22. Why

23.7K 2.1K 210
                                    

Matcha diizinkan pulang lebih awal karena sakit dan perutnya sering keram. Kondisinya tidak memungkinkan untuk lanjut bekerja.

"Oh, ini tempat tinggal kamu?"

Matcha hanya mengangguk singkat saja untuk menjawab pertanyaan Pak Rudi. Dia sebenarnya tidak ingin pria itu tahu di mana tempat tinggalnya, hanya saja Pak Rudi memaksa ingin mengantar Matcha karena menjaga terjadinya hal yang tidak-tidak dijalan jika Matcha pulang sendirian.

"Makasih sudah antar saya pulang," ucap Matcha sambil bersiap membuka pintu mobil Pak. Rudi.

"Saya antar sampai depan kamar kamu, ya? Takutnya kamu tumbang."

Kening Matcha langsung mengerut, dia sedikit terkejut dengan perkataan yang keluar dari mulut Pak Rudi.

"Enggak usah, terima kasih. Saya masih kuat ko buat–"

"Gak apa-apa, saya gak akan repot kalau cuma antar kamu ke depan kamar kost."

Diam-diam, Matcha menelan ludahnya dengan susah payah. Pak Rudi mungkin tidak repot, tapi di sini Matcha yang repot. Bagaimana kalau sudah tahu letak kamarnya di mana, dia malah modus mampir ke sana nantinya?

Di saat Matcha sedang memutar otak untuk mencari alasan kuat, matanya tiba-tiba melihat Azam baru keluar dari kost sembari membawa satu keresek besar berisikan sampah. Cowok itu membuang kereseknya ke bak khusus sampah yang berada di samping pagar kost.

"Suami saya ada di kost, gak enak kalau dia liat saya diantar sama cowok lain," ucap Matcha tiba-tiba.

"Ah, masa? Kamu pastinya sudah janda."

Dengan menahan umpatan kasarnya, gadis itu membuka pintu mobil diikuti oleh Pak Rudi. Dia menghampiri Azam dan menyapa cowok itu sampai membuat Azam terkejut.

"Hai, Ca." Azam menyapa sembari tersenyum manis.

"Hai, Sayang. Kenalin ini Pak Rudi, HRD ditempat aku kerja." Matcha beralih menatap Pak Rudi yang terlihat terkejut. "Pak Rudi, dia suami saya."

Meski bingung juga terkejut mendengar ucapan Matcha, Azam tetap tersenyum sekilas kepada Pak Rudi.

"Kenapa bisa diantar sama HRD lo ... Eh, maksudnya kamu. Kenapa bisa?" Azam bertanya dengan kedua alis yang terangkat.

Saat Matcha akan menjawab, Pak Rudi juga lebih cepat membuka suara.

"Matcha diizinkan pulang karena kondisinya gak memungkinkan untuk tetap kerja."

Tangan Azam secara spontan langsung mendarat di kening Matcha, dan panas. Matcha demam.

"Makasih banyak sudah mau mengantar Matcha pulang," kata Azam yang membuat Pak Rudi mengangguk.

"Iya sama-sama, Mas. Kalau gitu saya pamit pergi, ya."

Matcha mengangguk dengan wajah datarnya. Dia tidak perlu repot tersenyum kepada Pak Rudi karena menurutnya Pak Rudi sangat meresahkan.

Setelah Pak Rudi dengan mobilnya pergi, disaat itu juga Matcha menghela napas sementara Azam langsung bersiap mewawancarai tetangganya itu. Mereka masuk ke dalam kost dengan bersisian.

"Kayaknya lo gak nyaman banget sama dia," kata Azam.

"Orangnya agak cabul, gue gak suka."

"Kalau gitu lo harus hati-hati sama dia, kalau perlu jaga jarak. Jangan mau diajak berduaan, oke?"

Matcha menatap Azam dengan sedikit senyum di bibirnya yang mampu membuat Azam salah tingkah. Cowok itu berdehem sembari menatap ke arah lain, menolak untuk membalas tatapan Matcha.

TOXIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang