JANGAN LUPA VOTE SAMA KOMEN!
follow ig aku dong:
@alfinaaadama_
@matcharubyca
@selatan1230||||
Siapapun boleh pergi, asal jangan Mama. Matcha selalu memiliki pikiran seperti itu sedari dulu.
Setelah membaca berita yang sedang trending di internet, Matcha jelas terkejut. Gadis itu langsung pergi untuk ke pemakaman mewah tempat di mana Vanilla akan dikebumikan. Dia tidak mempedulikan perutnya yang menjerit kelaparan, dia juga tidak mempedulikan kepalanya yang berdenyut nyeri untuk bisa menyaksikan pemakaman sang Mama.
Dari kejauhan, Matcha bisa melihat Adriguel yang menampilkan wajah datar khasnya. Disebelah Adriguel ada Dira yang terlihat menangis, pasti wanita ular itu hanya pura-pura bersedih.
Ada banyak kolega bisnis Papa juga kakek, para bawahan mereka pun ada, bahkan banyak wartawan di sana. Matcha cukup tahu diri untuk tidak muncul ke tengah-tengah mereka.
"Good bye, Mama." Gadis itu bergumam saat acara pemakaman sudah selesai.
Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Mama tidak akan merasakan sakit lagi dan Matcha tidak keberatan jika Mama diambil oleh Tuhan lebih dulu.
Matcha ikhlas, meski ada sebagian dari dirinya yang merasa hampa sekarang.
Setelah menatap makan Vanilla sekali lagi, Matcha berbalik badan untuk pergi dari area pemakaman. Bisa kacau jika ada wartawan yang mengenalnya.
Langkah kaki Matcha terasa berat, pandangannya kosong dipikirannya serasa ada benang kusut. Matcha tidak tahu dosa apa yang telah ia perbuat sampai nasibnya sangat buruk seperti ini.
"Kamu cepet lahir dong, biar aku gak kesepian kayak gini. Kalau ada kamu setidaknya bakal lebih baik," gumam Matcha sembari mengelus perutnya.
Gadis yang memiliki luka diujung bibir juga kening itu menghela napas. Matanya selalu berkedip cepat untuk menghalau sesuatu yang mendesak ingin keluar dan menjatuhi pipi.
Don't cry, lo kuat ... Lo kuat.
Sesakit dan sesesak apapun Matcha sekarang, ia tidak boleh menangis. Matcha tidak diajarkan untuk menangis, Matcha tidak diperbolehkan untuk itu.
"Siapa lagi ya yang bakal ninggalin aku?" tanyanya seolah calon bayi bisa menjawab.
Kepala Matcha menggeleng pelan, dia tidak boleh larut dalam kegalauan. Gadis itu seharusnya biasa-biasa saja, dia harus menjalani hidup dengan normal.
Rencananya sekarang adalah ke Boo Mart, Matcha tidak lupa kalau dia harus bekerja di sana. Tetapi perjalanan untuk ke Boo Mart cukup jauh, Matcha tidak sanggup jika berjalan kaki.
"Ck ... Gue gak punya duit," gumamnya saat memikirkan akan naik kendaraan umum.
Tangannya memegang perut lagi, mengelusnya dengan pelan. "Kamu kalau dibawa jalan jauh gapapa, kan? Aku gak punya uang buat naik kendaraan."
Setelah menghela napas lagi dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini semua tidak apa-apa, Matcha kembali menyusuri jalanan. Perutnya beberapa kali berbunyi, tetapi Matcha tidak punya uang untuk membeli makanan.
Perjalanan ke Boo Mart mungkin memerlukan waktu sampai puluhan menit, tetapi Matcha tidak mempermasalahkannya. Hitung-hitung olahraga.
"Aw..." Matcha meringis pelan saat merasakan bahwa perutnya kram.
Dengan susah payah, Matcha mendudukkan dirinya sendiri di kursi yang berada di tenda penjual makanan pinggir jalan. Dia berharap kram diperutnya segera reda agar bisa lanjut berjalan ke Boo Mart.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [END]
Teen Fiction➜ Follow dulu akun ini yuk! Niat Matcha memutuskan Selatan itu untuk menjauh dari Selatan yang sifat mempermainkan wanitanya tidak pernah hilang meski sudah mempunyai Matcha. Tapi takdir tidak berpihak pada Matcha, takdir yang jahat malah menyatuka...