Enam

2K 106 6
                                    

Diamnya seseorang bukan berarti sombong. Mungkin ada suatu hal yang mengharuskannya untuk diam dan memendamnya sendirian.

***

Qinar menyambar tas gendongnya dan langsung keluar dari kamar menemui Kakaknya. Tetapi, setelah ia sampai diruang makan, ia tak melihat batang hidung Arga. Yang ia lihat hanyalah Yudha.

"Kemarilah, Qinar," ajak Yudha saat melihat putrinya yang hanya berdiri didepan pintu kamar.

Qinar pun menghampiri ayahnya dan duduk didepannya. "Kakak mana?"

"Hari ini kamu Ayah yang anter. Kakakmu ada kuliah pagi soalnya, jadi dia gak bisa datang telat ke Kampus," jelas Yudha yang diangguki oleh Qinar.

"Tapi, pulangnya Ayah gak bisa jemput, kamu naik taksi gak pa-pa kan?" sambung Yudha.

Qinar menggeleng pelan sambil mengoleskan mentega diatas rotinya. Harapan Qinar, semoga hanya hari ini Arga tak bisa mengantarnya.

"Oh ya! Ini Arga sudah menyiapkan bekal kesukaanmu. Kali ini dia bikinin kamu nasi goreng keju, kamu pasti suka." Yudha mengacak pelan rambut Qinar dan menaruh bekal tersebut disamping Qinar.

Dan mereka berdua pun menyantap sarapan mereka masing masing. Hanya berdua, jika seharusnya berempat kini hanya tinggal berdua. Qinar menghela napasnya pelan.

Arga memang sosok kakak yang baik untuk Qinar, bahkan sosok Arga bisa menggantikan Ayah sekaligus Ibunya yang selalu mengurus Qinar. Itulah mengapa Qinar sangat menyayangi Arga.

Qinar menengok kearah jam dinding sebelah kanannya, ia pun meraih gelas susunya dan meneguknya hingga tandas. Setelah ia memasukkan bekalnya kedalam tas barulah ia bangkit dari duduknya.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Yudha yang melihat jam menunjukkan pukul 06:10.

Qinar mengangguk dan ia pun keluar rumah terlebih dahulu dan disusul oleh Yudha.

Sepanjang perjalanan Qinar terus mengamati luar melalui kaca jendelanya. Tak ada senyuman sedikitpun di wajah gadis itu. Dan Yudha memang sudah mengenal putrinya itu sejak lama. Memang begitu sikapnya.

Beberapa saat kemudian mobil yang ditumpangi Qinar pun berhenti tepat didepan gerbang sekolah. Qinar mencium punggung tangan Ayahnya dan langsung keluar dari mobil.

Kedua kaki Qinar yang terbalut sepatu sekolah itu melangkah menyusuri lorong sekolah yang tampaknya sudah ramai. Ia segera masuk kelasnya setelah membaca mini board yang bertuliskan XI IPA-1.

Setelah ia mendudukkan dirinya dibangku, ia mengeluarkan sebuah buku yang sudah ia gambari berupa gitar dan sebuah not balok.

Ia membuka buku tersebut dan mulai menuliskan sebuah lirik lagu beserta not dan rumus gitarnya. Sesaat kemudian, ia menopang dagunya seraya mengintip kearah jendela dan berusaha mengingat kembali apa yang harus ia tulis berikutnya.

Kringg!!!

Lamunanannya buyar saat ia mendengar bunyi bel yang amat nyaring tersebut. Ia pun menutup bukunya dan menggantinya dengan buku mata pelajaran saat ini.

"Selamat lagi anak-anak!" sapa Pak Mansur selaku mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Pagi pak!"

***

Qinar melangkahkan kakinya keluar kelas saat bel istirahat telah berbunyi. Dengan sebuah kotak makan juga buku dan alat tulis yang ada ditangannya. Kali ini ia akan pergi ke taman belakang sekolah, tempat yang sepi karena tak terlalu diminati para murid karena tempatnya yang tak terlalu menarik.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang