Alya membalikkan badannya menghadap jendela kamar Sean dengan kesal. Namun apa daya? Dirinya hanya bisa terbaring lemah di ranjangnya.
Penerbangan batal dan segala rencana gagal total.
Bagaimana tidak?
Entah ada batu mana yang merasuki kepala Sean hingga ia begitu keras kepala untuk membatalkan penerbangan mereka melihat Alya yang terlihat pucat.Benar saja.
Semalam, Alya mengalami demam tinggi membuat Sean terus merungut dan memarahinya yang masih ngotot pergi karena alasan harga tiket yang mahal tidak terpakai.Setelah mengecek dahi Alya, Sean beranjak ke balkon untuk menerima telpon yang tak lain dari Willy.
"Apa kau tidak bisa datang ke kantor?"
"Damn, Will! Istriku sakit, dan apa? Aku kan masih dalam masa cuti." Kesal Sean karena Willy terus mengganggunya jika ia tidak hadir di kantor.
"Tapi kan kau tidak jadi pergi!"
"Aku tetap memakai hak cutiku."
"Bos macam apa yang cuti di perusahaannya sendiri? Terlebih, ini tentang kelanjutan tender yang berhasil kita rebut. Ada lebih baiknya kau hadiri secara langsung, karena mereka tahu kau ada disini."
Sean mengusap wajahnya kasar sambil menoleh kearah ranjang dimana Alya sedang memperhatikannya dengan wajah lesunya.
Bagaimana bisa ia meninggalkan Alya dalam keadaan seperti ini?
Terlebih, Sila sudah keburu ikut ambil libur untuk menengok keluarganya diperbatasan.Sean menutup ponselnya dan berjalan menghampiri Alya yang tersenyum lemah.
"I'm okay."
Suara Alya terdengar serak dan lemah.Pria itu duduk di samping tubuh Alya yang terbaring, lalu tangannya terangkat untuk sekedar mengelus pipi cantik itu.
"Ga ada orang dirumah."
Sean melihat Luna terbaring nyenyak di samping ibunya yang berbaring membelakanginya."Sebentar lagi aku akan mendingan. Semalam Kakak merawat Alya dengan sangat baik. Maaf, Alya jadi ngerepotin."
Sean tersenyum menggeleng. "Kakak akan hubungin Sila untuk balik kerumah. Kakak gak bisa percayain siapapun buat jaga Luna selain dia."
Ia mulai mengetik sesuatu di ponselnya namun Alya tahan."Kasihan dia, dia pasti juga ingin berkumpul dengan keluarganya."
"Okey, kalau gitu Kakak gak akan jadi ke kantor. Simple." Ucap Sean sambil menaruh ponselnya.
"Bukan begitu. Tania. Kakak bisa panggil Tania."
Dahi Sean berkerut.
"Enggak! Kakak tahu dia adalah salah satu alasan kamu down kaya gini. Jangan mulai lagi, Alya.""Kak, Tania itu udah jaga Luna lama. Selama Alya koma. Buktinya, Luna juga sayang sama Tania. Bahkan bisa jadi Luna lebih sayang Tania dari aku."
"Maksud omongan kamu apa sih?"
Alya memegang tangan Sean dan mengecupnya. "Setelah berpikir cukup panjang, Alya ngerasa kekanakkan sudah mencoba memisahkan mereka. Alya terlalu takut kehilangan milik Alya. Alya akui Alya salah. Tapi, Alya tidak mau bersikap childish seperti itu hingga tua. Bagaimanapun, Tania dan Luna sudah memiliki ikatan khusus. Alya juga gak perlu takut kehilangan Luna. Karena Luna kenal ibu kandungnya siapa dari dirimu."
Sean menatap Alya dengan terharu. Entah darimana Alya mendapat ilham seperti itu namun Sean merasa kagum akan jalan pikiran Alya.
"Panggil saja Tania, kalo Kakak larang aku buat turun dari kasur."
Sean terkekeh geli lalu mencium kening Alya.
"Tapi, kalau kamu mulai terganggu dengan sikap Tania, kamu harus kasih tahu Kakak. Kakak akan langsung pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL
RomansaFollow Author dan kasih Voment ya, kalau berkenan. Hehhee - - - Natalya Robberts, gadis imut yang biasa dipanggil Alya ini selalu dimanja seluruh keluarga sejak kecil. Tak memiliki saudara kandung alias semata wayang, mungkin itulah yang membuatnya...