•19• Start

614 53 1
                                    

"Rav ini gue mau nanya serius?" tanya Edel di suatu siang saat mereka berdua sedang makan bersama.

"Kok gue jadi deg-degan ya." balas Ravin sambil memegangi dadanya. "Jangan-jangan lo mau nembak gue."

"MIMPI." kata Edel sambil menoyor kepala Ravin.

Ravinnya langsung tertawa. "Lagian serius-serius amat. Nanya apaan sih?"

Edel mendelikan matanya. "Gue mau nanya soal Tata. Lo tuh sebenarnya udah jadian apa belum sama dia?"

"Kepo amat sih jadi orang." kata Ravin sambil mengusap seluruh wajah Edel dengan santainya.

Edelnya langsung memukul tangan Ravin. "Bukan kepo tapi gue cuman mau tahu."

Ravin melengos mendengar perkataan Edel tapi tetap dijawab sama Ravin. "Belum."

"Ish lo tuh ya." kata Edel sambil menarik Ravin agar menghadapnya. "Enak banget lo gantungin anak orang. Si Tata juga butuh kepastian." omel Edel kepada Ravin.

"Ckk, gimana ya Del, gue masih ragu."

"Ragu apa sih? Orangnya udah di depan mata." ujar Edel gemas dengan menggoyangkan bahu Ravin.

"Ragu aja gitu. Iya gue suka sama si Tata, tapi di sisi lain gue tuh gak mau lo jadian sama cowok lain."

"IDIH." respon Edel menatap Ravin tidak percaya.

Hanya Edel yang merespon dengan kata 'idih' dibandingkan dengan kebanyakan orang mungkin merespon dengan pipi yang sudah merona.

"BENER-BENER LO YA SEMUA AJA LO EMBAT." ucap Edel melanjutkan dengan setengah berteriak.

Ravin pun menutup mulut Edel menggunakan tangannya. "Sssttt. Lagi di tempat umum juga, berisik banget." Ravin melihat sekeliling takut-takut mendapat teguran dari pengunjung tempat makan.

Dengan kesal Edel melepas tangan Ravin yang menutupi mulutnya.

"Bukan mau diembat tapi gue mau lindungi sahabat gue dari cowok-cowok brengsek yang mainin cewek doang." kata Ravin menanggapi perkataan Edel.

"Iya macam lo." celetuk Edel tepat sasaran.

Ravinnya langsung mengumpat. Edelnya sih datar saja seperti tidak pernah mengucapkan kalimat tersebut.

"Yaudah nanti Tata gue kasih kepastian." kata Ravin.

Edel yang sedang meminum air jadi tersedak dan batuk-batuk. "Uhuk-uhuk."

Ravin dengan gesit menepuk punggung Edel pelan. "Makanya kalo minum yang bener." sahut Ravin.

Setelah Edel merasa baikan barulah Ravin melepaskan tepukannya pada punggung Edel.

"Kok tiba-tiba?" tanya Edel yang sudah tidak batuk-batuk lagi.

Ravin mengernyitkan keningnya. "Tiba-tiba?" komentar Ravin. "Kan tadi lo bilang jangan gantungin anak orang."

"Ya gak secepat ini juga." respon Edel pelan seakan hilang kata-kata.

"Terus gimana? Tadi lo nyuruh gue, sekarang ngelarang gue." sahut Ravin yang benar-benar heran dengan sikap Edel ini.

"Yaudah terserah." balas Edel.

"Kok lo jadi marah sih?" tanya Ravin yang bingung dengan nada bicara Edel terdengar ketus.

"Siapa yang marah? Gue gak marah." jawab Edel masih dengan nada yang sama.

"Tuh tuh marah kan." kata Ravin sambil menunjuk Edel.

Edel menurunkan tangan Ravin dari hadapannya. "Engga. Apaan sih."

Ravin menghela napas. "Iya-iya gak marah."





•••




Saat mengantar Edel ke kostan dari tempat makan tidak ada obrolan antara Edel dan Ravin yang biasanya diisi oleh ocehan Edel, erangan sakit Ravin karena dicubit Edel, tawa Edel dan Ravin, bahkan umpatan.

