part 40

11.2K 1.2K 215
                                    

chapter 40
pertemuan
(1145 words)









***





Sudah sebulan Jisung dirawat dirumah sakit, sudah sebulan juga dia harus rutin melakukan cuci darah untuk membantu kinerja ginjalnya yang sudah tidak sebaik dulu dalam hal menyaring racun-racun didalam tubuhnya. Jisung pun menjadi sangat terbiasa dengan suntikan atau hal menyakitkan lain yang harus berhubungan dengan darahnya.

Sebenarnya dari awal Jisung sudah menolak kebaikan Felix untuk mempertahankan hidupnya seperti saat ini. Tapi, semakin sering Jisung melawan, semakin marah Felix kepadanya.

Felix selalu berpesan kepadanya, "Yang mengatur kapan kau akan mati itu Tuhan, aku disini, bersama dengan Kak Changbin, Kak Hyunjin, dan Kak Seungmin, hanya membantumu agar kamu bisa menikmati hari-harimu yang masih diberikan Tuhan dengan menyenangkan. Kami bukan menahanmu untuk mati, kami hanya ingin memastikan kau menikmati hari-harimu saja, agar kau bisa terus bersyukur atas kesempatan yang telah diberikan oleh Tuhan"

Maka dari itu, seperti inilah dia sekarang. Hanya bisa menghabiskan waktu sendirian dirumah sakit tanpa melakukan apa-apa, dengan selang infus yang tertancap ditangannya, sembari menunggu Felix atau yang lainnya datang untuk membantunya beraktivitas.

Eh, tapi... Dia tak selalu sendiri juga sih.

Ada seorang remaja laki-laki, dengan wajah imut, dan mata rubah yang memikat, yang selalu menemani keseharian Jisung di beberapa waktu luangnya. Sebut saja namanya Jeongin.

Sama halnya dengan Jisung, Jeongin adalah pasien rumah sakit tempat Jisung dirawat. Ia dirawat dikamar yang berada tepat disebelah kamar Jisung. Perkenalan mereka benar-benar tanpa disengaja dan tanpa diduga sama sekali.

Begini ceritanya...



Flashback

Pagi itu, Jisung baru saja bangun dari tidurnya.

Syukurlah semalam ia tidak mengalami gejala-gejala penyakitnya yang selalu mengganggu tidurnya. Mungkin hanya beberapa kali ke toilet untuk buang air kecil. Ya, penyakit gagal ginjal memang selalu memaksa penderitanya untuk buang air kecil di jam-jam malam, tidak di jam normal pada umumnya. Namun, menurut Jisung, hal itu tidak terlalu membebaninya.

Jisung bersandar pada dinding dibelakang kasurnya lalu mengambil remote televisi dan menghidupkan televisi itu.

Memang seperti ini kesehariannya. Menonton kartun sembari menunggu beberapa perawat datang membawakan sarapan dan obat-obat miliknya.

Jujur, ia rindu rumah. Ia rindu sarapan masakan yang dimasak Seungmin. Dan juga, ia rindu Minho. Tiga minggu sudah ia masuk rumah sakit, dan selama itu pula Minho tak pernah menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Sedikit kecewa, namun apa daya. Ia bukan siapa-siapanya juga. Ingin bertanya pada Felix ataupun Seungmin, dia gengsi juga. Takut dikira sangat berharap dijenguk oleh majikannya itu.

Jisung tidak benar-benar memerhatikan layar televisi yang terpampang dihadapannya. Ia lebih memilih menatap kosong benda berbentuk persegi panjang itu. Pikirannya memang telah melayang kemana-mana.

Hingga tiba-tiba,

Klek

Pintu kamarnya dibuka.

Jisung langsung menolehkan pandangannya, berharap jika tidak perawat-perawat itu yang datang, setidaknya Felix, Seungmin, ataupun Hyunjin.

Namun bukanlah mereka semua yang muncul dihadapan Jisung.

Boss (Minsung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang