Aku seperti hembusan angin yang hanya bisa mereka rasakan tapi tak pernah mereka pedulikan.
***
Mareta melipat kedua tangannya didepan dada sembari tersenyum. "Mulai sekarang kita gak ada hubungan apa apa lagi, Gar."
"Gue gak mau putus dari lo!" tegas Edgar seraya mencekal lengan Mareta.
Mareta menyentak tangan Edgar dengan keras. "Gue gak peduli, kalo lo masih nekat buat maksa gue terus jadi pacar lo, gue jamin besok identitas lo sama Qinar kebongkar. Dan mungkin semuanya bakal kaget plus jadi berita hangat disekolah. Gak malu apa lo kejar-kejar gue?!"
Edgar merubah raut wajahnya menjadi garang. "Jangan coba coba lo bongkar rahasia gue!"
"Satu sekolah mungkin bakal heboh kalo denger berita ini, tapi sayangnya gue gak minat sama sekali buat ngelakuin hal murahan kayak gitu, karena gue masih punya hati," ujar Mareta dan kemudian berlalu dari hadapan Edgar.
Tangan Edgar mengepal kuat, ia mengacak rambutnya frustasi. Dengan gampangnya ia membongkar rahasianya sendiri demi cewek macam Mareta.
"Arghh! Bego banget sih gue ah! Kenapa lagi asal nyeplos nih mulut. Gue gak bisa percaya sama Mareta gitu aja, awas aja besok lo. Sekarang rasa cinta gue udah berubah jadi rasa dendam!" Edgar mengumpat kesal dan berjalan menuju motornya.
Ia pun mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata rata karena terbawa emosi, hingga beberapa saat kemudian ia sampai dirumahnya.
Segera turun dari motor dan langsung bergegas masuk ke dalam rumah yang disambut oleh Hera. Tapi Edgar mengabaikan mamanya dan pergi menuju kamarnya.
Hera menatap Edgar beberapa saat, dan akhirnya pun mengeluarkan suaranya. "Kok baru pulang, Gar?"
Edgar menghentikan langkahnya sejanak mendengar suara Hera. "Tadi ada latihan basket bentar," alibi nya.
Hera menganggukkan kepalanya paham. "Makan dulu gih, Mama udah sisihin buat kamu."
Edgar menatap meja makan sekilas dan beralih menatap mamanya kemudian mengangguk. Lagipula ia memang lapar. Ia pun berjalan ke meja makan dan menaruh tasnya di kursi kosong sebelahnya.
"Kamu abisin aja makanannya, Mama mau beli tepung sebentar," kata Hera sebelum ia menutup pintu rumahnya.
Edgar mengangguk dan memulai aktivitas mengisi perutnya. Namun, pergerakannya terhenti saat ia tak sengaja melihat tas Qinar yang berada disebelah tasnya. Karena tas sekolah Qinar yang sedikit terbuka hingga membuat rasa penasaran Edgar muncul saat tak sengaja melihat map berwarna coklat berada didalam tas Qinar.
Edgar melihat ke sekeliling, sepertinya Qinar pulang ke rumah ayah tirinya hingga tak terlihat batang hidungnya. "Terus kenapa tasnya ditaruh disini? Apa dia lupa kali ya?" gumam Edgar sambil meraih tas Qinar.
Ia mengambil map coklat tersebut dan membuka isinya yang ternyata hasil diagnosa milik Qinar itu. Edgar membaca secara detail hasil pemeriksaan dari dokter tersebut dan terkejut kalau ternyata Qinar divonis menderita Hemofilia.
Tiba tiba saja cowok remaja itu menaruh sedikit rasa iba pada saudaranya yang sama sekali tak ia anggap itu. Pantas saja beberapa hari ini Qinar terlihat lemas dan wajahnya terlampau pucat bak mayat hidup.
Edgar panik seketika saat pemilik laporan itu merampas kertas yang tadi ada ditangan Edgar. Qinar menatap Edgar dengan nyalang dan Edgar tau Qinar marah padanya sekarang. Qinar beralih mengambil tasnya dan bergegas menuju kamarnya.
"Tunggu!"
Qinar menghentikan langkahnya tapi tidak menatap si pemilik suara hingga kini Edgar sudah berada di depannya. "Lo emang beneran sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My World (Complete)
Teen Fiction"The unspoken chapter in my life." Dia memiliki paras cantik, tatapan matanya tajam dan membunuh. Ada ribuan pertanyaan kala menatap manik mata indahnya. Dia Qinar, gadis dengan segala kemisteriusan dalam hidupnya. Dia adalah salah satu dari rib...