Setelah sampai depan pintu kamar, Edel langsung pamit masuk yang biasanya akan menawarkan Ravin mau mampir untuk minum dulu tidak ada. Ravinnya bingung tapi ia tidak mengungkitnya. Ravin pamit dan meninggalkan kostan Edel.

Sampai kamar, Edel mengunci pintu, melemparkan tasnya ke lantai, dan membantingkan dirinya ke atas tempat tidur.

Edel pun tidak mengerti dengan dirinya mengapa ia jadi seperti ini. Setelah Ravin berucap ingin memberikan kepastian kepada Tata rasanya Edel mau marah tapi gak tau ngapain marah.

Edel yang pusing memikirkan jawaban atas dirinya yang seperti ini akhirnya tertidur.

Lain lagi dengan Ravin yang merasa bingung dengan sikap Edel. Mengapa ia tiba-tiba marah bahkan tidak ada obroloan saat di motor tadi, bahkan sampai kostannya pun langsung pamit masuk kamar. Katanya gak marah tapi tadi itu kelihatan sekali sedang marah.

Ravin pun mengacak-acak rambutnya pusing dengan sikap Edel. Maunya apa sih? Tata suruh dikasih kepastian tapi pas mau dikasih kepastian malah aneh sikapnya.

"Gue disuruh kasih kepastian tapi setelah gue iyaan malah marah. Gue gak ngerti sama jalan pikiran cewek." ucap Ravin frustrasi.




•••




Benar setelah Edel menyuruh Ravin memberikan kepastian, Ravin pun resmi jadian dengan Talitha bahkan Edel diberitahu pertama kali oleh Ravin melalui telponan.

Respon Edel pertama kali setelah Ravin berucap ia telah jadian dengan Tata 'oh iya selamat ya, akhirnya terealisasikan juga'. Ravinnya teleponan dengan semangat, Edel hanya merespon dengan seadanya. Sesi teleponan pun tidak berlangsung lama seperti biasanya, Edel memutuskan untuk menutup teleponannya dengan alasan ingin mengerjakan tugas.

Ravin tidak tahu bahwa setelah Edel menutup telponnya Edel menangis bahkan Edel tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba menangis padahal mendengar kabar bahagia dari Ravin.

Edel seharusnya ikutan senang mendengar kabar bahagia dari Ravin, tapi ia malah menangis seakan-akan itu bukan kabar bahagia yang ingin ia dengar.

Setelah puas menangis Edel tertidur dan saat pagi datang ia menyesal telah menangisi seseorang yang bahkan tidak tahu jika ia sedang ditangisi.

Edel siap-siap ingin berangkat ke kampus, tapi saat bercermin ia ingin menangis kembali. Ini gimana menutupi matanya yang bengkak.

"Gue ngapain nangis sih ih geli banget." marah Edel kepada diri sendiri saat memerhatikan matanya lewat cermin.

Setelah Edel berusaha menutupi matanya dengan segala macam makeup tetap saja tidak mempan. Akhirnya Edel pun menggunakan kacamata tidak minusnya untuk menutupi mata bengkaknya tersebut.

Dari luar pintu kamar Jesslyn telah mengetuk pintu Edel menyuruhnya keluar untuk berangkat kuliah. Jadwal kuliah hari ini Edel dan Jesslyn sama-sama masuk pagi.

Edel langsung gelagapan bagaimana jika Jesslyn bertanya mengenai mata bengkaknya.

Tepat sekali saat Edel membuka pintu kamar, Jesslyn langsung bertanya mengapa Edel menggunakan kacamata, bahkan mata Edel itu tidak minus. Saat diteliti lebih dekat mata Edel terlihat bengkak seperti menunjukkan tipikal orang habis nangis.

Dengan ide cemerlang yang entah datang dari mana, Edel memberikan alasan bahwa ia semalam habis menonton drama, endingnya sedih banget makanya ia menangis semalaman.

Jesslyn percaya-percaya aja karena Edel memang sering menonton drama. Edel menghela napas merasa aman atas alasan yang diberikannya.

Lo gak tau aja Jes gue nangisin orang yang bahkan gak akan lo kira.

Ucap Edel dalam hati.

Ravin sialan, gara-gara lo mata gue bengkak.

Marah Edel dalam hati.




•••

We're (Not) Just Friends✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang