Jika aku mau, aku pun bisa seperti mereka yang menjalani hidupnya dengan normal. Tetapi ada suatu hal yang mengharuskan ku untuk tidak seperti mereka.
***
Sebuah mobil jazz berwarna merah berhenti tepat di depan gerbang sekolah yang bertuliskan 'SMA ATLANTIC'. Seorang gadis dengan seragam OSIS lengkap turun dari mobil tersebut. Beberapa saat setelah mobil itu pergi, gadis tersebut menatap ke arah para siswa siswi yang amat antusias dan penuh semangat datang ke sekolah tersebut untuk menimba ilmu. Mungkin.
Hari masuk sekolah kembali tiba setelah menghabiskan waktu libur yang panjang. Senyum sumringah bertebaran sana sini. Tentu saja karena hari pertama sekolah adalah hari menyambut teman baru juga kelas baru.
Tapi, gadis yang tengah berjalan memasuki gerbang sekolah itu tak menampakkan ekspresi apapun. Ia tetap berjalan dengan wajah datarnya. Baginya kembali masuk sekolah atau pun tidak itu sama saja, karena tak hanya disekolah ia belajar, tapi dirumah pun ia belajar.
Helaan napas panjang terdengar dari gadis yang tengah berdiri tak jauh dari mading yang dikelilingi para siswa siswi yang hendak melihat dimana kelas mereka tahun ini. Gadis itu memilih duduk di bangku yang tak jauh dari mading dan mengeluarkan earphone dari tas nya. Ia memilih untuk mendengarkan lagu kesukannya sembari menunggu kerumunan itu menghilang dari pandangannya.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya kerumunan pada siswa itu pun menghilang. Ia berjalan kearah mading dengan earphone yang masih menyumpal sebelah telinganya. Ia melihat satu persatu baris nama yang tertera disana. Ia membalikkan lembar pertama setelah ia tak melihat namanya di lembar tersebut.
Jari telunjuknya terus meng-absen satu persatu deret nama dilembar tersebut. Hingga ia menemukan namanya yang tertera jelas dengan huruf kapital disana.
DELBAR QINARA GAVRILL XI IPA 1.
Ya, satu tahun ke depan ia akan menempati kelas IPA 1 yang dikenal sebagai kelas unggulan disekolah Atlantic. Ia berharap ketenangan akan selalu berpihak padanya selama ia berada dikelas tersebut. Semoga saja.
Perlahan kakinya melangkah menuju kelas IPA 1 yang letaknya tepat disebelah perpustakaan. Ia mulai melangkah masuk kedalam kelas. Dan dengusan malas tak sengaja keluar dari bibir Qinar. Baru satu langkah masuk ke kelas tersebut, suara bising dan ribut sudah memenuhi gendang telinganya.
"Berisik!" desisnya tanpa mengeluarkan suara.
Namun tiba tiba kelas yang tadinya ramai kini diselimuti keheningan saat Qinar berjalan ke arah meja nomor tiga pojok kanan yang hendak ia tempati. Tatapan memicing, aneh, dan was-was dari para siswa siswi yang melihatnya sama sekali tak dipermasalahkan oleh gadis berkulit putih pucat itu.
Ia tau kalau ia tak disenangi oleh para murid disekolah ini karena dirinya yang jarang banyak bergaul. Bukan jarang, tapi tidak suka bergaul. Bahkan, satu teman saja ia tak punya. Bukan karena tak ada yang berteman dengannya, tapi karena ia yang lebih suka menyendiri dan tak suka bersosialisasi.
Dirinya terpaksa mengakhiri homeschooling dan memutuskan untuk beralih disekolah umum karena permintaan ayahnya, untuk itu ia tidak suka banyak bergaul. Terkadang para murid disekolah itu pun menganggap Qinar itu tidak pernah ada disekolah ini karena mereka yang tidak suka dengan sosok Qinar.
Ia menaruh tasnya diatas meja dan mengeluarkan novelnya seraya kembali mendengarkan musik kesukaannya. Untungnya meja dikelas ini disusun satu persatu, sehingga ia tak akan terganggu dengan adanya teman sebangku.
Suara bisik bisik para siswi terdengar di indera pendengarannya. Ia tau kalau dirinya yang sekarang tengah mereka bicarakan. Tapi, Qinar masa bodoh dengan itu. Ia sudah terbiasa seperti itu. Memang, orang yang tak mengetahui sifat Qinar pasti akan membicarakan tentang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...