Akan ada saat dimana semua akan pergi. Terkadang kita lupa bahwa disetiap ada pertemuan pasti akan ada saat perpisahan.
***
Valdo mengangkat tubuh Qinar dan segera membawanya turun dari rooftop. Namun tiba tiba ia berhenti saat merasakan tetesan air dari langit. Sontak teman temannya pun ikut berhenti dan bertanya tanya.
"Kenapa berhenti, Do?" tanya Erren sembari membantu Tamara duduk kembali di kursi rodanya.
Valdo tak menjawab, melainkan mendongakkan kepalanya menatap langit yang kini telah diselimuti awan mendung. Ia menelan salivanya, tidak ada yang mengerti akan seperti apa keadaan Valdo selain Firza.
"Do, jangan dipaksain kalo gak bisa. Liat cuacanya mendung gini, mending lo gak usah ikut biar kita yang anterin Qinar," tutur Firza seraya menepuk sebelah bahu sepupunya.
Valdo beralih menatap wajah Qinar yang ada dalam gendongannya. Darah yang terus menerus keluar dari lubang hidung cewek itu membuat dirinya tak tega meninggalkan Qinar. Ia ingin terus bersama dengan gadis itu.
"Tunggu! Itu darah apa?" Tamara menunjuk pada baju seragam Valdo bagian belakang yang terkena noda darah.
Erren meraih lengan Qinar dan ternyata siku cewek itu lecet hingga mengeluarkan banyak darah. "Ini pasti gara gara Edgar tadi!"
"Ren, cepet bawa mobil lo ke lapangan sekarang, kelamaan kalau kita nunggu ambulance," tukas Valdo yang langsung diangguko oleh Erren.
Valdo melanjutkan langkahnya menuju lapangan begitu juga Firza yang membantu Tamara mendorong kursi rodanya.
Kini, tetesan air hujan mulai deras dan Valdo tetap pada pendiriannya. Ia tidak akan dan tidak mau meninggalkan Qinar. Sedang Firza sudah cemas sendiri.
"Do, lo yakin mau ikut? Abis ini pasti lo kumat," kata Firza kembali bertanya pada Valdo.
"Gue gak pa-pa, Za gue bakal nemenin Qinar." Dan Valdo tetap bersikeras. "Ra, lo udah kabari keluarganya Qinar?"
"Iya, Do," balas Tamara.
Mobil Erren sampai didepan mereka dan mereka pun bergegas masuk ke mobil dengan Tamara yang dibantu oleh kakaknya juga Firza.
"Ren, lo ngebut dikit ya soalnya darah dilengannya Qinar gak mau berenti," ucap Valdo sembari menahan darah yang terus menerus keluar dari lengan Qinar dengan dasinya.
Erren mengangguk setuju dan menambah kecepatan laju mobilnya. Tamara yang melihat kondisi Qinar sangat prihatin. Tidak menyangka sahabatnya akam serapuh ini.
"Sebenernya Qinar sakit apa, Do?" tanya Tamara sembari menolehkan kepalanya ke belakang.
Valdo menghela napasnya berat. "Hemofilia dan ditambah gangguan kepribadian."
Tamara terkejut, ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Gangguan kepribadian? Dan hemofilia?"
"Iya." Valdo kembali menatap wajah Qinar yang bersandar pada bahunya. "Gangguan kepribadian ia alami semenjak kehilangan lo dan dikucilkan oleh teman temannya."
"Terlebih setelah dia tau kalau Edgar saudaranya, ia makin tersiksa karena sikap dan perlakuan Edgar yang ditujukan padanya," tambah Firza membuat Tamara kian bersalah.
"Ini semua salah gue," lirih Tamara.
Erren langsung menatap sempurna pada adiknya. "Jangan nyalahin diri sendiri! Ini semua terjadi karena Edgar, juga gue yang terus terusan nge-bully Qinar."
"Gak paham lagi sama Kakak, kenapa sih sebenci itu sama Qinar?" Mata Tamara berkaca kaca menatap Kakaknya yang ada disebelahnya.
Erren tak menjawab karena tujuan mereka kini sudah sampai. Ia memarkirkan mobilnya dan Valdo bergegas membawa Qinar masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...