Ada berjuta-juta orang didunia ini, lalu kenapa harus kamu?
***
"Mama gak tau harus marahin kamu kayak gimana lagi, Edgar. Mama udah capek! Kosa kata Mama udah habis cuman buat omelin kamu!" Wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu duduk disofa sembari memijit pelipisnya.
Sedang, laki-laki yang ada disebelahnya hanya menundukkan kepalanya, menatap kedua ujung sepatunya dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Edgar tersentak saat tiba-tiba telinganya seperti ada yang menarik dan dugaannya benar kalau mamanya lah pelakunya.
"Aduh! Sakit, Ma! Lepasin!" Edgar merintih kesakitan seraya mencoba menjauhkan tangan mamanya dari telinganya.
"Kamu tau kan kalo Mama gak bisa omelin kamu, anggota tubuh kamu yang jadi gantinya," ujar wanita itu seraya terus menarik telinga anaknya itu.
Edgar tau kebiasaan mamanya, kalo mamanya tak bisa mengomelinya maka fisik Edgar yang jadi sasarannya. Jika tidak dicubiti hingga berwarna biru ya pasti akan dijewer hingga telinganya merah. Bukannya jera, Edgar malah bertambah bandel membuat mamanya itu pusing tujuh keliling.
"Ma, tadi aku udah dihukum seharian disekolah masa mau dihukum lagi. Capek tau," keluh Edgar berharap mendapat perhatian dari mamamya itu.
"Apa? Capek ya? Mau Mama pijitin?"
Edgar segera menghindar saat tangan mamanya hendak beralih keanggota tubuhnya, bukan pijit tapi jatoh nya akan cubit. "Eh! Gak usah, makasih."
"Kamu itu ya, selalu aja bikin kesel plus bikin malu Mama. Kamu Mama sekolahin disekolah Negri itu buat belajar, bukan berantem, tawuran sama nyiksa orang, Edgar!" omel mamanya yang sudah pusing dengan kelakuan anak semata wayangnya ini.
"Maaf." Satu kata itu yang selalu keluar dari mulut Edgar seusai mamanya mengomelinya.
"Maaf, maaf, maaf aja terus! Habis itu kamu lakuin kayak gitu lagi, kesel Mama!" Wania itu menyandarkan punggungnya pada sofa. "Asal kamu tau tadi Mama habis dihina sama anak perempuan disana."
Edgar menoleh sempurna pada mamanya. "Apa? Dihina? Siapa, Ma?"
"Gegara Mama gak sengaja nabrak dia sampe numpahin minuman ke seragamnya, Mama diomelin dan dihina sama gadis itu. Padahal Mama udah minta maaf masih aja diomelin, emang gak ada sopan santunnya sama sekali dia. Dan itu gegara kamu, Mama harus bela belain ke sekolah dan cari ruang BP sampe nabrak orang," cerocos mamanya membuat kepala Edgar pusing.
Edgar mendudukkan dirinya disamping mamanya. "Emang siapa yang udah berani ngomelin Mama aku? Siapa mamanya, Ma?"
"Kalo gak salah tadi Mama baca badge nya si namanya Erren."
Dahi Edgar mengerut sempurna saat mamanya mengucap nama kekasihnya. "Kayaknya gak mungkin deh, Ma. Mama salah baca kali."
"Iya, Gar, emang bener kok. Terus habis itu, Mama ketemu sama gadis dia baik dan cantik banget, dia mau nganterin Mama ke ruang BP," kata mamanya sembari kembali teringat pada sosok gadis itu. "Tapi, dia sikapnya rada aneh plus dingin gitu."
"Siapa namanya?" tanya Edgar.
"Namanya Qin—"
"Assalamu'alaikum!"
Ucapan mamanya langsung terpotong begitu seorang pria paruh baya mengucap salam dan masuk kerumahnya.
"Wa'alaikumsalam," ujar mereka dan menyalami pria paruh baya itu.
"Hera, kenapa Edgar baru pulang?" tanya pria itu pada istrinya—Hera—mamanya Edgar.
Hera mengedikkan bahunya acuh. "Tanya sama anak kamu sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...