4. Trauma

3.3K 181 2
                                    

"Dokter Natalya, kenapa kau tidak cek jadwalmu? Kamu tahu kan sore ini ada operasi yang harus diikuti?" Suara sang Kepala devisi Assisten Dokter itu memarahi Alya yang menolak jam operasi dengan alasan hari ini meminum obat tidur.

"Maafkan saya, Dokter. Saya melupakan jadwal operasi. Saya kira, saya tidak ada jadwal."

Semua assisten dokter yang sedang istirahat diruangan itu menunduk dan berbaris mengikuti Natalya.

Dokter Welmy pun hanya menghembuskan napas kasar. "Hukumannya, kamu gak bisa ikut operasi selama satu minggu."

Natalya mendongak ingin melawan dan membela diri, namun ia berpikir lagi. Jika ia terkena point, maka ibunya akan tahu.

Mungkin, ia harus menerimanya.
Natalya pun kembali menunduk pasrah.

Lalu, dokter Welmy pergi meninggalkan ruangan tanpa kata.

Dokter Revan menepuk bahu Alya sambil tertawa. "Setidaknya, kau bisa beristirahat."

Alya berpikir, benar juga.
Saat ini, pikirannya memang sedang dipenuhi Sean.

Seminggu dengan jadwal kunjungan dan IGD, sepertinya cukup membantunya sedikit bersantai. Alya pun tersenyum.

Dokter Cindy menggelengkan kepalanya. "Baru kali ini aku lihat dokter tertawa kala dihukum."

Alya menutup mulutnya malu sambil tersipu membuat para rekan lainnya yang sedang bersiap ganti shift menggelengkan kepala.

"Dasar Alya.."

××××××

Apanya yang mudah?!!!

Alya masuk ke ranjang bertingkat dan merebahkan dirinya disana tanpa melepas jas putihnya.

Menarik napas dan membuang napasnya berkali-kali sambil menaruh tangan kanannya di kening.

Menjaga IGD seharian memang bukan minatnya.

Hari ini, terlalu banyak kejadian menegangkan. Bahkan, sudah ada 3 orang meninggal saat sedang ditangani di UGD hari ini karena kondisi yang sudah sangat fatal.

"Gimana rasanya dihukum seharian di IGD?"
Suara Dokter Cindy terdengar, namun Alya terlalu lelah untuk sekedar membuka kelopak matanya.

"Rasanya, aku lebih menyukai meja operasi. Menangani satu orang lebih fokus daripada banyak orang yang datang dan harus ditangani secara random."

Dokter Cindy tertawa. "Kau akan pulang?"

"Entahlah. Sepertinya, aku tidak sanggup mengemudi lagi."

"Yah, kebetulan aku tidak bawa mobil hari ini. Kalau bawa, aku bisa mengantarmu."

Alya membuka matanya. "It's okay."

"Baiklah. Aku pulang duluan. Ingat, jika kau ingin pulang, pulang sekarang. Tidak baik seorang wanita pulang tengah malam sendirian."

"Okey, Dokter Cindy."

Dokter Cindy tersenyum.
Saling memanggil dengan sebutan Dokter saat diruangan khusus para dokter, adalah candaan sekaligus kebanggaan untuk para calon dokter. Karena, biasanya mereka memanggil nama saja jika sedang bersantai atau diluar pekerjaan.

"Selamat malam, Dokter Alya."

Seperginya Dokter Cindy, Alya bangun dari ranjangnya dan melepas jasnya.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang