Empat Puluh Lima

1K 53 3
                                    

Ada dihadapan atau dalam angan, di beranda rumah atau dalam doa kau tetap ilusi yang bodohnya tetap aku hidupi.

***

Edgar menggeret Qinar keluar dari loker dan menghempaskan tubuh Qinar begitu saja hingga punggung gadis itu membentur tembok dan membuatnya meringis menahan nyeri disekujur punggungnya.

Qinar menatap Edgar dengan penuh pertanyaan diotaknya dan menerka nerka apa kesalahannya kali ini hingga membuat saudaranya itu murka padanya. Dan jujur, Qinar merasa tidak melakukan apapun.

"Lo gak usah pura-pura bego!" bentak Edgar dengan suaranya yang sudah naik satu oktaf.

Untung saja KBM masih berlangsung sehingga tidak ada anak anak yang akan menonton berdebatan mereka. Ralat, bukan perdebatan melainkan kemarahan Edgar pada Qinar.

"Apa? Aku gak ngerasa ngelakuin kesalahan." Qinar menjawabnya dengan santai.

Edgar mengepalkan tangannya dan meninju tembok yang berada disebelah Qinar hingga gadis itu memejamkan matanya karena terkejut. "Jangan berlagak bodoh deh lo!"

Qinar memang tidak merasa melakukan kesalahan apapun hari ini, jadi untuk apa ia berbohong pada Edgar. "Bodo amat."

Qinar hendak menjauh dari Edgar tapi, tangan Edgar sudah berhasil menjangkau pergelangan tangannya hingga Qinar pun menatap tajam Edgar. "Apa?!"

"Lo kan yang udah ngebongkar semuanya! Kalau kita saudara!" balas Edgar to the point.

"Bukan aku." Dan lagi lagi Qinar menjawabnya dengan santai.

Edgar mencengkeram kuat lengan Qinar dan membuat cewek itu merintih kesakitan. "Gue udah pernah bilang ke lo buat tutup mulut dan jangan pernah kasih tau ke siapapun kalau lo saudara gue!"

Qinar menyentak tangan Edgar dengan paksa dan menatapnya tajam. "Semua bakal kebongkar pada waktunya!"

"Terus, siapa kalo bukan lo?!" tanya Edgar sarkastik. "Sedangkan yang tau cuman gue sama lo disekolah!"

Qinar menatap Edgar tak percaya, sebegitu bencinya saudaranya itu padanya hingga ia lupa kalau ia pun sudah memberi tahu kepada temannya sendiri.

"Sepintar apapun menyembunyikan rahasia, pasti semua bakal ke ungkap dengan sendirinya!" balas Qinar dengan mimik wajah datarnya.

Plak!

Edgar menampar pipi kanan Qinar meluapkan emosinya yang sejak tadi ia pendam. "Gue gak bakalan segan segan bunuh lo kalau satu sekolah tau lo saudara gue!"

Qinar memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan keras dari Edgar. "Sebegitu bencinya kamu sama aku?!"

"Iya! Karena gue malu punya saudara penyakitan dan kelainan kepribadian kayak lo! Dan gue gak akan anggep lo saudara sampai lo mati sekali pun! Lo itu pembawa sial di keluarga gue!!" sentak Edgar membuat mata Qinar memanas.

"Jangan pernah menyesal pernah mengatakan itu!" tukas Qinar bersusah payah menahan air matanya yang hampir jatuh.

Edgar tertawa sinis. "Gue gak akan pernah nyesal! Gak usah berharap terlalu tinggi. Ngaca diri lo siapa? Apa yang perlu disesali kalau kehilangan saudara kayak lo. Justru itu jadi kesenangan tersendiri buat gue."

"Sampai kapan gak mau nerima kenyataan?" Qinar bertanya dengan suara yang bergetar.

"CUKUP! Gue bilang cukup! Gue benci sama lo dan sampai kapan pun gue gak bakal nerima kenyataan kalau kita saudara! Lo camkan itu!" tegas Edgar dengan mata yang dipenuhi kabut kemarahan.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang