part 52

10.6K 1.1K 232
                                    

chapter 52
tak terselamatkan?
(1712 words)




***




Malam itu sangatlah tenang. Jam yang terus berdetik itu menunjukkan pukul setengah 12 malam. Mungkin karena jam tidurnya yang telah berubah drastis beberapa bulan kebelakang ini, Minho sudah tidak merasa mengantuk sama sekali di jam-jam seperti sekarang ini.

Dengan setianya, Minho selalu duduk disamping Jisung yang tengah terlelap sembari mengelus punggung tangan si lelaki berwajah mirip tupai itu.

Seungmin yang tadi siang sempat bersamanya sudah pamit pulang sore tadi karena harus menemani Felix yang sedang sendirian dirumah. Sedangkan Hyunjin dan Changbin, mereka sudah berangkat ke China petang tadi.

Sebenarnya Minho sudah tidak sabar menunggu kabar terbaru dari Hyunjin dan Changbin mengenai pencarian orang yang akan dibawanya untuk dikorbankan demi Jisung. Maka dari itu, ia berulang kali terus mengintip ponselnya yang ia letakkan di atas nakas itu. Ya, meskipun tak menunjukkan progress apa-apa sih.

Namun, ketika Minho sedang menikmati keheningan malam, Jisung mendadak terbangun. Namun bukan dengan tenangnya, namun dengan tanda-tanda yang aneh.

Tiba-tiba nafas Jisung yang sempat teratur itu berubah menjadi pendek dan berat. Dada Jisung naik turun dengan cepatnya. Mata bulat yang sempat tertutup itu kini tiba-tiba terbuka lebar dengan mulut yang menganga lebar, seperti berusaha mencari udara sebanyak-banyaknya.

"Jisung-ah!" panik Minho.

Ia langsung berdiri dari kursinya dan berusaha menenangkan Jisung.

Namun bukannya semakin membaik, tubuh Jisung tiba-tiba mengalami kejang yang sangat hebat.

Tubuh Jisung mendadak kaku. Tangan, kaki, leher, dan wajahnya terus menyentak-nyetak dengan hebatnya. Mata yang sebelumnya terbuka lebar itu kini mengedip sangat cepat dengan tatapan kosong pada satu titik.

Minho panik, sangat panik.

Ia menekan tombol panggilan darurat berkali-kali, memastikan sirine darurat segera membawa pertolongan dengan cepat untuk Jisung.

Setelah sirine berbunyi dengan kencangnya pada koridor rumah sakit, Minho dengan sebisanya menahan leher dan tangan Jisung untuk menghentikan gerakan menghentak-hentak itu.

"Jisung, kumohon bertahanlah..."

Mata Minho mulai berair. Ia selalu tidak kuat jika harus melihat kondisi Jisung yang seperti ini.

"Kumohon jangan sakiti dirimu... hiks"

Dada Jisung nampak tidak mengambil nafas lagi. Busa mulai keluar dari mulutnya dan mengalir turun membasahi pipi dan lehernya.

Minho menangis saat itu. Ia lemas namun masih terus berusaha menahan gerakan menghentak yang dilakukan oleh Jisung.

"Tolong...." teriaknya.

"Kumohon datanglah seseorang..." mohonnya dengan suara yang mulai mengecil.

Ia sangat ingin menekan tombol darurat itu sekali lagi. Namun kedua tangannya masih ia gunakan untuk menahan badan Jisung. Ia benar-benar tak bisa untuk sekedar kembali memencet tombol itu lagi.

Hingga akhirnya, tak lama kemudian bantuan perawat datang dengan beberapa peralatan pertolongan pertama.

Minho akhirnya mulai berjalan mundur dari posisinya dan mempercayakan Jisung kepada mereka.

Ia duduk di sofa dengan lemasnya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Minho menangis. Ia terlalu takut dengan kondisi gawat seperti barusan. Ia takut kehilangan calon istrinya itu.

Boss (Minsung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang