bahu Firza mengisyaratkan untuk pergi dari sana. Sebelum itu, Valdo sempat berkata, "Lima puluh puteran aja kayak yang lo bilang tadi, ya. Udah! Gak usah banyak banyak entar capek."

"Semangat ya!" Firza tertawa mengejek kearah Edgar.

Setelahnya, Valdo dan Firza pun segera pergi dari sana dengan perasaan puas. Edgar menendang angin dengan kesal, bagaimana bisa tadi rencananya gagal. Padahal sedikit lagi ban motor Valdo mengenai paku, beruntungnya anak itu bisa menghindarinya.

"Arggh! Sialan!" umpatnya dengan kesal.

***

Mobil jazz yang ditumpangi Qinar tengah melaju membelah jalanan kota Jakarta yang begitu padat pagi ini. Masih menunjukkan pukul sembilan lewat lima, tetapi keadaan jalan raya masih terbilang cukup ramai.

Kehidupan Qinar yang terbilang monoton, tetapi tidak membosankan untuknya. Karena dirinya juga yang terlalu santai sehingga membuat hidupnya itu monoton dan terkesan membosankan. Tapi hari ini Qinar isi waktu liburnya untuk pergi ke makam ibunya dan setelah itu membeli buku agar dirinya pun juga tak membonsankan bila hanya berdiam diri didalam rumah.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang