Hidup adalah serangkaian kebetulan, kebetulan adalah takdir yang menyamar.
***
Derai hujan deras yang saat ini tengah mengguyur kota, membuat Qinar mengeratkan sweater abu abu yang kini telah melekat ditubuhnya. Sembari menunggu Edgar bersiap siap, Qinar menghabiskan caramel latte nya terlebih dahulu. Mungkin, jika tak dipaksa Hera, Edgar akan menolak untuk berangkat sekolah bersama saudarinya.
Beberapa kali Qinar melirik jam dipergelangan tangannya yang hampir menunjukkan pukul 06.30 tapi belum ada tanda tanda Edgar muncul dari kamarnya. Ia resah sendiri dibuatnya, sedangkan kedua orang tuanya sudah sejak pagi berangkat ke New York untuk melaksanakan rapat dari kantor. Yang berarti Qinar tinggal dirumah bersama Edgar. Bukan mimpi buruk untuknya, mungkin.
Derap langkah kaki yang terdengar dari tangga membuat Qinar langsung menoleh ke sumber suara. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan dibelakang Edgar. Bola mata Edgar merotasi, terdapat rasa kesal ketika ia menatap wajah Qinar, namun ada rasa berbeda saat tatapan mata mereka bertemu. Dan sebisa mungkin Edgar menghindari tatapan dari cewek itu.
"Lo ngapain duduk dibelakang? Lo kira gue supir lo apa?! Cepet pindah!" ketus Edgar saat melihat Qinar yang sudah duduk di kursi belakang kemudi.
Tanpa membantah, Qinar segera berpindah duduk disebelah Edgar. Ia menghela napasnya pelan, pusing kembali menyerangnya kali ini namun sebisa mungkin ia menahannya dengan menyandarkan kepalanya ke belakang seraya menatap kearah luar yang masih hujan.
Matanya terus menatap dan memperhatikan tetesan air hujan yang menempel dibalik kaca mobil yang saat ini ditumpanginya. Edgar menatap Qinar yang tengah sibuk memerhatikan derai air hujan, kemudian menggelengkan kepalanya heran.
"Yah! Macet lagi!" umpat Edgar ketika mobilnya berhenti di lampu merah dengan barisan kendaraan yang amat panjang. Ia beberapa kali mendesah kesal dan Qinar yang melihatnya hanya bisa diam tanpa peduli.
Dan ketika gadis itu kembali menatap kearah luar, tak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan mata seorang cowok yang berada didalam mobil sport berwarna kuning. Dan saat itulah Valdo menurunkan kaca mobilnya dan langsung tersenyum pada Qinar.
Tanpa membalas senyuman itu, Qinar memalingkan wajahnya dan langsung beradu tatapan dengan Edgar. Tatapan tajam Qinar tak pernah lepas dari dirinya, bahkan tanpa ia sadari.
"Lo tuh nyusahin gue tau gak?!" omel Edgar sembari membalas tatapan tajam Qinar. "Dan tatapan lo, udah bikin gue tambah benci sama lo."
Lagi lagi Qinar hanya diam dan beralih menatap lurus kedepan tanpa minat untuk menjawab omelan dari Edgar.
"Andai waktu itu lo emang bener bukan saudara gue, mungkin gue udah jatuh hati sama lo." Edgar menjalankan mobilnya kembali saat dirasa keadaan jalanan kembali normal.
Edgar menatap Qinar sekilas dan kembali fokus pada jalan raya. "Lo cewek kaku yang udah bikin gue jatuh hati sejak lo nolongin gue untuk pertama kalinya."
Qinar masih setia diam tapi ia mendengarkan segala celotehan Edgar. Baginya semua ucapan Edgar itu nampak biasa dan tak ada artinya untuk Qinar. Sama sekali Qinar tak perduli.
"Dan setelah gue tau yang sebenernya, dengan mudahnya semua rasa itu hilang dalam sekejap. Lo tau apa alasannya? Karena mulai saat itu gue benci, kenapa harus lo yang jadi saudara gue?! Dan buat hati gue hancur?!" Edgar menghentikan mobilnya yang kini sudah sampai didepan gerbang sekolah.
Qinar membuka pintu mobil dan sebelum ia keluar, ia sempat berkata pada Edgar. "Gak peduli."
Edgar mencengkeram stir mobilnya menahan kekesalannya. Jika dia tak peduli, maka mulai sekarang, ia tak akan perduli dengan apapun yang akan terjadi pada gadis lugu itu yang notabenenya sekarang menjadi saudarinya, saudara yang paling ia benci mulai saat ini dan entah sampai kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...