JANGAN LUPA VOTE TERUS KOMEN!
||||
Hari semakin malam, toko-toko yang berada dipinggir jalan mulai tutup dan jalan pun mulai lenggang. Semua orang pasti sudah beristirahat, terkecuali Matcha yang malam ini masih berjalan kaki tanpa arah tujuan.
Setelah kejadian di klub, Matcha memutuskan untuk kabur dari Selatan. Dia tidak pulang ke kost, tidak juga berkeliaran disekitar kost karena tahu Selatan akan menemuinya.
Sekarang yang Matcha inginkan hanya pergi jauh. Jika bisa Matcha ingin memakai identitas baru dan mencari tempat baru yang tidak ada satu orang pun mengenal siapa dirinya. Tetapi Matcha tahu bahwa itu semua mustahil.
"Maaf ya," gumam Matcha sembari mengelus perut besarnya. "Maaf karena kamu dibawa jalan kaki tengah malam kayak gini."
Merasa bahwa kakinya kram akibat sudah berjalan jauh, Matcha memilih untuk duduk disebuah halte. Matcha meluruskan kaki juga tak henti mengelus perut. Sebenarnya Matcha lapar, tetapi dia ingat bahwa tidak membawa uang banyak untuk sekadar membeli makanan.
"Kamu gak pernah diajak enak sama aku ataupun Selatan, dibawa susah terus ya dari dalam perut? Maaf..."
Meskipun sekarang sering susah bersama calon anaknya, tetapi Matcha yakin suatu saat nanti dia akan bisa membahagiakan anaknya. Dia tidak akan membiarkan anaknya hidup kekurangan dalam hal material ataupun kasih sayang juga sebagainya.
Matcha akan menjadi Ibu yang baik untuk anaknya ini.
"Eh, tapi kalau kamu gak punya sosok Papa gak papa kan? Aku bisa kok jadi sosok Mama sekaligus Papa buat kamu," ucapnya sembari menunduk.
Berbicara seperti ini kepada calon anaknya membuat Matcha sedikit tenang. Dia merasa ada teman yang menemani kesedihannya.
Saat sedang asik mengamati perutnya, Matcha tersentak kaget ketika perut yang ia pegang bergerak. Anak di dalam perutnya mungkin merespon ucapan Matcha, mungkin dia mengerti kalau Mamanya ingin ditemani.
"Coba tendang lagi kalau kamu nemenin aku di sini," pintanya dengan suara yang jauh dari nada ketus.
Tak lama dari itu perut Matcha kembali bergerak pelan, bukti bahwa anaknya menemani Matcha di malam hari ini. Senyum tulus Matcha terlihat, dia senang.
"Makasih ya, kamu setia nemenin aku di sini. Kamu bakal tahan gak ya sama sikap aku?"
Matcha takut bahwa anaknya juga akan muak akan sikap Matcha sama seperti Selatan yang muak akan dirinya sekarang. Tidak ada yang benar-benar tahan berada di sisi Matcha.
Matcha akui kalau mulutnya selalu berbicara tajam dan membuat orang lain sakit hati saat mendengarnya, tetapi mulut tajam ini adalah senjata Matcha untuk melindungi diri sendiri agar tidak mudah hancur karena orang lain.
Papa pernah bilang jika Matcha tidak bisa melawan dalam bentuk fisik, setidaknya Matcha bisa melawan dalam bentuk ucapan. Gadis itu sudah dilatih sedari kecil untuk bersikap keras kepala, otoriter, juga impulsif. Selain itu juga Matcha dilatih untuk kuat dalam menghadapi apapun, dia tidak boleh disakiti oleh siapapun.
Cara Papa dalam mendidik Matcha sangat keras, dia memperlakukan Matcha seperti Matcha ini adalah laki-laki. Sejatinya Papa memang membutuhkan anak laki-laki untuk bisa memimpin berbagai perusahaan yang ia kembangkan. Di keluarga Öbagaz pun hanya ada dua cucu wanita, selebihnya laki-laki.
Disaat tengah melamun sembari mengelus perutnya, ponsel Matcha bergetar pelan.
Selatan: Ca, kamu di kost kan?
Matcha mendengus pelan, menatap sinis layar ponselnya.
Selatan: aku minta maaf soal yang tadi
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC [END]
Teen Fiction➜ Follow dulu akun ini yuk! Niat Matcha memutuskan Selatan itu untuk menjauh dari Selatan yang sifat mempermainkan wanitanya tidak pernah hilang meski sudah mempunyai Matcha. Tapi takdir tidak berpihak pada Matcha, takdir yang jahat malah menyatuka...