Empat Puluh Tujuh

1K 62 5
                                    

Dia tidak pernah menolak bukan berarti dia suka, hanya saja dia takut kamu terluka.

***

Malam ini, Firza putuskan untuk menemui Dania. Sepulang dari rumah sakit, ia menghubingi Dania dan memintanya untuk bertemu di sebuah kafe tempat biasa dirinya, Valdo dan Dania bertemu.

Cafe Library, yang saat ini tengah Firza datangi. Ia segera masuk ke tempat tersebut begitu ia sampai disana. Sebelumnya, ia melirik arloji hitam dipergelangan tangan kirinya, baru menunjukkan pukul tujuh malam.

Sesampainya didalam, Firza mengamati ke segala penjuru kafe yang hari ini kebetulan sangat ramai para anak remaja yang datang untuk sekedar nongkrong bersama teman sambil menikmati Wi-Fi. Terlebih ini saturday night, wajar jika tempat tersebut dibuat penuh oleh para couple couple.

Hingga tatapan Firza jatuh pada seorang cewek dengan rambut sebahu yang di gerai. Firza segera menghampiri Dania dan langsung duduk didepan cewek itu. Sekilas Dania tersenyum canggung.

"Lama ya, Dan?" Pertanyaan yang harusnya tidak perlu di pertanyakan. Firza mengajaknya janjian pada pukul setengah tujuh, tapi ia baru sampai setengah jam setelahnya.

"Sorry banget ya Dan, soalnya gue harus ke rumah sakit dulu tadi."

Dania beralih menatap Firza dengan alis mengerut. "Siapa yang sakit?"

"Qinar," kata Firza disertai helaan napasnya pelan, "sakitnya kambuh lagi dan malah bertambah parah."

Dania sebenarnya tidak terlalu tau menau tentang kondisi Qinar karena cewek itu lah yang paling Dania segani dan hindari. "Emang, Qinar sakit apa?"

"Lo sama sekali gak tau?" Firza bertanya dan dibalas gelengan oleh Dania. "Skizofrenia sama hemofilia. Paling parah skizofrenia."

Dania menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Tak menyangka kalau gadis yang ia takuti dan bukan hanya dirinya, bahkan hampir seluruh sekolah pun takut ternyata memiliki sisi lemah yang tidak pernah diketahui oleh siapapun. Gangguan kepribadian, yang tidak mengetahuinya pasti akan menganggap gangguan kejiwaan.

"Kok lo bisa tau, Za?" tanya Dania yang masih tak percaya.

Firza memutar bola mata malas. "Iyalah! Gara gara Valdo gue ikut terlibat dalam hal ini. Awalnya gue males kalau harus bersangkutan sama Qinar, tapi kalau dipikir dua kali Qinar lebih menderita."

"Untungnya gak kena alter ego," ucap Dania tiba tiba.

Firza mengerutkan dahinya sembari menatap Dania penuh tanya. "Memangnya kenapa kalau kena alter ego?"

"Jangan sampai deh, Za. Dia akan lebih sulit ngenalin dirinya sendiri, dan penyembuhannya juga gak segampang nyembuhin orang sakit demam. Dan penderita alter ego, lebih gampang trauma, stres dan depresi berlebihan bahkan sebagian bisa bunuh diri."

Firza manggut manggut setelah mendengar penjelasan singkat Dania. "Apa lo tau kalau sekarang Qinar udah butuhin psikiater?"

"Artinya lebih parah dari sebelumnya?" Pertanyaan Dania dibalas anggukan oleh Firza.

Dania tak percaya dengan apa yang menimpa Qinar. "Apa pernah terjadi sesuatu sama Qinar?"

Firza mengedik tak tau, "Tapi, sebelum dia dibawa ke rumah sakit dia sempat kekunci ditoilet."

Dania tersentak dengan penejelasan singkat Firza barusan. Dan ia kembali nostalgia bagaimana kejadian ini pernah menimpa Tamara sebelumnya. "Lo seriusan?"

"Gue gak bohong sama lo, Dan. Gue yakin lo pasti ingat sama kejadian yang pernah nimpa Tamara dulu, kan?"

Dania mengangguk, "Udah! Gue gak mau bahas itu lagi. Tujuan awal kita ketemuan itu apa, Za?"

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang