Empat Puluh Satu

971 50 4
                                    

Jika yang hilang akan tergantikan, akankah yang pergi akan kembali?

***

Brakk!!

"Sial!" Edgar mengumpat keras seraya menendang kursi yang ada didepannya hingga membuat beberapa siswa siswi yang sudah berada di kelas itu terlonjak kaget.

Bagaimana tidak? Tiba tiba saja Edgar datang dan langsung menendang kursi dengan asal membuat mereka ketakutan sekaligus terkejut bukan main. Jika Edgar sudah seperti ini tidak akan ada yang berani mencegahnya untuk melakukan apapun yang ia mau.

"Lo kenapa, sih? Kayak orang kerasukan tau gak?!" Devan menghampiri Edgar dan menariknya keluar kelas agar tidak terjadi keributan lebih parah lagi karena ulah Edgar.

Edgar menyentak tangan Devan yang menempel di punggung nya. "Ini semua gara gara cewek sialan itu!"

"Siapa sih yang lo maksud?" tanya Devan tak mengerti dengan ucapan Edgar sama sekali.

"Ya Qinar lah siapa lagi!" sentak Edgar membuat suasana hening seketika. Lalu lalang para murid tiba tiba berhenti dan menatap kearah Edgar, bahkan para siswi yang tengah berbincang disepanjang koridor pun menatap Edgar dengan ekspresi sulit diartikan.

Sadar akan suara lantangnya yang membuat seluruh mata menatapnya membuatnya menepuk jidat nya pelan. "Kenapa kalian liat liat?!" sarkas Edgar.

Mereka terkesiap dan kembali melanjutkan aktivitas mereka yang sempat tertunda. Devan menggelengkan kepalanya heran. "Gue makin curiga deh sama lo, sebenernya hubungan lo sama cewek serem itu apa sih? Sampe sampe lo tiap hari bawaannya emosi mulu dan alesannya, cewek itu lagi cewek itu lagi. Padahal sebelumnya lo sama tuh cewek masa bodo, tapi sekarang—"

Devan menggantungkan kalimatnya setelah mendapat tatapan tajam dari Edgar. Tapi sama sekali tak membuatnya takut, justru ia puas akhirnya bisa mengeluarkan unek unek yang selama ini ingin ia lontarkan pada sahabatnya itu.

"Lo beda sama tuh cewek, kayak ada sesuatu gitu yang lo rahasiain. Apa jangan-jangan, tuh cewek ada hubungan darah sama lo?" sambung Devan yang sudah terlanjur penasaran.

Edgar hampir ingin menepuk mulut Devan yang tanpa pikir panjang langsung meluncurkan ucapan yang tepat sasaran itu. Percuma, jika susah payah ia menyembunyikan rahasianya pasti orang terdekatnya akan mengetahuinya cepat atau lambat dan itu pun karena ulah Edgar sendiri dengan emosinya yang tak terkontrol.

"Tutup mulut lo!" sarkas Edgar dengan suara yang ia pelankan, "cepat atau lambat lo bakal tau yang sebenarnya jadi gue bakal kasih tau lo. Tapi gak disini."

"Kemana?"

"Taman belakang, sepi."

Devan mengangguk dan ia mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Edgar. Tak perduli jika sebentar lagi bel masuk sekolah akan berbunyi.

Beberapa saat kemudian mereka sampai ditempat tujuan mereka. Edgar duduk disebuah kursi panjang dan disusul Devan disebelahnya. Edgar merogoh sakunya dan mengeluarkan benda beracun serta pematik. Ia mengambil satu buah benda beracun dari bungkusnya yang ia selipkan diantara bibirnya dan mematiknya.

Devan yang melihatnya sudah biasa, Edgar setiap ada masalah baik masalah besar atau kecil ia selalu melampiaskannya pada rokok. Bagi Edgar semua yang menimpanya adalah masalah besar dan tak ada yang namanya masalah kecil untuknya karena dia tipe cowok yang tak bisa mengontrol emosi dengan baik.

"Ini pasti soal ribut cewek sama mantan lo kemarin?" serobot Devan bermaksud membuka pembicaraan.

Edgar berdecak sebal. "Lo mau dengerin gue cerita atau lo mau asumsi sendiri dulu sih?"

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang