Tigapuluh Dua

1K 53 1
                                    

Berada dititik paling lemah, adalah aku saat ini. Jangan pernah tanyakan alasannya jika itu hanya membuatku kembali mengingat sesuatu yang telah terjadi.

***

Qinar turun dari boncengan Valdo, tanpa mengucap sepatah kata pun ia langsung berlalu meninggalkan Valdo. Tak mengerti lagi dengan sikap Qinar. Dan ia khawatir kalau Qinar kembali pada sifat aslinya, yang amat tertutup. Tak ingin memperpanjang pemikirannya, Valdo pun menyalakan mesin motornya dan langsung melesat begitu saja.

"Kok baru pulang, Nak?" Hera menghampiri Qinar yang baru saja masuk ke rumah. "Gak bareng sama Edgar?" tanyanya dan masih diabaikan oleh Qinar.

Hari ini Qinar lelah dan ia tak ingin diganggu. Semakin lama ia makin bosan. Bahkan, ia juga bosan untuk berinteraksi dengan siapapun. Tanpa menjawab ucapan Hera, Qinar langsung pergi menuju kamarnya.

"Dia abis kena hukuman disekolah!"

Langkahnya langsung terhenti mendengar ucapan dari seseorang, saat ia tolehkan kepalanya ternyata orang tersebut adalah Edgar. Usai mengatakan itu, Edgar membuang tas nya disofa dan disusul dirinya yang langsung duduk disana.

Hera menatap Edgar bingung, "Maksud kamu apa dia kena hukuman?"

"Mama gak tau kalo dia emang biangnya disekolah." Edgar melirik Qinar yang hanya diam seraya menatapnya. "Dan gak pernah sopan sama yang lebih tua!" sambungnya sambil melepas sepatunya.

"Edgar! Kamu jangan asal ngomong, bukannya kamu yang jadi anak badung di sekolah?!"

"Emang Mama tau sendiri kalo Qinar disekolah jadi anak baik?" balas Edgar.

Hera sempat diam. "Mama memang gak tau, yang Mama tau cuman kamu anak badung disekolah."

Edgar menatap Qinar jengah sebelum ia berkata, "Ya! Aku emang anak pembangkang disekolah. Tapi, setidaknya aku gak munafik kayak dia."

"Maksud kamu apa sih, Gar?" Nada bicara Hera kini sudah naik dua oktaf.

"Pasang muka sok jual mahal, pendiem dan lebih parahnya lagi sok pinter. Tapi sisi lainnya berantem sama cewek udah dua kali dan baru kali ini kena surat peringatan dan hukuman," jelas Edgar dengan menatap penuh benci pada Qinar.

Hera menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, terkejut dengan penjelasan Edgar. Sulit dipercaya jika Qinar melakukan hal itu.

Edgar pun berjalan kearah Qinar dan berdiri tepat didepannya. "Berantem sama kakak kelas, gak sopan sama kelas dua belas. Dan itu terjadi udah dua kali. Dan entah apa nanti dia akan melakukannya lagi atau enggak."

"Cukup, Edgar! Mama gak percaya sama kamu," sergah Hera yang masih pada pendiriannya, selalu percaya pada Qinar. "Mau sampai kapan kamu memebenci saudarimu sendiri?!"

Edgar tertawa hambar mendengar ucapan terakhir dari Mamanya. "Sudah aku tebak Mama gak akan percaya. Mana surat peringatan dari Pak Haris?" tanya Edgar seraya menyodorkan tangannya agar Qinar memberikan apa yang ia minta.

"Kasih ke gue!" tegas Edgar sekali lagi.

Qinar tetap diam dan membisu, ia muak dengan perlakuan Edgar padanya. Tapi yang ia lihat dibola mata Edgar, ada kebohongan yang sengaja disembunyikan oleh cowok tersebut.

"Lo bisu! Cepet kasih surat peringatannya ke gue!" kata Edgar dengan nada menyentak. Tetapi Qinar tetap tak bergeming sama sekali.

"Edgar, sudah! Kamu—"

"Enggak, Ma. Jangan pernah bilang kalo dia saudara aku, dia bukan saudaraku, aku gak punya saudara, dan saudaraku udah meninggal dunia bertahun tahun lalu. Dan dia ibarat parasit yang hadir dan bikin rusak segalanya." Diucapan terakhir, Edgar melirik Qinar dengan penuh kebencian.

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang