Badan Matcha terasa remuk, bahkan dia tidak sanggup untuk bangun dari tidurnya akibat pusing yang semakin menjadi dan demamnya naik.
Ini semua gara-gara Selatan! Cowok itu malah tetap melanjutkan aksinya semalam padahal dia sadar bahwa tubuh Matcha hangat.
"Gue kayaknya gak bisa berangkat buat jemput lo, Kin. Sorry, bini gue sakit. Yoi, makasih pengertiannya."
Samar-samar Matcha bisa mendengar suara Selatan tengah berbicara dengan lawannya ditelepon. Entah dia sedang menelepon siapa sampai izin seperti itu.
Setelah mengakhiri panggilannya, Selatan ikut merebahkan tubuhnya di sisi Matcha. Cowok itu memeluk Matcha dan ikut merasakan rasa hangat yang ada.
"Masih ngerasa dingin gak?" tanyanya dengan nada pelan.
Matcha menggeleng sementara matanya terpejam, menikmati momen ini. Tangan besar Selatan yang melingkupinya membuat Matcha ingin memberhentikan waktu agar mereka terus seperti ini, agar dirinya juga Selatan tidak lagi mengecewakan satu sama lain.
"Gue bosen sama siklus hubungan kita," ucap Matcha yang membuat Selatan mengelus kepalanya dengan pelan.
"Kenapa?"
"Tiap berantem pasti ngelakuin hubungan sex, udah gitu akur meski nantinya berantem lagi."
"Apa ini tanda supaya kita harus sering-sering bercocok tanam supaya tetep akur?" Selatan melemparkan godaan yang membuat Matcha berdecak pelan.
Melakukan hubungan intim terlalu sering tidak baik untuk keduanya, apalagi Matcha tidak sudi jika terus dimasuki oleh kepunyaan Selatan.
"Enak di elo, gak enak di gue!"
Selatan tertawa pelan. Karena gemas dengan kelakuan Matcha, cowok itu sedikit menurunkan posisi tidurnya untuk bisa mengecup seluruh muka Matcha yang polos.
Dia mengecup sebelah pipi Matcha, menyedotnya layaknya pipi itu adalah minuman, dan menggigitnya sampai Matcha mengerang tidak terima. Tidak berhenti sampai situ, Selatan mengelus-elus perut besar Matcha dan sesekali mengecupnya dengan gemas.
"Udah. Geli tau!" seru Matcha sembari mengelus rambut Selatan.
"Gue masih gak nyangka kalau perut lo bisa besar kayak gini," gumam Selatan sembari memeluk perut besar Matcha.
"Ya kan, karena lo semprotin benih makanya perut gue jadi kayak gini. Coba aja kalau enggak, baju-baju ketat gue masih kepake tuh."
Selatan tersenyum tipis. "Ada untungnya juga sih, lo jadi lebih tertutup sekarang."
Matcha mencibir pelan. Selatan tidak suka jika Matcha memakai baju yang memperlihatkan perut, tetapi mata cowok itu berbinar jika melihat gadis-gadis lain memakai pakaian kurang bahan.
"Semalem lo ngigo ya, Ca?"
Kening Matcha mengernyit, dia bingung mendengar pertanyaan Selatan. "Hah? Ngigo kayak gimana?"
Sementara Matcha kebingungan, Selatan malah terdiam karena memikirkan kejadian semalam yang membuat rasa bersalahnya semakin menjadi-jadi.
"Bisa gak kita akur aja? Gak berantem, gak saling maki, gak saling tampar. Gue capek kalau harus berantem terus. Gue juga pengen ngerasain cinta yang nyata dari lo."
Selatan menatap Matcha, gadis yang tengah demam tinggi itu menatapnya dengan sangat sayu.
"Gue pengen ninggalin lo, pergi jauh dari sini sama anak gue, tapi gue gak bisa. Gue gak bisa tinggalin lo yang justru enteng banget kayaknya kalau ninggalin gue. Maaf ... Maaf kalau emang gue udah jahat sama lo, tapi gue bener-bener gak sanggup kalau harus jauh dari lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [END]
Teen Fiction➜ Follow dulu akun ini yuk! Niat Matcha memutuskan Selatan itu untuk menjauh dari Selatan yang sifat mempermainkan wanitanya tidak pernah hilang meski sudah mempunyai Matcha. Tapi takdir tidak berpihak pada Matcha, takdir yang jahat malah menyatuka...