Ceklek
Ranu membuka pintu kamar Mamanya, berniat memperbaiki kesalah pahaman yang terjadi karena dirinya sendiri,
Ranu ingat Papanya pernah berkata untuk membuat Mama dan Kakaknya mengerti lewat hati ke hati bukan secara emosi, dan ya benar, Ranu salah telah kasar bahkan membentak orang-orang yang menyayangi Ranu,
"Ma..."
Ranu berjalan sedikit ragu, menghampiri Mamanya yang duduk di pinggir ranjangnya dengan menatap sebuah bingkai dengan foto seorang remaja laki-laki yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam, tersenyum kearah kamera dan berpose di depan deretan motor di pinggir jalan,
Wajahnya, senyumnya begitu sama dengan Ranu, hanya saja Ranu tak memiliki pakaian seperti itu, Ranu tak pernah berpose seperti itu, lalu? Siapa dia?
"Ma.. Dia?" Mama Ranu tersenyum simpul, mengusap wajah remaja itu lalu memeluknya sejenak.
"Dia Raka, Kakak kandung kamu."
Ranu benar-benar terkejut, apa ini? Selama 17 tahun Ranu tak tau tentang Kakaknya? Kakak? Raka? Tapi wajahnya tak ada yang berbeda dari Ranu, mirip, sangat mirip.
"Raka! Raka kamu mau kemana?" ucap seorang wanita paruh baya yang terlihat mengandung berlari dan diikuti dua anak kecil sembari menangis.
"Raka!! Stop!!" ucapnya lagi,
"Apa! Apa lagi yang mau Mama omongin! Raka gak kuat ma tinggal di dalam rumah yang bahkan gak pernah nganggep Raka sebagai bagian di dalamnya!" ucap remaja bernama Raka itu, usianya masih belia, belum cukup umur untuk pergi meninggalkan rumah dan berjuang hidup sendiri di luar sana.
"Kakak jangan pergi." tutur seorang gadis mungil memeluk kaki Raka, berusaha membantu mamanya untuk membujuk Raka agar tak pergi.
"Lo!! Puas lo ngerebut semuanya dari gue!! Gua jijik sama kalian berdua, sumpah!!!" bentak Raka membuat gadis dan anak laki-laki mungil itu menangis semakin keras.
"Raka! Jangan bentak bentak adik kamu!"
"Ma!! Satu yang buat Raka bener-bener muak sama Mama dan keluarga ini! Mama tau?! Semenjak ada dua orang ini! Semenjak ada Arga sama Dhifa!! Mama gak pernah perhatian lagi sama Raka! Mama gak pernah sayang sama Raka lagi! Dan sekarang?! Mama mau punya anak lagi?? Demi apapun Raka lebih baik pergi daripada gak dianggep ada Ma di rumah Raka sendiri!!"
Wanita paruh baya itu, yang sering Raka panggil Mama itu, dia melemahkan kakinya, menekuk lututnya sembari menangis di hadapan anak pertamanya yang hendak pergi dari rumahnya itu.
"Mama mohon sayang.. Mama sayang sama kamu, Papa juga sayang sama kamu, gak ada yang beda bedain kamu di sini." Raka tertawa, lalu mencekram lengan mamanya membawa Mamanya agar segera berdiri.
"Mama.. Raka kan udah bilang barusan, Raka capek, Raka muak, Mama.. Raka gak mau tinggal di sini lagi jadi Raka mau pergi, Dek, Kakak pergi kalian puas puasin aja jadi anak mereka, okey."
Raka benar pergi, menaiki motornya namun sebelum Raka pergi dia mengatakan hal yang benar benar menyakiti hati seorang ibu.
"Dan mulai saat ini, anggep aja Rakanya Mama udah mati! Karena gue bukan Abimanyu Raka Narendra lagi! Gue!! Ngelepas nama Narendra dari nama gue!! Coret aja dari KK!! Gue ikhlas!!"
Orang tua mana yang tak sakit saat anaknya mengatakan hal seperti itu, teriris pasti, Raka masih terlalu kecil untuk hidup di luar, dia masih menjadi Raka Narendra, Raka yang selalu membuat onar di rumah dengan tingkah konyolnya, dan selalu membuat Papanya menghadiri panggilan sekolah akibat kasusnya, dia Raka putra pertama keluarga Narendra,
Gelap, sesaat semua pandangan mata Alya gelap, tak ada apapun kecuali bayangan wajah Raka yang tersenyum melambaikan tangan meninggalkan keluarga Narendra juga tangisan Arga dan Dhifa yang masih bisa dia dengar sebelum semuanya benar-benar hilang.
Ranu menatap Mamanya penuh tanda tanya, bukan karena cerita nya, tapi.. Lebih ke maksud dari ini semua? Apa?
"Mama minta maaf karena Mama udah buat kamu jadi bayang-bayang dari Raka, Mama gak bisa relain Raka pergi, Mama mau kamu seperti Raka, Mama egois Mama tau, maafin Mama, Nu." Ranu tersenyum miris, betapa dirinya hanya sebuah bayangan dari Raka? Bayangan?
Malam itu, entah apa yang terjadi pada Alya, namun saat dia membuka matanya dia sudah berada di Rumah sakit, bersama suaminya, Tuan Narendra dan kedua anaknya yang duduk di sofa.
"Raka, Raka dimana, Mas?" entah mengapa firasat buruk kini muncul di hati Alya, betapa perasaannya sangat tidak enak,
Apalagi wajah suaminya terlihat sendu, sangat sendu, ada apa?
"Ah, perut ku! Mas!" wajah sendu Arya atau biasa dipanggil Tuan Narendra olah banyak orang kini berubah panik,
"Dokter!!!"
Wanita berbaju putih itu pun memasuki ruangan dan memeriksa keadaan Ny. Narendra, ada apa dengannya?
"Ibu Alya akan segera melahirkan tolong segera siapkan peralatannya ya, Sus." ucap dokter itu pada seorang suster yang di-iyakan oleh susternya.
"Mas.."
"Iya sayang."
"Dimana Raka? Aku gak akan melahirkan kalau gak tau Raka dimana?" awalnya Arya benar-benar terlihat menutupi namun melihat ancaman istrinya ia akhirnya mengatakan hal yang sebenarnya.
"Raka.. Anak kita.. Dia sudah pergi mendahului kita, dia meninggal." seakan tersambar petir, betapa anak yang satu jam yang lalu masih terlihat marah saat ini dia sudah tak ada di dunia ini, dengan melepas nama Narendranya, dengan tanpa penjelasan dari Alya dia meninggalkan semua orang.
Rasa tak percaya akan semua ini jelas, saat ini yang Alya inginkan hanya Raka, Raka kembali, meski lain, hanya anak terakhirnya ini, Alya ingin anaknya yang kali ini dapat menggantikan Raka, maka akan Alya beri apapun yang Raka minta, semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Satu [Completed]
Teen FictionAulia, siapa yang tidak tau nama itu? seluruh penjuru sekolah tau, bahkan tukang kebun pun juga pasti tau. Bukan karena Aulia adalah cewek populer, bukan! Tapi lebih tepat Aulia adalah seorang Nerd yang berada di urutan terakhir peringkat kelasnya L...