Duapuluh Delapan

1K 60 0
                                    

Bukan tentang siapa yang benar atau siapa yang salah. Tapi tentang siapa yang lebih dulu mau mengalah.

***

Plak!

"Papa, Cukup!" Edgar langsung berjalan dan merengkuh Hera ketika tangan Wira mendarat mulus di pipi kanan Mamanya.

"Apa kamu juga ingin membela gadis itu?!" sentak Wira sembari menunjuk ke arah Qinar.

Edgar menggeleng pelan. "Disini aku gak bela siapa siapa, tapi kelakuan Papa udah keterlaluan sama Mama. Dan aku gak pernah punya saudara! Saudaraku udah meninggal!"

Mereka terkejut atas ucapan terakhir Edgar, terkecuali Wira yang tampak senang dengan ucapan anaknya itu. Hera melirik pada Edgar dengan tatapan penuh tanya dan heran.

"Kenapa kamu bilang seperti itu?" tanya Hera dengan suara yang bergetar.

"Karena aku gak percaya kalau Qinar itu Rachel," jawab Edgar sembari melirik pada Qinar.

"Maaf sebelumnya, jika salah satu dari kalian masih ada yang gak percaya, aku membawa semua berkas berkas yang pernah Om Wira berikan dulu kepada Ayah saya. Dari surat pemberian hak asuh anak, akta kelahiran asli, hingga kartu keluarga asli." Arga pun meletakkan map plastik berwarna biru diatas meja.

Yang pertama kali menyentuhnya adalah Hera, perlahan tangan Hera membuka map tersebut. Ia percaya kalau Qinar memang anak kandungnya dan tanpa diberikan bukti pun ia akan tetap percaya hal itu.

Hera menutup mulutnya seraya kembali menangis ketika membaca berkas tersebut. "Kamu memang Rachel."

"Itu pasti palsu!" sergah Wira merampas berkas tersebut dari tangan Hera.

"Semua berkas itu tidak mungkin palsu, Om. Ayah saya menjaga dengan baik semua bukti bukti itu," kata Arga membela.

Wajah Wira berubah menjadi pucat pasi ketika mengetahui ternyata Qinar memang benar anaknya. Ia tidak ingin menerima kenyataan bila ia memiliki seorang anak yang menderita gangguan kepribadian.

"Ini tidak mungkin!" Wira membuang asal map beserta isinya itu hingga berserakan kemana mana. "Ingat! Aku tidak akan pernah mau menerima Qinar! Meski ia tinggal dirumah ini sekalipun aku tidak akan menganggapnya ada disini!"

"Itu terserah kamu, Qinar adalah anakku dan aku berhak memberikan kasih sayang padanya seperti hal nya aku sayang kepada Edgar," balas Hera tak peduli dengan sikap suaminya. "Aku tidak masalah kalau kamu gak pernah menganggap Qinar. Tapi aku berpikir keras, Ayah macam apa kamu ini yang tega ingin membuang anaknya sendiri hanya karena perbedaan kepribadian."

"Aku melakukan itu demi kebaikan!" balas Wira tak ingin mengalah.

"Kebaikan apa?! Apa setelah kamu membuang anakmu maka hidupmu akan jauh lebih tenang? Bahkan, kamu bahagia disaat aku sedang sedih saat kehilangan Rachel, manusia macam apa sih kamu?!"

Edgar yang sudah muak dengan perdebatan tersebut pun memilih pergi dari rumah dan menenangkan pikirannya yang tengah kacau.

"Aku gak peduli!" sentak Wira. "Cukup! Aku tidak ingin lebih lama berdebat dan aku juga tak ingin lebih lama berada bersama dengan gadis yang lebih mirip mayat hidup itu!"

Wira pun langsung pergi dari sana setelah mengucapkan kata kata yang menohok hati Qinar berulang kali. Hera hanya diam dan tak bisa berbuat apa apa. Sungguh, Wira memang Ayah yang sangat kejam.

Qinar mencengkeram kuat kepalanya yang terasa pusing. Arga yang melihat itu pun langsung menahan tubuh Qinar. Hingga darah segar pun mengalir dari salah satu lubang hidungnya. Arga langsung mengambil sapu tangan dan mengelap darah tersebut, ia pun mendudukkan Qinar disofa.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang