Duapuluh Tiga

1.1K 67 0
                                    

Banyak dari kita utuh tapi rapuh, satu tapi separuh. Melatih raga tapi membuang nyawa.

***

"Qinar?"

Sang empu pemilik nama pun menghentikan langkahnya tanpa menoleh pada sumber suara, ia sudah tau siapa orang yang memanggilnya barusan. Tak lama ia mendengar suara langkah kaki semakin dekat pertanda orang tersebut menghampirinya.

Tak ingin membuang waktu, Qinar melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Sikap ketidak peduliannya yang terlalu over membuat Valdo yang hendak menghampirinya itu menghela napasnya pelan.

"Nar, tunggu bentar!" Valdo pun kembali berseru, namun kali ini cewek itu sama sekali tak merespon apapun. "Yaelah buru buru amat sih?!"

Hingga Valdo pun berhasil menyamakan langkah Qinar disebelahnya. Valdo semakin bingung ketika cewek itu malah melewati kelas mereka begitu saja. Dalam pikiran Valdo bertanya tanya mau kemana Qinar sebenarnya.

"Lo mau kemana sih, Nar?" tanya Valdo yang mustahil akan dijawab oleh Qinar. Lagi lagi Valdo menghela napasnya, ditariknya pergelangan tangan Qinar hingga langkah mereka benar benar terhenti.

Qinar melepas paksa tangannya dari cekalan Valdo dan menatap Valdo nyalang seperti menatap musuh bebuyutan. Dan itu adalah pertanda dirinya tak suka diperlakukan seperti itu dan Valdo yang baru menyadarinya pun meminta maaf.

"Sorry sebelumnya, Nar, lo sih gak mau berenti—"

"Intinya!" potong Qinar membuat Valdo langsung bungkam.

Valdo membuka tas gendongnya dan mengeluarkan buku novel milik Qinar. "Gue cuman mau balikin novel lo, kemarin ketinggalan dan gue berusaha ngejar lo cuman buat balikin ini tapi lo malah—"

"Makasih." Qinar mengambil alih novelnya dan langsung melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.

Valdo diam mematung dan menatap kepergian Qinar dengan perasaan iba. Iya, dia iba pada dirinya sendiri mengapa semudah itu dirinya diabaikan. Hanya kata terimakasih yang diucapkan cewek itu lalu setelahnya ia pergi begitu saja.

"Sakit, tau!"

Suara celetukan itu kian membuat Valdo kesal, siapa lagi kalau bukan Firza pelakunya. Valdo mendengus sebal seraya menyampirkan kembali tas nya ke bahu kirinya. "Ngapain sih lo, tengil? Nongol mulu, sekali kali kek jauh jauh dari gue."

Firza menyenggol bahu Valdo. "Lo bawaannya kesel banget kalo dideketin sama sepupu lo sendiri?"

"Emang, kayak gak ada kerjaan selain ngikutin gue."

Firza memutar kedua bola matanya malas. "Gue tegasin sekali lagi, lo sama gue itu udah dari orok bareng bareng jadi mau gimana pun, baik suka maupun duka kita akan tetap bersama, selamanya."

"Dih, jijik gue dengernya." Valdo bergidik ngeri dan langsung pergi untuk menuju kelasnya.

Tiba tiba mata Firza menangkap sosok Edgar yamg tampak berjalan tak normal. Firza menepuk bahu Valdo beberapa kali namun diabaikan oleh sang empu.

"Do, liat deh Si Edgar kenapa jalannya pincang gitu?" Firza memerhatikan Edgar yang tampak berjalan dengan susah payah dan tergesa gesa.

"Bodo amat," balas Valdo cuek tanpa ia melihat kearah Edgar.

Firza berdecak kesal, ingin sekali ia menggigit sepupunya itu karena geregetan. "Greget gue sama lo, diliat dulu napa!"

Dengan paksa Valdo pun melihat kearah dimana Edgar berada. Dan disitulah Valdo baru sadar kalau kemarin Edgar jatuh dari motor dan dibantu oleh Qinar. Ia menghela napasnya pelan. "Oh, kemarin dia jatuh dati motor."

My World (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang