33. Perasaan Alya dan Sean

2.1K 131 33
                                    

"Kamu ada hubungan apa sama Pak Sean?"

Hampir saja Alya menjatuhkan minumannya mendengar pertanyaan Revan.
Ia baru saja tiba di RS dan memarkir mobil tak jauh dari parkiran lobby, namun pria itu sudah mencegatnya.

"Dokter Revan? Tumben dateng pagi?"
Tanya Alya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Alya! Please, dong. Kamu ada hubungan apa sama Pak Sean? Setelah aku nolongin kamu, Pak Sean malah nonjok aku. Terus kalian pergi bareng. Ada apa ini?"

"D-dokter... Itu hanya pekerjaan saja."

"Benarkah?"

Alya mencoba mengangguk dengan pasti, meski ia tidak bisa yakin dengan cara berbohongnya kali ini.
"I-iya."

Revan mendekati Alya membuat Alya melangkah mundur hingga punggungnya menyentuh pintu mobilnya kembali.

"Dokter Revan! Kamu apa-apaan sih?"
Risih Alya sambil menaruh tangannya yang sedang memegang botol minumannya didepan dada, memberi jarak agar tubuh Revan tidak langsung menyentuh area pribadinya.

Revan menyipitkan kedua matanya seakan sedang menelisik dan mencari aroma-aroma kejanggalan.

Ia pun bersidekap melipat kedua tangannya didepan dada sambil mundur dua langkah memberi Alya jarak.

Alya menghela napasnya lega. Meski dalam hati, ia mulai berpikir aneh. Ada apa dengan pria didepannya ini?

"Aku percaya, karena yang aku tahu Pak Sean itu tunangannya dokter Tania. Semoga saja, kejadian kemarin tidak ada karyawan yang lihat."

Alya mengkerutkan dahinya. "Kupikir kamu bukan orang yang peduli terhadap hal semacam itu."

Tiba-tiba, raut wajah Revan berubah. Entah terkejut atau apa, tapi yang jelas Revan langsung merubah wajahnya kembali. Ia berdeham sambil memalingkan wajahnya.

"Lagipula, apapun yang kulakukan, aku harap kamu gak campurin urusan aku. Entah itu tentang kerjaan atau kehidupan pribadi aku. Meski begitu, aku gak lupa untuk berterima kasih karena kamu udah nolong aku waktu itu." Tambah Alya dengan suara tegasnya.

Ia tidak mau memberi harapan palsu pada Revan. Selama ini, ia berbaik hati karena Revan sangat baik padanya. Hanya saja, Revan menganggap kebaikannya itu sebagai daya tarik lain.
Dan karena hal ini sudah membuat Sean marah, Alya lebih memilih menjaga jarak.

Ia lebih memilih Sean dari siapapun.
Lagipula, Sean juga melakukan itu.
Sean bilang tidak akan menemui Tania jika tanpa ijinnya.

Maka dari itu, Alya akan melakukannya juga demi Sean.

Revan merubah raut wajahnya menjadi sedih.
"Kenapa? Bukannya kita cukup dekat?"

Alya tersenyum. "Aku gak batasin kedekatan kita sebagai rekan kerja. Tapi selain itu, aku punya batasnya sendiri."

"Apa kamu sudah memiliki pria lain?"

Ada keterkejutan di wajah Alya. Ia mendadak gugup mendapati Revan yang selalu saja to the point jika berbicara.

Sempat ada jeda diam yang dibuat Alya.
Ketika Alya hendak menjawab, Revan langsung memotongnya.

Ia tersenyum. "Tak apa. Meskipun mungkin ada pria lain disana. Tapi selama janur kuning belum melengkung, kita masih punya kebebasan bukan?"

"Dokter Revan.."

"Dokter Alya, jangan ucapkan apapun. Biarkan aku yang melakukan sesuatu untuk membuat kamu lebih dekat lagi sama aku dan menyadari keberadaanku. Tapi tolong, jangan beri jarak. Biarkan aku berdiri didekatmu, sampai kamu tahu perasaanku yang sebenarnya."  Ucap Revan serius. Alya bahkan gak pernah melihat Revan seserius itu saat berbicara padanya.

STILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang