Berusaha menghindari tengkorak hidup, [Name] dan Kazuna melewati jembatan kayu dan bertopangkan tali supaya tetap terhubung. Kazuna menginjak pelan untuk mengecek pijakan jembatan tetap stabil. Sepintas terasa aman, tetapi mereka tidak boleh berjalan terlalu lama atau tali penghubung putus dan menenggelamkan mereka di antara tengkorak yang ingin menyerang mereka.
"Aneh. Mereka seharusnya bisa merangkak dan menyerang kita. Kenapa mereka tetap berada di dalam sungai itu?" gumam [Name] tak lagi merasa takut. Kazuna mengulurkan tangan.
"Sekarang kita harus segera pergi sejauh mungkin dan mencari tempat aman. Walaupun sebenarnya hutan ini sejak awal memang berbahaya."
[Name] mengangguk mantap. Ia mengeluarkan pisau pendek yang terselip di saku celana. Berjaga-jaga jika tengkorak itu bisa saja memegang pergelangan kakinya saat menaiki jembatan. Kazuna memandang lekat-lekat kerumunan tengkorak yang tetap menghadap mereka.
"Mereka tidak nyata, [Name]. Ini bisa saja wujud halusinasi agar kita kembali lari ke belakang dan kemungkinan terserang oleh pohon monster. "
Ucapan Kazuna benar. Kerumunan tengkorak yang tadi terlihat agresif dan seakan-akan ingin menyerang mereka perlahan samar. [Name] tidak mengira Kazuna bisa begitu observatif dengan lingkungan semistis ini. Entah apa jadinya, jika ia benar-benar sendirian tanpa pemuda itu. Mungkin saja ia sudah mati konyol diserang oleh pohon tadi.
Sesuai aba-aba, mereka sudah melalui jembatan dengan selamat. Napas [Name] sempat tertahan karena kayu jembatan bergoyang setiap mereka menginjak tapak demi tapak. Setelah lolos, situasi hutan seakan sunyi tanpa adanya serangan lanjut. Mereka bahkan menemukan sebuah pondok kayu dengan cerobong asap yang mengepul.
"Sepertinya pondok itu berpenghuni," tebak [Name] mulai penasaran.
Kazuna menyadari hari berganti malam. Mereka tidak akan bisa tidur di luar. Namun, pondok itu tidak dijamin aman. Bisa saja di dalam pondok itu terdapat kurcaci yang tak kalah mengerikan dengan pohon oak barusan.
"Tetap perhatikan sekitar. Kita akan masuk." Kazuna mengendap-endap. Semua ketidakpastian dan ketidakyakinan memenuhi pikiran pemuda itu.
Ketukan sekali. Tiada jawaban. Ketukan kedua. Sama saja. Ketukan ketiga.
Krieeeeet.
Pintu berderit mengerikan.
Baik jantung [Name] dan Kazuna seketika berdetak lebih kencang saat mendengar bunyi pintu yang seakan memekakkan telinga. Entah ini sebuah keputusan yang benar atau salah. Mereka hanya mencoba segala peluang yang bisa dilakukan.
Hutan [2/2] – Masunaga Kazuna
B-project © MAGES
Story © agashii-san
.
.
.
"Selamat datang. Ternyata masih ada tamu yang datang ke sini," ucap lelaki yang terlihat sepantaran Kazuna. Ia memiliki rambut cokelat tua, sepasang iris hijau yang dibantu dengan kacamata, dan bertubuh jangkung.
"Kau manusia sungguhan?" tanya [Name] setelah berbalik dari punggung Kazuna. Jejak kelegaan menyusuri batinnya.
"Tentu saja! Hanya aku satu-satunya manusia yang dibolehkan hidup nyaman di sini."
Kazuna mengusap dagu. "Tadi kami diserang pohon oak dan kerumunan tengkorak di sungai sana. Apa kau tahu monster-monster itu?"
Sekimura Mikado tersenyum simpul. "Sebelum kujawab, kalian pasti datang ke sini karena memerlukanku. Duduklah di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐵-𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡: 𝐷𝑟𝑒𝑎𝑚𝑦*𝐹𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦
FanfictionSingkat kalimat, buku ini bertujuan mewarnai hatimu; sang pembaca yang ingin terhibur dengan kisah yang senang maupun sedih. Siap berfantasi? Klik baca, ya. Semoga kamu suka ❤️ × × × Disclaimer: B-Project © MAGES Pairs: B-Project various x Reader R...