Duapuluh Tujuh

1K 68 2
                                    

Jangan rapuh, semesta terlalu sibuk untuk mengasihimu.

***

Pagi pagi sekali, tepat hari minggu dimana sekolah Qinar libur dan pada pukul enam tepat, Arga sudah mengemasi barang barang yang akan Qinar bawa. Sebenarnya Arga tak ingin adik angkatnya itu pergi meninggalkannya, tetapi kalau pun Qinar disini mungkin ia tak akan tenang.

"Udah siap kan, Dek?" tanya Arga pada Qinar yang sudah siap dengan segala keperluannya.

"Udah."

Arga menghampiri Qinar dan mengelus lembut kepalanya. Diamatinya wajah Qinar sesaat, hingga matanya jatuh pada lingkaran hitam yang ada dibawah mata Qinar. Dan Arga tau selama semalam Qinar memang tidak tidur hingga menyebabkan mata Qinar dibagian bawahnya menghitam.

"Aku gak yakin Ayah kandungku terima aku," lirih Qinar seraya menggenggam erat tali tas selempang nya.

"Kamu jangan bilang gitu, kamu bilang Tante Hera baik. Dia adalah Ibu mu yang selama ini mencari cari kamu," ujar Arga sembari menyelipkan rambut Qinar ke belakang telinganya. "Ayok!"

Arga pun menggandeng Qinar seraya membawa kopernya. Sampai diluar kamar Qinar, terlihat Yudha yang tengah membaca koran dengan santai dan ditemani dengan secangkir kopi. Yudha sempat melirik keduanya, namun segera ia abaikan dan kembali fokus pada aktivitasnya.

Arga yang melihat itu pun menggelengkan kepalanya dengan kedua alis yang menaut. "Yah, aku mau anterin Qinar kerumah Om Wira dulu."

Tak ada jawaban sama sekali dan membuat Arga jengkel. Ia pun akhirnya memutuskan untuk langsung pergi setelah berpamitan pada Yudha yang sama sekali masa bodoh dengan mereka.

"Ayah marah," beo Qinar yang masih dapat didengar oleh Arga.

Arga berdecak pelan sembari membukakan pintu mobil untuk Qinar. "Biarin Ayah marah, toh dia udah gak peduli, kan sama kamu. Lagipula dia bukan Ayah kamu jadi jangan ngarep kasih sayang sama dia."

"Jangan gitu, Kak!" peringat Qinar.

"Emang nyatanya, kan?" kesal Arga mengingat perlakuan Yudha semalam. "Sudah, masuk!"

Setelah Qinar masuk dan disusul Arga, Arga pun segera menyalakan mesin mobilnya dan pergi menuju rumah Wira. Qinar was was, pasti akan ada masalah lagi setelah ini, apalagi dengan Edgar, apa yang akan ia katakan pada cowok itu nanti.

Apakah Edgar nerima aku?

Qinar pun menepikan pemikiran itu dan kembali mengingat kalau ayahnya memang benar benar sudah tidak menyayangi nya lagi. Terbukti saat Qinar hendak pergi dari rumah sama sekali Yudha tak memperdulikannya.

Ia ingin menangis namun percuma, siapa yang hendak ia tangisi? Jika ia ingin menangisi takdirnya yang terlahir seperti ini pun tak akan pernah bisa mengubah takdir tersebut. Maka dari itu dalam pikirannya percuma pula menangis.

Simpan air matamu untuk nanti.

Iya, simpan air matanya untuk nanti, ia sudah bisa menebak kalau nanti ia pasti akan menangs lagi. Jadi tak ada gunanya menangisi sesuatu hal yang sudah terjadi. Tetapi, nyatanya prinsipnya itu hanya diucapkan dalam pikirannya tetapi hatinya tak bisa berbohong kalau ia sebenarnya rapuh saat ini. Terbukti karena saat ini pun air matanya sudah lolos.

"Udah, gak ush nangis terus!" Tiba tiba tangan Arga terulur untuk menghapus air mata Qinar. "Kita udah sampe."

Qinar segera menghapus air matanya ketika melihat ia sudah berada didepan rumah mewah milik Wira. Mereka pun segera turun dari mobil bersamaan. Qinar menatap rumah tersebut dengan penuh harap. Berkali kali Qinar berdoa dalam hati agar keluarga kandungnya mau menerimanya.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang